"Duh, pengantin baru maunya berdua-duaan terus ya." Ujar Tante Widia, Adik dari Tante Winda. Mereka berdua hanya menanggapinya dengan senyuman saja.
"Ayo makan dulu, pasti kalian sudah lapar kan." Ajak Tante Winda pada mereka.
Merekapun mengangguk dan duduk di tempat yang kosong. Ghaitsa berinisiatif untuk mengambilkan makanan untuk Praka, seperti apa yang sering dilakukan Mama mertuanya. Dia mencoba menjadi yang terbaik untuk suaminya.
Di tengah makan siang itu mereka banyak mengobrolkan seputar pernikahan. Para ibu-ibu memberikan wejangan kepada Ghaitsa bagaimana menjadi istri yang baik nantinya. Akupun mendengarkannya dengan seksama. Toh mereka juga lebih berpengalaman masalah seperti ini. tapi kadang ada juga kata-kata yang kurang enak didengar, makanya mereka harus pandai memfilter kata-kata yang mereka terima.
"Kalian rencana mau anak berapa? Jangan ditunda-tunda nanti susah dapat anak. Kalau bisa secepatnya ya." Ujar salah satu saudara dari Praka, semuanya pun menjadi hening. Ghaitsa bingung hendak menjawab apa. Baru juga menikah sudah ditodong masalah momongan.
"kalau itu kita pasrahkan pada Allah tante, sedikasihnya saja. lagipula manusia kan hanya bisa berencana tetapi semua Allah yang menentukan." Ujar Praka membantu menjawab pertanyaan itu. semua pun dibuat bungkam oleh jawaban Praka.
Setelah makan siang itupun satu per satu keluarga besar Praka pulang ke tempatnya masing-masing. Mereka baru bisa beristirahat setelah melayani tamu yang datang untuk mengucapkan selamat kepada mereka. Sampai jam sembilan malam Ghaitsa sudah tak kuat lagi menahan kantuk dan lelah. Ghaitsa memilih untuk ke kamar terlebih dahulu karena badannya sudah sangat kelelahan.
"kamu kenapa? Sakit?" tanya Praka yang ternyata mengikutinya. Ghaitsa menggeleng pelan sembari tersenyum pada suaminya.
"aku hanya kelelahan mas. Aku ingin tidur dulu ya." pinta Ghaitsa yang dijawab anggukan paham oleh Praka.
"baiklah. Sepertinya aku juga butuh istirahat. Aku juga akan tidur." Ujar Praka langsung mengambil tempat disamping Ghaitsa. perempuan itu terkejut ketika melihat suaminya berbaring disampingnya. Dia masih belum terbiasa dengan semua ini.
"katanya mau tidur, kenapa malah menatapku seperti itu?" ujar Praka ketika mendapati istrinya sedang asik menatap dirinya. dia tidur menyamping menghadap kearah perempuan cantik yang kini sudah halal baginya itu.
"Bagaimana aku bisa tidur jika dia saja selalu membuat jantungku berdebar." Batin Ghaitsa. tapi dia hanya menjawab dengan gelengan kepala saja dan mencoba untuk memejamkan matanya.
"tidurlah dengan tenang aku tak akan berbuat apapun tanpa izinmu." Ucap Praka kemudian membuat dada Ghaitsa semakin berdebar. Tapi sebisa mungkin ia menahannya. Ia masih memejamkan matanya tetapi pikirannya masih aktif bekerja.
Entah siapa yang mulai tidur duluan tapi pagi harinya ketika Ghaitsa membuka mata, ia sudah berada dipelukan suaminya. Padahal semalam ia cukup menjaga jarak dengan suaminya. Ia mendongak keatas dan mendapati wajah polos suaminya. Bagaimanapun suaminya tetap selalu tampan.
"menikmati pemandangan Eh?" tiba-tiba sebuah suara membuat Ghaitsa terkejut. Matanya terpejam tapi suaranya cukup lantang keluar. Ia jadi bingung, suaminya sedang mengigau atau benar-benar berbicara padanya.
Ghaitsa bergerak mencoba melepaskan diri dari pelukan Praka, tapi suaminya menahannya erat. Lelaki itu malah semakin mengeratkan pelukan pada istrinya.
"Mas, akuk mau ke kamar mandi." Ucap Ghaitsa mencoba membujuk suaminya. Tapi suaminya bergumam tak jelas.
"sebentar lagi." u capnya yang masih terdengar oleh Ghaitsa. iapun hanya bisa pasrah membiarkan Praka memeluknya seperti itu. bukannya apa-apa, Ghaitsa hanya takut terkena sakit jantung karena terus-terusan berdebar gara-gara suaminya.
Adzan pun berkumandang. Akhirnya dengan daya upaya Praka mau melepaskan pelukannya pada Ghaitsa. perempuan itu segera beranjak ke lemari pakaian untuk menyiapkan pakaian suaminya untuk ke masjid. sudah menjadi kebiasaan Praka shaat berjamaah di masjid bersama Papa.
"aku berangkat dulu ya. Assalamualaikum." Ucap Praka pada istrinya sembari mengulurkan tangan pada Ghaitsa. Perempuan itu menyalami suaminya denan sopan sebagai tanda bakinya pada sang suami.
Setelah suaminya pergi giliran Ghaitsa yang bersiap untuk shalat subuh. Dan seperti biasa ia menyiapkan sarapan untuk keluarga barunya. Ia melakukan sama persis seperti yang diajarkan Tante Winda padanya.
Walau belum terbiasa dengan semua ini tapi ia akan terus belajar agar bisa menjadi istri yang baik bagi Praka. Karena semua itu memang butuh proses. Dia akan membuktikan pada Praka bahwa dia tak salah memilihnya.
"Wah, Mama masak menu baru hari ini?" tanya Tiara pada Ibunya. Tante Winda menggeleng pelan.
"ini semua masakan Ghaitsa. tadi Mama hendak memasak tapi dia bilang ingin melakukannya sendiri." Ucap Mama membuat semua orang terkejut. Ghaitsa tampak malu dibuatnya.
"Enak sekali Sa, aku tak menyangka kamu bisa masak seenak ini. aku saja dari d ulu belajar masak tapi selalu gagal." Ujar Tiara memuji adik iparnya itu. Ghaitsa bersyukur jika masakannya disukai banyak orang.
"Gimana Ka masakan istrimu, Gak salah kan Mama jodohkan kalian." ucap Tante Winda dengan bangganya. Praka hanya menjawabnya dengan senyuman padahal Ghaitsa mengharap suaminya mengatakan hal baik tentang masakannya.
"Oh iya kabarnya Maya sudah dibawa pulang, kalian sebaiknya langsung menjenguknya hari ini." ujar Om Hasan pada mereka berdua.
Kedua pasangan itu mengangguk paham sebagai jawaban. Toh hari ini mereka juga masih libur jadi bisa sekalian mengambil barang-barang Ghaitsa yang masih tertinggal disana.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
PLUVIOPHILE ( END ✅️ )
RomanceGhaitsa Athalea, seorang gadis pecinta hujan yang harus bersahabat dengan rasa sakit sedari ia kecil. Setelah kepergian ibunya dia merasa sangat kesepian dan kesedihan selalu meliputi dirinya. Bagaimana tidak, Ayahnya menikah lagi dengan perempuan y...