Z

5.9K 659 89
                                    

Kareem sedang menyuapi Retno ketika anak pertamanya datang membawakan puding untuk Retno.

"Terima kasih ya, mas. Maaf sudah merepotkan."

"Tidak merepotkan kok bu, yang penting ibu dan adik bayi sehat. Abah juga sehat kan?"

"Abah sehat, kenapa kamu tanya begitu?"

"Siapa tahu abah masih shock dengar Farihaa akan dilamar. Abah siap kan kehilangan anak perempuan abah?"

"Abah sudah biasa ditinggal-tinggal kalian, jadi kalau ditanya abah siap atau tidak ditinggal kalian jawabnya ya siap-siap saja. Selama ini apa pernah kalian memperhatikan abah, kalau tidak mau minta duit? Apa pernah kalian merindukan abah kalau kita berjauhan."

"Jangan mulai lebai, ibu yang hamil abah yang sensi. Kan abah sendiri yang memilih tinggal di peternakan, saat kami mau menemani abah, abah sibuk dengan pacar-pacar pengeretan abah. Salah siapa kalau begitu."

"Ya pasti salah abah kan, kamu pasti akan jawab begitu kan? Untung abah ketemu ibumu yang setia menemani abah kemana saja." Ibnu berdecih. Ia memilih tidak melanjutkan perdebatannya dengan sang ayah dan memotong puding untuk sang ibu.

"Kamu cuma beli satu, Nu?"

"Lah memang mau beli berapa?"

"Ya dua lah, kamu tega membiarkan abah ngiler lihat ibumu makan. Ngga kamu ngga adikmu yang diingat ibu saja. Kalian benar-benar ngga sayang abah lagi." Ibnu dan Retno saling berpandangan. Retno mengambil pufing dari tangan Ibnu. Ia memotong kecil puding tersebut dan menyuapkanya kepada Kareem. Lelaki itu membuka mulutnya dengan lebar dan menerima puding dari tangan Retno.

"Terima kasih sayang. Hanya adek yang benar-benar sayang sama abang." Retno meringis dan terus menyuapi Kareem hingga puding itu habis. Lelaki itu mengusap bibirnya dan mencuri ciuman dari sang istri.

"Abah tega bener! Itu puding buat ibu, kenapa abah habiskan. Kalau adik aku ileran bagaimana?"

"Kamu percaya saja hal begituan itu hanya mitos. Pudingnya enak. Kamu beli dimana? Besok kalau kemari bawakan lagi ya."

"Uangnya mana?"

"Kamu sama abah sendiri perhitungan." Ibnu duduk di sofa dengan kesal. Abahnya ini sejak ibu tirinya hamil semakin mengesalkan tingkahnya.

"Assalamu'alaikum. Anak cantik datang..." Farihaa masuk seraya tersenyum lebar. Ia segera mencium tangan ayah dan ibunya.

"Abang disini, kenapa manyun?"

"Abangmu lagi kesal sama abah. Puding yang dia bawa abah habiskan. Siapa suruh bawa sedikit."

"Puding apa?"

"Abang tadi beli di cafe Ayla, karena ibu minta. Abang beli sedikit karena biasanya orang ngidam itu kan makannya sedikit sudah aja. Eh ibu belum makan sudah masuk perut abah. Ibu jadi ngga kebagian."

"Abah mah bukan ngidam bang, tapi doyan. Lihat itu perut sudah ballpack aja. Orang lain sixpack abah mah ballpack."

"Kamu berani ngatain abah sendiri?"

"Ck abah gitu saja marah, sensi."

"Bener itu dek. Abah sensi. Gimana dengan keluarga kekasih kamu, kapan pak Ganteng dan keluarga akan datang?"

"Secepatnya. Karena kondisi ibu tidak boleh lelah, mereka sepakat akan sederhana saja, acara lamarannya. Sekitar lima puluh sampai tujuh puluh lima orang."

"Limapuluh orang kamu bilang sederhana? Terus ngga sederhana itu berapa, seribu orang?"

"Bagaimana ini, bang? Aku minta bantuan ibu Gayatri ya? Ngga enak kalau kita tidak menyambut keluarga Pak Ganteng. Nanti dikira kita tidak serius dengan kedatangan keluarga mereka."

Retno (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang