I don't want it

134 18 0
                                    

Ghaitsa Pov.

"Sa, Sini!" panggil Keara padaku ketika aku baru saja memasuki kelas. Aku tersenyum sembari melangkahkan kakiku kearahnya.

"tumben duduk di belakang?" tanyaku pada Ara. Dia temanku yang paling pintar. Aku bangga memilikinya karena secara tidak langsung nilaiku juga ikut naik karenanya.

"Kamu lupa hari ini mata kuliah siapa?" tanyanya padaku. 

aku mencoba mengingat-ingat. Ya, sekarang mata kuliah pak Wisma, Dosen paling Killer seantero kampus. Dan dia selalu menunjuk mahasiswa yang duduk di bangku depan. Aku tak mau itu terjadi padaku. dan sekarang bangku depan tak ada yang mengisi. Beruntunglah bagi orang-orang yang berangkat awal.

"mampus tuh orang. Pede banget duduk di depan." Ucapku saat melihat satu geng perempuan duduk di bangku paling depan dengan penuh percaya diri. Mereka adalah Vidya dan gengnya. Hah, mereka sepertinya sedang menantang maut sekarang.

"semoga aja mereka selamat." Ujar Keara dengan nada sedih membuatku spontan tertawa. Keara segera menutup mulutku karena seorang dosen masuk ke dalam kelas.

Aku dan Keara saling tatap ketika melihat dosen yang datang. Dia bukan dosen yang seharusnya mengisi kelas kami. Apakah dosen itu salah ruangan? Atau memang sengaja masuk ke kelas ku?

"Sa, tau gitu tadi kita duduk di depan ya. Sayang banget ga bisa lihat dosen seganteng itu dari dekat." Ujar Keara padaku. Yah, Keara benar. Aku tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.

Tanpa pikir panjang aku meraih tasku dan berjalan ke bangku paling depan. Aku menarik salah satu perempuan untuk bertukaran padaku.

"Eh, tadi di kursi itu ada kotoran cicaknya." Ujarku pada salah satu perempuan yang duduk di bangku paling depan. Kalau tidak salah sih namanya Clara. Tapi aku tak mau repot-repot menyebut namanya.

Perempuan itu spontan berdiri dan tanpa aba akupun duduk di bangku miliknya. Aku tersenyum puas sedangkan perempuan itu menatapku tak terima. Tapi siapa peduli.

"Heh, kamu bohong yaa. Minggir itukan tempat duduk ku." Ucap Clara sembari menarik lenganku. Tapi aku tetap bertahan, aku memegang kursi yang kududuki dengan erat.

Kejadian itu menyebabkan kegaduhan yang membuat dosen itu turun tangan. Dia memukul meja dengan keras membuat kami semua tersentak. Wah, sebentar lagi pertunjukkan akan dimulai.

"Ada apa ini? kenapa ribut sekali." tanya dosen pengganti itu dengan nada tingginya.

"Dia merebut tempat duduk saya pak." Ujar Clara sembari menunjukku. Dosen itupun menatapku nyalang. Tapi aku tak takut, aku menegakkan kepalaku dan tersenyum santai kepada mereka.

"Maaf ya, ini tuh tempat duduk kampus. Lagipula di kursi ini tak ada tulisan namamu." Ucapku tanpa takut. Hal itupun membuat Clara semakin naik pitam.

"sudah, kalian itu bukan anak TK lagi yang berantem hanya masalah tempat duduk." Ucap dosen ganteng idolaku. aku merengut ketika ia menyamakanku dengan anak TK.

"Kamu duduk di tempat kosong di belakang." ucap pak Dosen pada Clara. Aku tersenyum penuh kemenangan. Tapi senyum itu tak bertahan lama ketika dosen itu melanjutkan perkataannya.

"Dan untuk kamu, setelah mata kuliah ini selesai datang ke ruangan saya. ada hukuman yang menantimu." Ucapnya padaku.

 Ahh,, bukan ini yang aku mau. Bukankah aku harus membersihkan nama baikku selama semester ini. semoga saja hukuman itu tak membuat nilaiku ikut tercoreng.

Setelah mata kuliah selesai aku segera berjalan menuju ruang dosen. Bibirku mengerucut ketika mengingat sikapnya yang tak adil padaku. padahal aku ingin duduk di depan karena ingin lebih jelas mendengarkan materinya. Kenapa juga aku harus dihukum. Kalau saja dia bukan lelaki idolakku pasti sudah kuabaikan dia, tapi apapun perintahnya aku harus menuruti. Toh dia juga dosenku. Lagipula aku juga bisa lebih lama menatap wajahnya yang tampan itu.

"Pak, Pak Praka." Ucapku sembari mengetuk pintunya. Dia hanya berdehem, aku anggap itu sebagai persetujuan agar aku masuk. Dengan percaya diri aku masuk ke dalam ruangannya dan duduk di hadapannya.

"kamu pernah diajari sopan santun tidak Ghaitsa?" tanya Pak Praka dengan nada dinginnya. Aku menatapnya denggan percaya diri dan mengangguk mantap.

"lalu kenapa kamu tidak mengucapkan salam ketika masuk ke dalam ruangan orang? Kamu pikir ini ruangan keluarga kamu sehingga bisa seenaknya meneriaki nama orang seperti itu?" tanyanya lagi membuatku pusing. Kenapa sih lelaki di depanku ini selalu memperumit keadaan.

"Ya, kalau aku sih pengennya pak Praka jadi bagian dari keluarga aku. Pasti seru deh pak." Ucapku membuatnya menggeram kesal. Sepertinya ia sudah tak bisa bersabar dengan tingkah lakuku ini.

"sudah,sudah. Lama-lama aku bisa stress menanggapi kamu terus." Ucapnya padaku. dia memijat dahinya seakan-akan aku ini pembuat onar.

"yaudah sih pak, to the point aja hukumannya apa? Atau bapak memang memperlama pertemuan kita ini?" ucapku sambil tersenyum menggodanya. Dia tampak melotot padaku.

"kamu carikan saya buku ini. saya sudah tulis semua daftar buku yang harus kamu cari di perpustakaan. Saya hanya memberimu waktu tiga puluh menit. Kalau lebih dari itu nilai kamu E." Ucapnya lugas sembari memberiku kertas yang berisi daftar buku yang jumlahnya lebih dari dua puluh buku dan harus dalam waktu tiga puluh menit. Apakah dia berniat mengerjaiku? Aku menatapnya kesal tapi apa boleh buat. Kalau aku protes waktuku akan semakin habis.

"waktumu dimulai dari sekarang." ucapnya lagi membuatku bersungut padanya. 

sungguh lelaki itu mengesalkan sekali. aku pun bergegas menuju perpustakaan. Aku tak mau nilaiku E hanya gara-gara masalah sepele seperti ini. perjuanganku selama ini akan terasa sia-sia jika nilaikku ternodai.

Sampai di perpustakaan akupun langsung mencari buku yang ada di daftar satu-persatu. Aku meminta bantuan penjaga perpustakaan untuk mencarikan lokasi buku-buku itu. untung saja mereka mau kuajak kerjasama. Nama buku-buku yang tertera dalam daftar itu sungguh asing bagiku. aku kesulitan dibuatnya. Tak hanya itu, buku-bukunya juga tebal. Kalau aku pakai untuk melempar maling pasti sudah gegar otak maling itu.

"Pak, ini semua buku yang ada di daftar." Ucapku dengan napas tersengal-sengal karena berlarian dengan membawa troli berisi banyak buku. 

"kalau sudah selesai kamu bisa keluar sekarang." ucapnya tanpa menatapku sekalipun. Dia masih sibuk berkutat dengan buku di tangannya. Aku berdecih sembari tersenyum miring padanya.

"Ternyata dosen seperti bapak juga tidak diajari sopan santun ya. Tadinya saya merasa tak enak karena tak sopan pada bapak, tapi sekarang saya pikir saya melakukan hal yang benar. Tidak sopan kepada orang yang tidak tahu sopan santun tak ada salahnya kan?" ucapku sebelum meninggalkan ruangannya. Entah dia mau berpikir apa tentangku tapi yang aku tau dia sungguh menyebalkan kali ini.

***

Thankyou for reading guys :)

PLUVIOPHILE ( END ✅️ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang