Dear Anugraha♡

234 12 0
                                    

➳➳➳➳

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

➳➳➳➳

Pagi hari ini, keadaan telah membaik, sudah satu minggu berlalu semenjak kejadian menyeramkan itu terjadi. Masa cuti Gus Afkar sebentar lagi berakhir hingga mengharuskan mereka kembali ke jakarta hari ini juga. Azizah telah mempersiapkan semuanya, dari pakaian hingga oleh-oleh yang akan ia bawa ke jakarta.

"Kalian serius mau kembali ke jakarta?" Umi Adibah tampak sedih, Ndalem kembali sepi setelah menantu dan anaknya kembali ke Jakarta.

"Iya Umi, masa cuti Aa sebentar lagi habis, kasihan kan kalau Aa sampai dimarahi sama atasan kalau masa cutinya sudah habis tapi belum juga kembali." Azizah berusaha memberikan pengertian kepada mertuanya itu.

"Padahal Umi masih rindu sama kalian, Umi masih mau lihat bumil ini olahraga kalau pagi-pagi." Umi Adibah mengelus perut menantunya, tidak terasa sebentar lagi akan melahirkan, ah tidak. Masih beberapa bulan lagi.

"Ziza juga masih mau disini Umi, tapi kasihan Aa," ujar Azizah, suana disini memang sangat nikmat, tapi mereka harus ingat jika memiliki kewajiban di jakarta. Beginilah jika memilih merantau, pada saat orang rumah menghalangi pergi, niat awal akan tergoncang

"Iya juga, kalau begitu kalian harus rajin-rajin kesini, ingat kalau sudah mau melahirkan itu harus cepat kesini, supaya kamu bisa kahiran kota ini, kalau kamu jauh Umi dan Abah susah kesana," pesan Umi Adibah

"Iyaa Umi ku sayang." Keduanya berpelukan, beginilah perempuan, berumur berapapun akan tetap saling menyayangi. Semenjak ada Azizah di keluarga Kyai Ahmad, Umi Adibah merasa punya anak baru, mengingat menantu pertamanya jauh, maka setelah putra terakhirnya menikah, ia lebih merasa memiliki menantu yang betul-betul menantu.

Pukul 11.16 mobil Gus Afkar melaju meninggalkan pesantren, di dalam mobil Azizah terus mengemil, baisa, ibu hamil. Mereka berkendara dengan santai, menikmati angin pagi menjelang siang ini. Suara radio kembali terdengar, Azizah menyadari jika sudah tidak ada pembahasan mengenai penemuan mayat di bangunan kosong berlantai 12. Azizah bersyukur karena kasus itu sudah mulai redup, ia tidak ingin ketiga sahabatnya terus di bahas oleh orang lain, biar mereka pergi dengan tenang.

Setelah ia pulang ke pesantren, keadaan Azizah sudah lebih baik, meskipun ada sedikit kejadian di luar naral, tapi tetap membantu Azizah lebih tenang. Dapat menerima ikhlas atas takdir Allah.

"Jangan bengong," tegur Gus Afkar, itu kembali menyadarkan Azizah. Perempuan itu menoleh ke samping sambil tersenyum manis, kali ini Azizah melepas cadarnya. Tangan Azizah beralih mengelus rahang suaminya, "iya Aa sayang," ucap pelan Azizah.

Gus Afkar tersenyum dan mengelus kepala Istrinya, tidak lupa beralih mengelus perut buncit istrinya. Azizah tidak menyangka keputusan nya pergi hari itu menakdirkan dirinya menikah dengan anak pemilik pesantren, menikah di umur 19 tahun tidak pernah terbesik di rencana Azizah pada saat hidup normal sebelum mengenal jatuh cinta, hamil di umur 19 juga sama. Semua terasa begitu cepat, tapi Azizah tidak pernah menyesal, toh ia bahagia setelah menikah, hanya saja ia sedih karena pendidikannya tidak dapat tinggi seperti orang-orang seumurannya. Azizah tetap bersyukur atas semua ini, ia yakin ada hikmah dibalik apa yang dijalani kali ini.

Dear Anugraha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang