76. Masa Lalu Kiba

465 54 2
                                    

Happy Reading
.
.

Kiba masuk ke dalam rumah dengan lesu. Tsuma yang sudah menunggu kepulangan anaknya segera menghampiri.

"Bagaimana, Nak?" tanya wanita paruh baya itu.

"Apa Ibu tidak memberitahu Hinata kalau untuk menjadi ibunya Kei, dia harus menikah denganku?" Kiba menatap datar pada wanita yang telah melahirkannya itu. Bukannya kesal, ia hanya kecewa dan malu atas lamarannya yang telah ditolak mentah-mentah oleh Hinata.

Tsuma tertunduk. "Maafkan ibu, Nak. Ibu pikir akan lebih baik jika kau yang mengatakannya langsung pada Hinata."

Kiba menyentak napas kasar. "Dia menolakku, Bu."

Setelah mengatakannya, pria itu berlalu masuk ke dalam kamar.

Tsuma menatap iba punggung tegap sang anak yang perlahan menjauh. Ia tak menyangka jika Hinata akan menolak lamaran Kiba. Salahnya juga yang tidak memberitahukan mengenai itu sebelumnya. Sekarang entah apa yang harus ia lakukan. Padahal tadi ia sudah sesumbar mengatakan pada Kei jika Hinata akan jadi mamanya dan tinggal bersama mereka. Bagaimana kalau besok anak itu menagihnya? Wanita tua itu jadi pusing sendiri.

.

Hinata menatap Ryuga yang tertidur lelap di sampingnya. Entah kenapa setiap melihat bayi itu, ia jadi teringat Gaara. Padahal ayah kandung Ryuga adalah Sasori bukan Gaara.

"Kenapa aku tidak bisa melupakanmu, Gaara? Walau sudah berkali-kali kau menolakku, tapi hati ini masih menginginkan dirimu," gumamnya dengan hati pedih.

Wanita itu mengusap kening Ryuga yang berpeluh. "Pada akhirnya ibu tetap tidak bisa memberikan seorang ayah padamu, Nak." Air mata Hinata menitik. Ia merasa kasihan pada anaknya yang tidak bisa hidup bersama dengan Sasori karena ayah kandungnya itu sudah menikah dengan wanita pilihannya dan akan memiliki anak. Selain itu, Hinata juga menyayangkan bahwa Gaara tidak bisa menjadi ayah bagi Ryuga. Pria itu tetap berstatus sebagai seorang paman, walau Ryuga memanggilnya dengan sebutan ayah sekalipun.

Tiba-tiba Hinata mengingat momen di mana Kiba memintanya untuk menjadi ibu Kei sekaligus menjadi istri bagi pria itu. Apakah dirinya terlalu sombong hingga dengan tak berperasaan menolak lamaran pria itu. "Ya Tuhan, apa yang harus ku lakukan?"

Malam itu mata Hinata sulit terpejam. Ia sibuk memikirkan bagaimana kehidupannya dan Ryuga ke depan. Apakah selamanya mereka hanya akan hidup berdua? Tidakkah dirinya menjadi ibu yang paling egois jika tak pernah menghadirkan sosok ayah bagi Ryuga karena terlalu terobsesi pada pria yang tak menginginkannya.

"Ryu sayang. Ibu harus apa, Nak?"

.

Di tempat lain, Kiba juga tidak bisa tidur. Malam ini ia sungguh gelisah hingga matanya tak bisa terpejam. Perlahan ia bangkit dari berbaringnya, lantas berjalan ke luar menuju kamar sang putri.

Wajah Kiba berubah sendu melihat anaknya tidur meirngkuk di atas tempat tidur seorang diri. Semenjak kecil, Kei tidak pernah merasakan bagaimana rasanya tidur dalam pelukan seorang ibu. Sungguh malang sekali nasibnya.

Kiba berjalan menghampiri dan naik ke ranjang Kei yang cukup besar. Ia memperbaiki letak selimut putrinya yang sudah tak beraturan.

"Kei, maafkan papa ya. Setelah membuatmu kecewa sekian lama, kini kau harus merasakan kecewa lagi. Tante cantikmu menolak papa, Nak. Dia tidak bisa menjadi ibumu." Dirapikannya rambut Kei yang menutupi wajah.

Melihat wajah Kei, mengingatkan Kiba pada mendiang istrinya. "Sara, mungkin kau akan marah padaku karena telah membuat putrimu bersedih..." gumamnya.

Mata Kiba melirik sebuah figura foto yang berdiri di atas nakas. Itu adalah foto pernikahannya dengan ibunya Kei, yang bernama Sara. Di sana wajahnya terlihat sangat menyebalkan, tiada senyum seperti pasangan berbahagia lainnya. Pernah sekali Kei memarahinya karena tidak tersenyum saat berfoto bersama ibunya kala itu. Hampir semua foto yang bersama dengan ibunya Kei, Kiba tak pernah tersenyum. Selalu menampilkan raut muka datar dan dingin. Pantas kalau putrinya itu sangat marah.

Sara, dia adalah seorang gadis manis yang sangat lugu. Dia dibesarkan di sebuah panti asuhan yang ada di kota mereka. Kebaikan, keramahan dan kesopanan gadis itu telah membuat Tsuma dan suaminya yang merupakan donatur tetap untuk panti itu, menjadi jatuh hati, hingga memutuskan untuk menjodohkan gadis itu dengan Kiba. Awalnya Kiba menolak menikah dengan Sara karena dirinya masih belum bisa move on dari wanita pertamanya, namun dengan segala paksaan kedua orang tuanya, akhirnya Kiba pasrah dan menurut.

Di bulan pertama pernikahan mereka, Kiba sama sekali tidak menganggap kehadiran istrinya, Sara. Ia masih belum bisa melupakan wanita masa lalunya, sampai mengabaikan hak dan kewajiban yang seharusnya di dapatkan oleh Sara. Tsuma yang menyadari hal itu hanya bisa menguatkan menantunya agar tidak menyerah. Dia juga tak lupa menasehati sang putra agar berubah dan mulai menerima Sara sebagai istrinya.

Di bulan keempat, Kiba yang tak sengaja melihat Sara keluar dari kamar mandi hanya dengan menggunakan handuk yang melilit tubuh sampai sebatas paha, tidak dapat lagi menahan hasrat kelaki-lakiaanya. Malam itu mereka melakukan hubungan suami istri yang sesungguhnya. Sejak saat itu, Kiba merasa tubuh istrinya seperti candu, ia sering kali meminta Sara melayaninya. Dan sebagai istri yang baik, Sara menuruti semua permintaan suaminya. Perlahan... hubungan sepasang suami istri menghangat, sikap dingin Kiba mulai mencair. Hal itu bisa terjadi karena Sara merupakan seorang istri yang baik, penurut, pengertian dan sangat tulus hingga Kiba merasa nyaman.

Dua bulan kemudian, Sara dinyatakan hamil. Semua anggota keluarga bahagia mendengarnya, tak terkecuali Kiba. Sebentar lagi ia akan menjadi ayah, dan rasanya sudah tidak sabar untuk menunggu kelahiran bayi mereka. Sebelum ini, Kiba juga pernah merasakan hal yang sama, tapi itu tak berlangsung lama.

Semenjak kehamilan Sara, Kiba menjadi semakin protektif. Perlahan rasa cinta untuk sang istri tumbuh di hatinya. Mereka melewati masa-masa kehamilan itu dengan bahagia. Sampai di suatu hari, Tsuma menjerit saat menemukan Sara jatuh di kamar mandi dengan genangan darah membasahi lantai.

Kiba langsung menuju rumah sakit begitu mendapatkan kabar jatuhnya Sara. Nyawa pria itu seakan dicabut paksa dari raga ketika dokter menyatakan jika Sara kritis karena pendarahan hebat. Istrinya itu telah berhasil melahirkan bayi berjenis kelamin perempuan, sangat cantik, wajahnya perpaduan antara Sara dan Kiba. Pria itu memberi nama putrinya, Inuzuka Kei.

Hanya semalam bertahan, keesokan harinya Kiba harus berduka karena Sara memilih menyerah pada kondisinya. Pria itu benar-benar terpuruk hingga empat setengah tahun berlalu, ia tak mencari pengganti mendiang sang istri.

"Sara... aku sangat merindukanmu," lirih Kiba. Tak terasa wajahnya sudah dibanjiri air mata saat harus mengenang masa lalunya yang begitu menyakitkan.

Bersambung


Jangan lupa Follow, Vote & Comment🙏🏻
Terima kasih sudah baca😊

Love AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang