➳➳➳➳
Lima belas menit telah berlalu, namun Azizah belum menunjukkan tanda-tanda akan bangun. Tangan Gus Afkar terus menganggap tangan Azizah, tidak lupa terus berdoa. Rasa panik terus memenuhi otaknya, takut Azizah kenapa-napa."Sayang bangun ya," bisik Gus Afkar
Satu botol infus telah habis, Azizah juga tak kunjung bangun, rasanya Gus afkar begitu frustasi. Ia tidak bisa membayangkan jika Istri tercintanya kenapa-napa. Ini semua kesalahan nya karena membiarkan Azizah masuk sendiri tanpa dampingannya.
Saat Gus afkar terdiam sambil menatap pintu ruangan rawat Azizah, tangan yang di genggam bergerak, seketika pandangan nya beralih ke Azizah.Tangan itu terus bergerak bersamaan mata yang tadi terpejam kini mulai terbuka. Begitu bahagia Gus Afkar melihat itu semua
"Aa ini dimana?" tanya Azizah, suaranya begitu serak
"Kita di rumah sakit sayang, tadi kamu pingsan," jelas Gus Afkar
Azizah mengangguk, ingatan tadi mulai terputar di kepala nya, rasa sedih kembali menghampiri. Tidak terasa air mata Azizah kembali turun, kehilangan ketiga sahabatnya di waktu bersamaan begitu menyedihkan. Sahabat yang sudah ia anggap saudara sendiri, mereka semua telah pergi, meninggalkan Azizah.
"Aa mereka semua tinggalkan Ziza," lirih Azizah, bibir nya bergetar mengatakan itu
"Setiap nyawa akan pergi sayang, kita tinggal menunggu kapan kita ikut di panggil, setiap takdir adalah kehendak Allah. Mereka bertiga memang sudah dari awal di takdirkan meninggal bersama, maka tidak ada yang perlu di salah kan, apa lagi jika kamu merasa bersalah atas yang terjadi. Kamu tidak ada sangkut pautnya," ujar Gus Afkar. Ia tau jika istri nya menyalahkan diri nya sendiri.
Azizah bungkam mendengar itu, betul Ia menyalahkan diri nya atas kepergian sahabat-sahabat nya, Ia merasa jika tidak pergi dari mereka mungkin tidak akan terjadi seperti ini. Azizah sedikit bingung atas dirinya. Merasa apa yang terjadi di dekat nya adalah kesalahannya semua, apakah ini bawaan kehamilan?
"Kita balik ke Pesantren ya? Aa takut sama kondisi kamu sayang. Nanti Aa ambil cuti."
"Nggak usah Aa, aku sudah baik kan. Kalau kita ke pesantren kasihan Aa ambil cuti," tolak Azizah, merasa keadaan nya sudah membaik, sebaiknya istirahat di rumah saja sudah cukup
"Aa nggak masalah kalau ambil cuti, karena beberapa kali Aa lembur Aa belum pernah pakai cuti lembut Aa. Kita ke pesantren aja ya sayang? Aa takut kamu kenapa-napa sama dedek. Kalau kita disana kamu bisa lebih menenangkan diri disana," bujuk Gus Afkar. Bukan Gus Afkar berlebihan, ia menganggap jika udara sejuk di pesantren bisa lebih membantu Azizah. Sekali pun di anggap tidak ada sangkut pautnya, tapi bagi Gus afkar, udara sejuk dan tempat tenang dapat membantu seseorang lebih baik mengontrol diri.
Azizah berpikir sejenak, mempertimbangkan ucapan suaminya
"Baik lah Aa, kalau begitu sebelum kita ke pulang ke pesantren, kita ke makam ketiga sahabat aku dulu boleh?"
"Tapi sahabat kamu belum selesai di otopsi sayang, bisa jadi besok baru selesai. Bagaimana kalau kita pulang ke pesantren dulu lalu setelah kembali ke jakarta kita mampir ke makam mereka. Kamu sepertinya butuh istirahat banyak sayang."
Kali ini Azizah memilih pasrah. Setelah botol infus kedua habis, Azizah sudah bisa pulang. Sebelum ke pesantren, mereka memilih pulang mengambil baju beberapa lembar. Setelah itu mereka langsung berangkat. Di mobil hanya di isi saluran berita melalui radio, sepertinya untuk kasus kali ini begitu viral, hingga hampir di seluruh berita di isi dengan pembahasan kasus ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Anugraha
Teen FictionTerpikat pada senyum manis miliknya kemudian terkunci dalam binar hangat tatapannya adalah awal bagi Azizah untuk menyadari rasa suka yang menjalar liar dalam dirinya kepada Anugraha, satu dari sekian banyak siswa di sekolahnya. Perasaan manis yang...