Dear Anugraha

205 8 0
                                    

_

_

_

"Papa, Ziza mohon untuk tetap di sini saja. Ziza janji akan belajar lebih giat lagi, dan tidak akan mengecewakan Papa," mohon Azizah kepada Hamzah. Keduanya sedang berada di ruang keluarga. Hamzah terdiam menatap Azizah yang memohon agar tetap disini. Hatinya cukup tergerak untuk tidak melepaskan Putrinya secepat itu.

Azizah berlutut di hadapan Papanya, memohon dengan mata yang berkaca-kaca. Ini terlalu cepat jika dia harus meninggalkan Indonesia

"Papa, Ziza janji akan menuruti keinginan Papa ke China, namun tidak sekarang. Ziza ingin menyelesaikan pendidikan Ziza di Indonesia lalu ke jenjang perkuliahan," sambungnya.

"Kamu yakin atas perkataan mu itu?" ujar Hamzah. Azizah terdiam seketika, perkataan Papanya barusan adalah sebuah ancaman, jika dia tidak melakukan apa yang di janjikan barusan, Azizah yakin Papanya akan melakukan hal gila.

"A-aku yakin," gugup Azizah

"Baiklah, Papa tidak akan memberangkatkan kamu, tapi ingat. Setelah lulus tanpa komentar apapun, Papa akan mengurus perpindahan kamu,"  putus Hamzah

"Iyaa Pa." Azizah mengubah posisi menjadi duduk di samping Papanya, menatap sekeliling rumah yang tampak sepi, dimana Mamanya?

Namun di sisi lain, Hamzah memerhatikan luka yang Ia buat untuk putrinya beberapa Minggu yang lalu, lebam yang sedikit lagi sembuh namun masih terlihat membiru, bekas luka pun terdapat di bagian kakinya.

"Aku terlalu berlebihan terhadap dia," batin Hamzah

"Luka mu masih sakit?" tanya Hamzah, dari sekian lama terdiam, akhirnya membuka suara. Azizah merasa bingung, mengapa Pria dewasa di sampingnya menanyakan itu tiba-tiba?

Azizah menatap sekujur tubuhnya yang di penuhi lebam, lalu menatap kembali Papanya.

"Sudah tidak Pa." Hamzah hanya mengangguk sebagai respon, enggan membuka suara lagi, keduanya fokus ke pikiran masing-masing. Televisi yang terus menyala mengisi keheningan di ruang keluarga itu.

Dua puluh menit berlalu, Aminah pulang, saat masuk di dalam ruang keluarga mendapati anak dan suaminya sedang menonton televisi, hati Aminah bahagia mendapati pemandangan itu. Ia tersenyum lebar lalu berjalan menghampiri keduanya.

"Tumben sekali ruangan keluarga ini di isi oleh manusia," ucap Aminah sambil berjalan, hal itu membuat Azizah dan Hamzah mengarahkan pandangan nya ke satu arah

"Mama dari mana?" tanya Hamzah kepada istrinya

"Dari lihat-lihat mobil Pa, Mama berencana beli mobil baru. Makanya tadi keluar sampai lupa minta Izin," jelas Aminah

"Mama beli mobil apa?" Tanya kembali Hamzah. Azizah yang berada disana hanya mendengar percakapan kedua orang tuanya membahas kendaraan baru.

"BMW 3 301 2.0. Mama suka banget sama desain nya, sangat elegan. Tidak hanya itu, harganya murah, cuma 1,145 milyar. Itu nggak seberapa dengan mobil-mobil Mama yang lama, kalau nggak bosan Mama nggak mungkin beli." Hamzah hanya mengangguk, memang apa yang di katakan istrinya benar, hanyanya tidak seberapa dengan koleksi mobil istrinya di dalam garasi rumah mereka.

Ketiga manusia berbeda generasi itu berkumpul di ruang keluarga sambil menunggu Azan magrib berkumandang. Para pelayan sejak tadi sibuk membuat menu buka puasa untuk tuan rumah mereka.

"Rencana kedepan kamu mau bagiamana?" tanya Aminah kepada Azizah. Kejadian beberapa Minggu yang lalu membuat Azizah menjaga jarak kepada Aminah. Terlalu malas berinteraksi. Azizah menatap Aminah lekat, rasa kecewa nya belum sembuh

"Belum tau Ma," jawab Azizah

"Kenapa belum? Tidak terasa sebentar lagi kamu lulus, Mama dan Papa berharap kamu bisa menentukan langkah mu kedepan sayang," ujar Aminah

"Nanti Ziza pikirkan. Kalau begitu aku mau ke kamar dulu," pamit Azizah, memilih tidur sebentar sambil menunggu Azan magrib dari pada meladeni Mamanya

"Jangan tidur, sebentar lagi Azan magrib berbunyi," pesan Aminah namun tidak di tanggapi oleh Azizah.

"Dia sama keras kepalanya dengan mu, Mama sampai kehabisan cara supaya dia bisa melembut," tutur Aminah

"Begitulah keturunan ku. Tadi dia memohon agar tidak secepat itu ke China, dan untuk pertama kalinya aku menyetujui itu keinginannya. Melanggar keputusan yang ku buat,"  ungkap Hamzah

Ini pertama kalinya bagi Aminah mengetahui jika suaminya yang di kenal setia dengan pendiriannya tiba-tiba melanggar sendiri pendiriannya, sungguh sebuah keajaiban

"Papa ternyata bisa goyah juga; tapi menurutku keputusan yang papa ambil itu benar, bagiamana juga dia terlalu muda untuk kita biarkan ke luar negri sendiri,"

"Itu bukan semata-mata aku luluh, namun dia berjanji sendiri; setelah lulus akan ke China tanpa ada pemberontakan dari dirinya," jelas Hamzah.

Aminah hanya diam, keadaan ruangan menjadi tenang. Tidak di pungkiri jika sosok Hamzah begitu tegas dalam mendidik. Tidak hanya itu, Hamzah sangat mengatur pergaulan keluarganya. Menjadi kepala keluarga yang tegas membuat Aminah seringkali takut. Meski sering keluar kota dan tidak stay dirumah, bukan berati Hamzah tidak mengetahui aktifitas di dalam rumah mewah tersebut, begitu banyak mata-mata Hamzah.

Terlahir di keluarga pemilik perusahaan kelas atas dibidang properti, membuat Azizah seringkali mendapati beberapa Bodyguard Papanya mengitu dirinya. Keamanan adalah nomor satu untuk keluarga Hamzah. Sudah tidak bisa di pungkiri jika para mengusahakan kelas atas memiliki banyak saingan. Banyak dari mereka memilih melakukan perbuatan mengejikan untuk menghancurkan para saingan mereka.

~o0o~

Meja makan seharga ratusan juta di penuhi menu makanan buka puasa malam ini. Keluarga Hamzah berbuka puasa dengan hikmat bersama-sama
dimeja makan tersebut. Ketiga manusia itu menikmati berbagai macam makanan, tidak lupa buah-buahan turut adil terdapat disana

"Papa mau apa lagi?" tanya Aminah, siap mengambil menu makanan yang diinginkan Suaminya

"Sudah cukup, Papa sudah kenyang," jawab Hamzah, lalu beranjak dari duduknya menuju ruang keluarga.

"Ziza? Mau tambah?" Aminah kembali melemparkan pertanyaan kepada Azizah. Mendapati sedang di tanya, Azizah hanya menggelang, kerena terlalu kenyang jika harus menambah lagi

"Yasudah, Mama ke Papa dulu. Setelah makan langsung bersih-besih," pesan Aminah

"Iyaa," balas Azizah.

Azan Isyah berkomnadang, menandakan sebentar lagi akan masuk waktu sholat Isyah. Keluarga Azizah memilih Sholah berjamaah dirumah saja, terlalu jauh jika harus ke masjid komplek. Mereka melaksanakan Sholeh Isyah dan dilanjutkan teraweh berjamaah.

Pukul sembilan malam, keluarga itu telah selesai melaksanakan kewajiban. Hamzah dan Aminah memilih istirahat di dalam kamar, sedangkan Azizah masih sibuk bermain handphone di ruang keluarga

Gadis itu sedang bermain game, terlalu asik hingga tidak menyadari waktu telah menunjukkan pukul sebelas malam. Begini lah Azizah, terlalu fokus sampai lupa waktu. Hal tersebut kadang membuat kedua orang tuanya marah

"Aduh nggak kerasa sudah tengah malam, gini nih kalau keasikan. Kalau Papa tau bisa berabe," Azizah beranjak dari duduknya lalu menuju kamar untuk istirahat

Dear Anugraha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang