Praka Pov
aku kembali ke kamar setelah mengambilkan minum untuk Maya. Aku tak menyangka dia akan datang kesini. aneh rasanya ketika orang yang asing tiba-tiba datang tanpa diundang sekalipun. Tapi aku juga prihatin dengannya yang datang dengan air mata. Aku memutuskan untuk meninggalkan mereka berdua.
Tak lama dia masuk ke dalam kamar. Aku sedang fokus dengan sesuatu sehingga tak menyadari jika ia sudah ada di belakangku. Sontak saja aku langsung menutup laptopku agar ia tak bisa melihatnya. Dia protes dan tetap ingin melihatnya tapi aku tak kalah untuk menentangnya. Kemudian dia menyerah setelah kukatakan jika itu kunci jawaban ujian.
Untung saja ia tak terus menerus penasaran. Aku sedang berusaha mengirim email kepada Kenan agar dia mau berganti posisi denganku. Aku ingin menjadi dosen pembimbing Ghaitsa. ada beberapa hal yang harus kutawarkan padanya. jadi aku tak bisa begitu saja memberitahunya.
Ia pun menyingkir dari sana dan beralih ke rak bukuku. Aku membiarkannya saja. lagipula itu hanya buku-buku seputar kuliah. Tapi sebentar, sepertinya aku melupakan sesuatu. Aku menoleh kearahnya lagi. dan benar saja dia sedang memegang buku harian milikku. itu adalah buku yang tak boleh disentuh oleh siapapun, apalagi olehnya. ada banyak rahasia disana.
Aku dengan sigap menghampiri dan hendak merebutnya. Tapi sayangnya dia bisa segera menghindar dan berlari menjauh dariku. Aku langsung mengejarnya. Aku ingin merebut buku di tangannya dan tak sengaja menubruk tubuhnya hingga kami terjatuh di ranjang dengan posisi aku menimpanya. Aku tersentak ketika menyadari kami begitu dekat.
Aku bisa merasakan debaran jantungnya yang cepat juga melihatnya menahan napas. Aku terus menatap wajah cantik miliknya apalagi wajahnya kini mulai memerah. Aku memajukan wajahku untuk menciumnya. Dia memejamkan mata seakan tau apa yang hendak kulakukan. Aku tersenyum penuh kemenangan melihatnya. Tapi hal itu terganggu ketika sebuah suara pecahan terdengar di bawah.
Spontan kami menjauh. Dia mendorong bahuku kuat membuatku terhuyung ke belakang. aku melihatnya masih gugup jadi kuputuskan untuk mengeceknya ke bawah terlebih dahulu. Di bawah aku sudah melihat Maya jongkok mengambil pecahan gelas yang sudah tak karuan.
"Janga di pegang nanti kamu kena." Peringatku tapi sepertinya terlambat. Tangannya sudah berdarah akibat tergores kaca itu.
Aku segera mengambil kotak P3K dan mengobatinya. dia meringis kesakitan ketika aku mengoleskan obat merah ke tangannya yang terluka tapi aku tetap meneruskannya.
"apakah kakak bahagia dengan Kak Ghaitsa?" tanyanya ketika aku sedang memasang plaster di tangannya. kenapa juga dia bertanya seperti itu?
"tentu saja aku bahagia." Ujarku dengan nada yang datar. aku pikir itu bukanlah urusannya. Bahagia atau tidak aku sudah bersama Ghaitsa sekarang. apa yang dia harapkan sebenarnya?
Untung saja Ghaitsa segera datang. Aku segera menyelesaikannya dan meninggalkannya. Aku mendengarnya berterimakasih tapi aku hanya berdehem saja. aku tak perlu terlalu ramah karena mungkin itu akan membuatnya salah pengertian padaku.
Aku masuk ke kamar dan membereskan semuanya termasuk menyimpan buku itu ke tempat yang lebih aman. Aku kembali berkutat pada layar laptop milikku dan membalas email dari Kenandra. Dia sungguh mempermainkanku karena tak mau bertukar sedari tadi. Sepertinya aku harus berbicara langsung dengannya.
Tak lama pintu terbuka,Ghaitsa masuk kedalam kamar. Aku melihat ia masih sama gugupnya dengan tadi. Aku memperhatikannya tak mengeluarkan suara sedikitpun dan langsung berbaring di tempat tidur. Aku pikir ia ingin melanjutkan yang tadi. aku tersenyum kecil melihatnya pura-pura tidur seperti itu.
Aku tak tahan lagi kalau tidak menggodanya. Aku menutup laptopku dan ikut berbaring di sebelahnya. Aku memeluknya dari belakang dan hal itu membuatnya tersentak. Dia berbalik ke arahku dan menatapku dengan takut-takut. Aku tersenyum memandang ekspresinya. Apalagi pipinya kembali memerah.
"kamu tak mau bertanggungjawab dengan apa yang telah kamu perbuat?" tanyaku padanya dan hal itu kembali membuatnya gugup.
"tanggungjawab apa?" tanyanya dengan nada bingung dan gagap. Aku saja hampir tertawa jika melihatnya salah tingkah seperti itu.
"sudahlah. Tidur saja atau aku akan berubah pikiran nantinya." Ucapku kemudian karena tak tega dengannya. Akhirnya dia pun dengan cepat menutup matanya. walaupun aku tahu kalau dia hanya berpura-pura saja.
"lain kali jangan tidur di depan lelaki lain lagi ya. Kamu hanya boleh melakukan itu ketika bersamaku." Bisikku padanya. kemudian ku kecup keningnya dengan lembut. Aku menjauh darinya dan mematikan lampu kamar agar kami bisa tidur dengan nyenyak.
Perasaan berdebar ini bukan hanay dia yang merasakannya tapi aku juga. Entah sejak kapan perasaan itu muncul tapi aku bahagia ada di dekatnya. Aku nyaman bisa terus bersamanya. Seakan senyum ini akan terus muncul jika dia ada di dekatku. Bagiku dia telah mampu mencairkan bongkahan es yang sejak dulu membeku.
***
Terimakasih sudah membaca yaa :)
Untuk siapapun yang membaca ini semoga kalian selalu diliputi oleh kebahagiaan yaaa :))
KAMU SEDANG MEMBACA
PLUVIOPHILE ( END ✅️ )
RomanceGhaitsa Athalea, seorang gadis pecinta hujan yang harus bersahabat dengan rasa sakit sedari ia kecil. Setelah kepergian ibunya dia merasa sangat kesepian dan kesedihan selalu meliputi dirinya. Bagaimana tidak, Ayahnya menikah lagi dengan perempuan y...