➳➳➳➳
Pada saat Kyai Ahmad sedang sibuk menyadarkan Salim, pintu masjid kembali terbuka, seketika pandangan langsung kearah pintu, orang-orang disana panik melihat siapa yang akan masuk kedalam masjid. Saat pintu terbuka menampakkan Gus Afkar beserta para ustaz, beberapa ustaz memapah Abdul, ada pula ustazah membantu Bunga jalan masuk ke dalam masjid, semua bernafas legah. Azizah langsung berlari ke pelukan suaminya. Rasa aman tidak akan pernah ia dapat jika tidak di samping suaminya.
Gus Afkar membalas pelukan istrinya itu sambil mencium kening Istrinya setelah pelukan itu terlepas, "bagaimana keadaan kamu sayang? Ada yang sakit?" bisik Gus afkar, ia terus menggenggam tangan istrinya
"Tidak ada Aa, semua baik." Gus Afkar mengangguk, ia tau pasti istrinya begitu lelah, tapi bagiamana juga keadaan sekarang sedang tidak baik-baik saja. Sepertinya malam ini semua orang harus menginap di masjid, bukan mereka takut akan di ganggu kembali, hanya saja lebih baik berkumpul bersama agar lebih mudah saling menolong. Disisi lain Salim masih saja meraung-raung ingin di bebaskan, sudah hampir tujuh ustaz memegang Salim agar tidak banyak gerak, tapi entah mengapa tenaga bocah itu sangat besar.
Gus Afkar terus memantau, ingin membantu tapi sepertinya istrinya lebih butuh dirinya. Umi Adibah meminta para santri terus berdoa, jangan sampai ada pikiran kosong.
"Jangan sampai pikiran anak-anak ku sekalian kosong, perbanyak doa. Ingat Allah," teriak Umi Adibah agar semua santri mendengar. Apa yang terjadi malam ini bukan hal berulang kali, ini baru saja terjadi selama pondok pesantren ini dibangun, maka Umi Adibah dibuat bingung mengapa semua terjadi. Pukul 00.12 Salim telah berhenti keserupan, para Ustaz yang memengang Salim merasa kecapean.
"Abah, sepertinya kita harus menginap disini," ujar Gus Afkar, ini lebih baik dari pada kita kembali malam ini
Kyai Ahmad melihat keadaan, para santri sepertinya begitu kelelahan. Jika menyetujui saran Putranya itu dapat memantau jika ada mencurigakan. persoalan santriwati dan Santriwan akan tidur bersama itu tidak akan terjadi, terdapat pembatas besi, maka dipastikan aman.
"Baik, Abah serahkan kepada kamu Afkar, usahakan yang perempuan itu di tempatkan yang minim akses orang lain dapat melihat mereka," pesan kyai Ahmad.
"Iya Abah, itu pasti." Gus Afkar pergi untuk menyusun tempat mereka akan tidur bersama di masjid. Gus Afkar menyampaikan pesan Abahnya kepada para ustazah. Setelah menyampaikan itu, para ustazah dengan cepat mengusun semuanya. Tiba lah waktu istirahat mereka semua, santriwati di tempatkan dibagian kanan di masjid, sedangkan santriwan di sebelah kiri, dimana akses pintu keluar terdapat disana. Jika semua para santri telah tidur, Ustaz dan ustazah berusaha tetap terjaga, begitu juga Umi Adibah dan Kyai Ahmad, mereka semua berusaha menjaga santri itu agar aman.
Gus Afkar kini tengah menisurkan Azizah di pahanya, mereka berdua berada di tengah-tengah perbatasan, dimana terdapat spes untuk para ustaz dan Ustazah serta yang lain selain santri ingin istirahat. Azizah terpaksa harus tidur akibat permohonan suaminya, sebenarnya ia ingin ikut terjaga, tapi Gus Afkar menolak tegas.
Tidak lama Azizah telah terlelap, sedikit elusan di kepalanya itu sudah dapat membuat dia tertidur. Umi Adibah melihat menantunya telah tidur merasa legah, ia kasihan karena di situasi hamil begini menantunya malah mendapatkan musibah begini.
"Umi, tadi sebelum magrib Istri ku sudah makan kan?" tanya Gus Afkar
"Setau Umi sudah ya, Umi lupa juga. Kan setelah Ashar ini Umi sibuk urus persiapan di masjid." Betul, sejak setelah sholat Ashar tadi Umi Adibah lebih banyak menghabiskan waktu di masjid, hingga tidak mengingat apakah telah mengajak menantunya makan atau belum. Sedangkan Gus Afkar di jam-jam itu juga sedang berbicara dengan para ustaz agar persiapan acara malam ini berjalan lancar. Kejadian kali ini di luar prediksi mereka. Pandagann Gus Afkar terus ke istrinya, menatap wajah teduh tertutup cadar sedang terlelap, Gus Afkar merasa bersalah tidak dapat memberikan ketenangan untuk keadaan istrinya kali ini. Seharusnya ia menyetujui jika tidak perlu pulang ke pesantren
"Aa minta maaf ya sayang, maaf Aa bikin kamu semakin terbebani," bisik Gus Afkar, tangan besar nya megelus perut Istrinya.
Jam terus berputar hingga masuk waktu sholat tahajjud, masing-masing santri telah bersiap-siap melaksanakan ibadah rutin mereka di waktu sepertiga pagi. Keadaan masjid kembali ramai oleh orang-orang beribadah kepada Allah SWT. Azizah turut bangun dan ikut melaksanakan sholat Tahajjud disana. Setelah selesai semua orang kembali membaca Al-Qur'an sambil menunggu waktu subuh. Keadaan dua santri yang sempat keserupan berangsur-angsur baik. Hanya saja mereka memilih istrihata lebih lama, mereka tetap shalat tahajjud namun tidak ikut membaca ayat suci Al-Qur'an. Salim sejak awal sadar dari keserupan langsung diberikan pertolongan pertama, luka di tubuhnya cepat mungkin di obati.
Pihak pesantren akan membawa Salim ke dokter pagi ini, untuk melihat bagaimana kondisi kepala Salom yang menabrak pintu masjid yang terbuat dari besi.
"Bagiamana kondisi kamu sayang?" Suara berat Gus Afkar mengangetkan Azizah yang tadi terdiam melamun
"Hm? B-baik Aa. Ziza nggak kenapa-napa," gugup Azizah
"Alhamdulillah." Mereka berdua duduk berhadapan, Gus Afkar meminta agar istrinya itu menyandarian tubuhnya di dada bidangnya, Gus Afkar tau kalau istrinya itu masih mengantuk, hanya saja malu mengakuinya. Dengan keduanya duduk sila dan saling berhadapan membuat Azizah dapat tidur di dada suaminya tanpa banyak orang tau, karena terhalang badan tegak suaminya.
Azizah kembali tidur, sulit sekali meminta matanya tetap terjaga, Azizah sendiri tidak tau kenapa.
~o0o~
Tepat pada hari kamis, pemakaman Aila, Zahra dan Zaka berlangsung, mereka semua di makam kan di satu tempat pemakaman umum. Raisa, Mommy dari Zaka terus menangis di depan gundukan tanah yang telah ada mayat Zaka di dalamnya. Anugraha ikut hadir bersama orang tua nya, mereka turut berbelasungkawa atas kepergian Zaka. Baru saja rasanya Anugraha meminta tanda tangan surat perceraian mereka, sekarang Zaka telah tiada dengan cara tragis.
Kekuarga Zahra dan Aila juga ada disana, mereka menangis meratapi kepergian anak-anak mereka, Bunda Aila sampai pingsan disana. Di balik kaca mata hitam yang digunakan Anugraha, ada rasa sedih setelah kehilangan sahabat-sahabat Azizah. Ia tidak dapat membayangkan bagiamana jika Azizah mengetahui semua ini, ia yakin Azizah akan merasa begitu bersalah.
Setiap orang hadir disana antri membacakan doa almarhum, kini tiba lah giliran Anugraha, kaki Anugraha mulai mendekat, saat tiba di dekat gundukan tanah itu, Anugraha jongkok lalu menatap gundukan tanah dengan sebuah batu tertulis nama panjang mantan istrinya, yaitu Zaka. Lama Anugraha menatap nama itu, memory mereka bersama terputar, bagiamana ia berperilaku terdapat almarhum pada saat masih hidup dengan dirinya. Tangan besar Anugraha mulai mengusap nisan itu, membersihkan dari tanah merah yang masih basah, Anugraha menoleh ke samping lalu mengambil sebuah bunga matahari tadi ia bawa. Bunga itu Anugraha keteakkan tepat di depan nisan, menidurkan posisi bunga matahari seger itu.
"Zaka, saya berikan bunga matahari ini sebagai permintaan maaf saya selama kamu hidup bersama saya. Semoga kamu tenang disana, segala dosa mu segera di ampuni oleh tuhan." batin Anugraha lalu mengirimkan al-fatiha.
Anugraha kembali berdiri dan berjalan kearah Raisa, terlihat wanita paruh baya itu begitu frustasi, keadaan wanita itu sedang sakit. Begitu memprihatinkan.
"Mommy, saya ikut sedih atas kepergian Zaka. Bagiamana pun perilaku Zaka pada saat menjadi istri
Saya, sudah saya maafkan. Mommy harus kuat," ucap Anugraha lalu memeluk Raisa. Wanita itu kembali menangis di pelukan mantan menantunya. Orang tau Anugraha ikut menangis melihat itu, situasi ini begitu menyedihkan bagi Raisa."Terimakasih nak, Mommy minta maaf atas nama Zaka. Anak itu sudah banyak menyakiti mu," lirih Raisa, kembali memeluk Anugraha. Setelah semua selesai, keluarga Anugraha pamit pulang.
➳➳➳➳
INGIN MENYERAH?
MAAF JIKA BANYAK KATA YANG TYPO
JANGAN LUPA VOTE🗳️
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Anugraha
Novela JuvenilTerpikat pada senyum manis miliknya kemudian terkunci dalam binar hangat tatapannya adalah awal bagi Azizah untuk menyadari rasa suka yang menjalar liar dalam dirinya kepada Anugraha, satu dari sekian banyak siswa di sekolahnya. Perasaan manis yang...