Trust

61 9 0
                                    

Ghaitsa Pov

Sesuai rencana hari ini aku dan Mas Praka pergi ke rumahku. Sedih jika mengingat kemarin tak ada yang hadir di pernikahanku. Ayah hanya datang saat akad saja lalu pergi ketika mendaapat telepon dari perempuan itu. memang sejak awal ia tak senang melihatku bahagia.

Aku dengar dari Mama kemarin kalau Amayya sudah pulang dari rumahsakit. Aku turut senang mendengarnya. Sebenarnya aku merasa bersalah karena tidak menjenguknya disaat ia sakit tetapi aku juga tak bisa berbuat apa-apa lagi. toh perempuan itu tak menginginkan aku ada disana menjenguk putri tercntanya.

"Assalamualaikum." Kami mengucap salam ketika masuk ke dalam rumah. Ayah membukakan pintu dan menyambut kami hangat. Wajahnya tampak lesu karena kelelahan. Aku merasa bersalah karena tak disamping Ayah disaat-saat tersulitnya. Aku memeluk beliau erat hingga tak terasa air mataku jatuh di bahunya.

"udah ah, malu sama suamimu. Ayo masuk." Ucap Ayahku melepas pelukan kami. Beliau berusaha menampilkan senyum terbaik untukku dan memperlihatkan bahwa ia baik-baik saja tapi aku tau di dalam sana ia menyimpan luka yang amat sangat dalam.

"Amayya dimana Yah?" tanyaku pada Ayah. beliau memberitahukan bahwa ia sedang di kamar. Kami pun langsung bergegas menuju kamarnya.

"Assalamualaikum." Ucapku ketika memasuki kamar Maya. Ia masih terbaring lemah disana ditemani oleh ibunya yang sedang berusaha menyuapinya bubur. Perempuan itu nampak memandangku tak suka tapi aku tak peduli dengan hal itu lagi. kepentinganku disini adalah menjenguk Maya dan Ayah.

"Waalaikumsalam. Kakak apa kabar?" tanya Maya dengan suara terbata. Ia berseri ketika melihatku. Aku berjalan kearahnya dan duduk di ranjang dekatnya.

"alhamdulillah kakak sehat. Kamu gimana? Udah enakan?" tanyaku pada Maya. Dia tersenyum dan mengangguk kecil.

"Aku sudah membaik kak, seharusnya aku tak melakukan hal bodoh itu. selamat ya atas pernikahan kakak. Gara-gara aku semuanya jadi gak bisa hadir disana." ujar Maya merasa bersalah. Aku menatap matanya yang terlihat tulus. Aku mengusap lengannya pelan.

"seharusnya kakak yang minta maaf karena gak pernah jenguk kamu. Maaf ya kakak gak ada ketika kamu sedang kesulitan." Ucapku padanya. dia mengangguk pelan padaku.

Aku melihat perempuan itu pergi dari sana. Ia menyapa dan mengajak ngobrol Mas Praka sejenak sebelum pergi. Ya, aku tak berharap dia mengajakku ngobrol sekarang.

Setelah beberapa lama aku pergi ke kamar untuk mengambil barang-barangku yang masih tertinggal sedangkan mas Praka mengobrol di ruang tengah bersama Ayah. aku sedang membereskan pakain tiba-tiba sebuah suara pintu ditutup pun terdengar.

"Senang ya kamu berbagahia diatas kesedihan adikmu sendiri? Begini caramu bermain heh?" suara itu menggema id seisi ruangan. Aku menoleh kearah wanita itu. waajahnya menunjukkan kesinisan. Aku menanggapinya dengan tenang.

"aku tidak pernah melakukan itu. lagipula apa urusannya dengan anda?" ucapku tak kalah sinis. Aku tak pernah ingin kalah dengannya. Karena bagiku dia bukan apa-apa.

"Kamu pasti yang mengompori Praka agar segera melaksanakan pernikahan itu agar tak direbut oleh Maya kan? Kamu takut kalau kalah lagi dari Maya kan?" tanyanya semakin mendekat padaku. aku tak gentar dan tetap di tempatku.

"tidak. Dia yang meminta pernikahan itu dipercepat. Aku tak pernah memiliki pemikiran sepicik dirimu." Aku menatapnya tajam tak goyah dengan gertakan-gertakan darinya.

Lalu dia mendorongku hingga aku jatuh terduduk di ranjang milikku. yah, dia sudah kalah debat denganku dan kini ia menggunakan fisik. Kalau saja dia bukan orangtua sudah kudorong balik dia. aku masih punya rasa hormat pada perempuan yang sekalipun tak pantas untuk dihormati.

"Apa maumu sebenarnya? Apakah kamu memang mau bercerai dengan Ayahku? Apa harus kukatakan kebenaranyya sekarang?" ancamku padanya. dia malah terseyum miring padaku.

"katakan saja kalau kau ingin ayahmu terkena serangan jantung." Ancamnya padaku. aku mengerut. Apakah benar yang dikatakannya? Ayah tak pernah mengatakan bahwa ia mempunyai sakit jantung? Tapi kalau benar, aku pasti akan menyakiti Ayah nantinya.

"aku bisa saja langsung jujur padanya kalau aku memiliki lelaki lain dan saat itu juga mungkin kamu akan kehilangannya." Ancamnya membuatku cemas. Aku tak akan membiarkan wanita itu menghancurkan keluargaku lagi.

"dasar perempuan licik." Ujarku sembari menatapnya tajam. Tapi dia hanya tersenyum penuh kemenangan.

"kamu hanya harus bersikap baik sayang." Ucapnya sembari membelai rambutku. Aku menepisnya keras.

Baru saja aku hendak menjawabnya seseorang membuka pintu kamarku dan itu adalah Mas Praka. Dia terkejut melihat aku bersama perempuan itu disana. tentu saja perempuan itu langsung belagak baik padaku. dasar muka dua.

"Apakah aku mengganggu?" tanya Mas Praka pada kami. Aku langsung berlari menghampirinya dan mengajaknya masuk ke dalam. Sedangkan perempuan itu hanya tersenyum pada kami.

"Tidak nak, Aku hanya meminta maaf pada Ghaitsa setelah apa yang kulakukan kemarin. Jujur aku sangat menyesal. Aku kemarin sedang bersedih hati dan kacau karena keadaan Maya. Iyakan Nak?" tanyanya padaku. dia menatapku sembari mengerlingkan matanya. aku tak mau menjawabnya.

"Aku sudah memaafkan. Jadi tolong tinggalkan kami." Ujarku padanya. dia pun menagguk lalu pergi dari sana.

"aku pikir dia berbuat macam-macam lagi denganmu, tapi ternyata dia hnaya meminta maaf. Bauslah kalau kemarin itu bukan hal yang serius." Ucap Mas Praka yang sepertinya terperangkap dengan wajah palsunya itu. aku ingin sekali memberitahunya sebuah kebenaran tentang perempuan licik itu tetapi aku memikirkan Ayahku, akupun tak yakin jika dia akan mempercayaiku.

"Mas, bolehkah aku meminta satu hal padamu?" tanyaku padanya. dia menatapku seolah bertanya.

"Tolong percaya padaku apapun yang terjadi. Apapun yang kukatakan nantinya walaupun itu hal yang tak bisa kamu mengerti sekalipun. Aku cukup meminta kepercayaanmu sebagai suamiku. Bisa?" pintaku padanya. dia damengangguk walau tak mengerti apa yang aku katakan.

"Cuma itu permintaanmu? " tanyanya yang kuawab dengan anggukan kepala. Lalu dia tampak menatapku sembari berpikir.

"baik akan kukabbulkan. Mulai saat ini saya Praka putra Wardana akan selalu percaya sepenuhnya dengan istri saya, Ghaitsa Athalea. Perjanjian selesai." Ucapnya tiba-tiba yang membuatku tertawa mendengarnya. Aku baru tahu kalau dia bisa seabsurd ini. aku tak tahan melihat ekspresinya yang nampak serius.

Ternyata bahagia denganmu cukup sesederhana ini. aku memang belum mencintaimu sepenuhnya tapi begini saja aku sudah bahagia.

***

PLUVIOPHILE ( END ✅️ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang