Punishment

112 14 0
                                    

Praka Pov.

"Ternyata dosen seperti bapak juga tidak diajari sopan santun ya. Tadinya saya merasa tak enak karena tak sopan pada bapak, tapi sekarang saya pikir saya melakukan hal yang benar. Tidak sopan kepada orang yang tidak tahu sopan santun tak ada salahnya kan?" 

Aku tercengang mendengarkan kata-katanya. Aku menatapnya yang sudah sampai di ambang pintu. Aku bisa melihat kemarahan di wajahnya. Apa aku sudah keterlaluan padanya?

Sebenarnya bukan maksudku untuk menyusahkannya seperti ini. aku hanya ingin memberikannya sedikit pelajaran saja agar dia tak bertindak seenaknya. Dia sudah bertindak berlebihan pula. Aku paling tak suka keributan saat di kelas dan memberikan hukuman adalah hal wajar. Tapi kenapa hatiku merasa tak enak ketika melihatnya cuek padaku seperti tadi. Kata-katanya begitu ketus.

Aku merasa tak enak sekaligus merasa kehilangan. Biasanya tawa dan senyuman yang kudapatkan darinya. Walau aku sering sekali cuek dan dingin padanya, dia tetap saja baik padaku. dia tak lelah untuk mendekatiku.

Ah Praka, apa yang kamu pikirkan ini. aku mencoba untuk mengenyahkan pikiran-pikiran aneh ini dari otakku. Mencoba bodoamat adalah jalan ninjaku. Aku sibukkan kembali diriku untuk membaca buku yang sedari tadi sudah ada di tangannku.

Gadis itu memang berbeda dari gadis lain yang aku kenal. Dia terlihat lebih berani dan terbuka. Dia selalu menyebarkan senyumnya kepada siapapun. Apakah dia tak pernah memiliki masalah atau beban hidup? Dia terlihat santai dalam menghadapi semua masalahnya.

Di zaman sekarang, perempuan pastinya malu jika mengejar cinta seorang lelaki tetapi tidak dengannya. Dia malah dengan terang-terangan menyatakannya dan terus membuntutiku bahkan sampai berani berbicara santai dan menggodaku dengan kata-katanya. Aku tak habis pikir dengannya. Kapan dia akan berhenti seperti itu? apakah sikapku kurang dingin padanya?

Ketika aku sibuk dengan pikiranku seseorang ternyata sudah masuk dan berdiri di depanku. Aku menatapnya dengan dahi mengerut. Bukankah dia tadi sudah keluar kenapa dia kembali lagi ke dalam? Apa mungkin dia akan melanjutkan kemarahannya?

"Pak, maaf untuk tadi. Saya benar-benar minta maaf. Mulut saya memang tidak punya sopan santun. Tolong jangan beri saya nilai E ya pak. Saya selama ini sudah berusaha keras agar nilai saya sempurnya. Pliss pakk!" 

ucapnya tiba-tiba dengan nada memohon. Aku hampir tertawa lepas tadi tapi aku masih bisa menahannya. Aku tidak tahan melihat wajahnya yang meminta belas kasihanku. Ternyata ia masih bisa berpikir waras akan akibat ucapannya tadi. Dia masih sayang dengan nilainya.

"syukurlah kamu segera menyadarinya. Tadinya aku sedang memikirkan kemungkinan terburuk untuk nilaimu." Ucapku membuatnya semakin panik. Aku bisa melihat raut wajah khawatirnya. Matanya pun sudah berkaca-kaca.

"Yah pak..jangan dong. Maaf deh. Mulai sekarang saya akan memperbaiki sikap saya. tapi tolong jangan beri saya nilai E ya pak?" mohonnya lagi. 

aku memasang wajah seperti sedang mempertimbangkan permintaannya. Dia juga nampak serius memperhatikanku. Dia pasti menunggu keputusan dariku. Ah, kenapa aku jadi menikmatinya. Anggap saja ini balasan selama ini dia selalu mempermalukan dan menggodaku.

"kamu tahu kan Ghaitsa, perbuatanmu sudah jauh dari kata baik. kamu tidak sopan dengan dosenmu ini. kamu juga suka membantah saya. sebenarnya kalau saya mengikuti aturan sebagai dosen saya sangat punya hak untuk memberimu nilai E, tapi karena kamu terlihat serius untuk berubah jadi saya akan mengampunimu." Ucapku padanya dengan nada serius. Raut wajahnya langsung berubah menjadi riang kembali. Dia melonjak-lonjak senang seperti bocah kecil yang baru saja mendapat es krim.

"Makasih pak makasih saya akan..." belum sempat ia merampungkan ucapan kegembiraannya aku sudah memotongnya terlebih dahulu. Jangan pikir kebahagiaanmu akan bertahan lama Ghaitsa.

"Eits, jangan senang dulu. Semua itu ada syaratnya." Ucapku padanya. raut wajahnya bingung seakan bertanya apakah syarat yang akan kuajukan.

"kamu harus merapikan ruangan saya setiap pagi dan sore sepulang kuliah. Harus rapi semua. Anggap saja kamu menjadi assistan saya selama seminggu. Gimana? Deal?" tanyaku serius padanya. aku menunggu keputusannya.

"Deal. Saya akan lakukan apapun yang penting nilai saya aman pak." Ucapnya kemudian. 

Aku tersenyum puas mendengarkan jawaban darinya. Sebenarnya aku tak merencanakan ini semua tapi sikapnya yang polos membuatku ingin terus mengerjainya. Biarlah, yang penting aku tak menyiksanya secara berlebihan. Toh bersih-bersih hanya hal yang sepele.

"Ok kalau begitu. Silahkan keluar Ghaitsa." Ucapku kini sambil menatap dirinya. 

Dia mengangguk lalu pergi meninggalkan ruanganku. Dia tampak lega mendengar nilainya aman. Aku tak menyangka ia akan bersikeras melakukan apapun demi nilai. 

***

Terimakasih banyak sudah membaca,,, terus ikuti Kisah Ghaitsa dan Praka sampai selesai yaww :)

PLUVIOPHILE ( END ✅️ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang