39. Such a Coward

1.3K 215 25
                                    

Happy Reading
.
.

"Baiklah. KITA CERAI!"

Keputusan sepihak Sasuke untuk bercerai membuat tubuh Sakura jatuh tak berdaya di atas lantai yang dingin. Wajah wanita itu pucat pasi karena aliran darahnya terasa berhenti mengalir.

"Secepatnya akan ku urus surat gugatan cerai untukmu." Sasuke yang hendak meninggalkan kamar ditahan oleh Sakura. Wanita yang sebentar lagi akan menjadi mantan istrinya itu, memeluk kaki Sasuke seraya meraung.

"Tidak. Jangan ceraikan aku Sasuke. Aku mohon, maafkan aku. Beri aku satu kesempatan, tidak akan ku ulangi lagi kesalahan ini," jerit Sakura memohon.

Sasuke memandang rendah Sakura yang bersimpuh di kakinya. Tidak ada rasa iba dalam hati Sasuke melihat wanita yang telah dinikahinya lebih dari tiga tahun itu menangis, memohon belas kasihnya.

"Kesempatan yang ku beri waktu itu adalah yang terakhir dan tak akan ada kesempatan lainnya. Kau sudah berulang kali melakukan kesalahan dan kali ini tidak termaafkan," jelas Sasuke. Hatinya sakit mengingat semua kesalahan Sakura. Walau cintanya pada wanita itu telah habis terkikis masa, tapi kenangan yang terukir di dalamnya tidak bisa dilupakan begitu saja.

"Semoga dengan perpisahan ini kita bisa menemukan kebahagiaan masing-masing."

"Tidak. Aku tidak mau, Sasuke. Aku sedang hamil dan kau tidak bisa menceraikanku."

Sasuke tertawa mendengar perkataan Sakura. "Justru karena kau sedang hamil itulah, kita harus bercerai. Anak itu bukan milikku, bukan hak dan kewajibanku. Jadi, mintalah pada selingkuhanmu itu pertanggung jawaban."

Sakura tercenung memikirkan ucapan Sasuke. Ia tidak tahu langkah apa yang harus diambil selanjutnya. Jika saja Sasori mau bertanggung jawab, maka Sakura tentu tidak akan mengemis seperti ini pada calon mantan suaminya itu.

"Kenapa? Pria itu tidak mau bertanggung jawab?" ejek Sasuke.

Sakura menunduk malu, bayangkan saja, betapa bodohnya ia karena telah berselingkuh dengan pria brengsek seperti Sasori dan menyia-nyiakan suami sempurna seperti Sasuke. Dalam lubuk hati terdalamnya, Sakura sangat menyesal, tapi apa mau dikata, nasi telah menjadi bubur. Sekarang, apa yang mesti ia lakukan.

Melihat keadaan Sakura yang tak berdaya, timbul sedikit rasa kasihan di hati Sasuke. Bagaimana pun juga mereka pernah hidup bersama, Sasuke tak mungkin membiarkan Sakura menderita seorang diri.

"Aku akan membantumu."

Sakura mengangkat kepalanya, ia melihat Sasuke mengambil ponsel miliknya yang terletak di atas nakas. "Sasuke, apa yang akan kau lakukan?" Sakura berdiri untuk merampas ponselnya dari tangan Sasuke, tapi sia-sia karena pria Uchiha itu bisa mengelak dengan gesit.

"Apa nama kontak pria itu di ponselmu?" tanya Sasuke dengan jemari sibuk bermain di layar.

"Untuk apa? Apa yang mau kau lakukan?" Sakura yang kembali ingin merebut ponselnya, dengan mudah digagalkan oleh Sasuke.

"Bisa diam tidak!" bentak Sasuke sontak membuat Sakura mematung di tempat.

"Ah, ketemu." Setelah menemukan kontak dengan nama Akasuna Sasori, Sasuke langsung mengetuk ikon pesan. "Wow..." sorak Sasuke, takjub.

Lihatlah! Betapa banyaknya pesan mesra yang ia temukan di dalam ponsel Sakura. "Sudah berapa lama kau berhubungan dengan pria itu?" tanya Sasuke.

"E-empat bulan," cicit Sakura.

Ternyata sudah selama itu ia dikhianati, tentu Sasuke merasa terluka harga dirinya sebagai seorang suami. Namun, lukanya tidak terlalu dalam karena pada kenyataannya ia juga melakukan hal yang sama. Jika Sakura, hati dan tubuhnya yang berkhianat, lain halnya dengan Sasuke, hatinya telah lebih dulu berkhianat karena jatuh cinta pada wanita lain.

[Temui aku di cafe xx malam ini, penting]

Setelah mengirimkan pesan, Sasuke meminta Sakura untuk berganti pakaian.

"Kita mau kemana?" tanya Sakura.

"Ganti saja bajumu, jangan banyak tanya!"

Dibentak untuk yang kesekian kalinya, membuat Sakura hanya bisa menurut apa yang diperintahkan Sasuke.

.

Sasori baru saja keluar dari kamar mandi saat ponselnya berdenting tanda ada pesan yang masuk.

"Untuk apa Sakura mengajak bertemu malam ini, apa ia sudah merindukan 'kesayangannya' ini?" Sasori tersenyum mesum. Ia tidak tahu, jika pesan itu Sasukelah yang mengirimnya.

Bergegas pria itu berganti pakaian demi menemui Sakura, si 'penghangat ranjangnya'. Malam ini terasa sedikit dingin, dengan bergulat di ranjang, ia berharap suhu yang dingin bisa menjadi panas membara.

Sampai di cafe yang disebutkan, Sasori langsung menuju meja di mana Sakura terlihat duduk seorang diri.

"Hei, Baby." Pria itu mencium pipi Sakura sekilas baru setelah itu duduk.

Sasori mengernyit heran melihat wajah pucat kekasih gelapnya. "Ada apa? Apa kau sakit?" tanyanya.

Sakura menggeleng, ia tidak sakit, tapi takut karena Sasuke sudah berdiri tepat di belakang Sasori, menatap tajam dirinya.

"Sa-sasori."

Sakura mulai bicara, di perjalanan tadi, Sasuke sudah merancang kata-kata yang harus Sakura ucapkan bila bertemu Sasori.

"Yes, Baby?"

"Aku... aku mau kau bertanggungjawab atas kehamilanku ini," pinta Sakura.

Sasori menghela napas kesal. "Bukankah kita sudah membicarakan hal ini sebelumnya?"

"Iya, tapi Sasuke tahu tentang hubungan kita."

"Apa!? Bagaimana bisa?" Sasori memekik tak percaya.

"Aku tidak mau tahu, kau harus bertanggung jawab. Janin yang tumbuh dalam perutku ini adalah benihmu," desak Sakura.

"Sudahku bilang aku tidak bisa. Kau itu istri orang, bagaimana mungkin aku bertanggung jawab pada istri orang." Sasori mengelak, ia adalah tipe pria bebas yang hobi bersenang-senang. Tidak ingin terikat apalagi dengan kehadiran seorang anak.

"Kau tenang saja, aku akan segera menceraikan Sakura, lalu kau bisa bertanggung jawab."

Deg

Sasori terperanjat saat mendengar suara dingin di belakangnya, bulu kuduknya sempat berdiri begitu merasakan kehadiran orang itu. "Kau!?" Tunjuknya kaget begitu melihat kemunculan Sasuke yang langsung mengambil tempat duduk di dekatnya.

"Kau harus bertanggungjawab atas bayi yang dikandung oleh Sakura," ucap tegas Sasuke.

"Aku tidak bisa," sahut Sasori cepat.

"Kenapa?" tanya Sasuke heran.

Sementara Sakura hanya bisa diam menunduk menunggu hasil dari pertemuan ini. Akan kemanakah dirinya nanti, tetap bersama Sasuke (tidak mungkin) atau bersama Sasori, ayah dari bayinya.

"Aku ini pria bebas, tidak ingin terikat dengan yang namanya wanita apalagi anak. Jadi maaf saja, aku tidak bisa."

"Brengsek!" Sasuke geram dan langsung menonjok wajah Sasori. Pria bejat itu jatuh terjengkang dari kursinya. "

Untung saja cafe saat itu telah sepi, jadi tak banyak yang menyaksikan kejadian tersebut.

"Aku tidak mau tahu, pokoknya kau harus bertanggung jawab pada Sakura dan bayinya. Jika tidak, kau akan berurusan denganku. Dasar pecundang!" Sasuke menendang tubuh Sasori sebelum pergi meninggalkan cafe.

"Sasuke, tunggu aku!" Sakura tidak mempedulikan Sasori yang masih tergeletak di lantai, ia justru berlari mengejar Sasuke.

"Kau urus selingkuhanmu itu. Jangan kembali lagi ke rumah, semua barangmu akan ku kemas dan kirimkan ke rumah pecundang itu!" putus Sasuke.

"Baiklah..." Sakura terpaksa menerima keputusan itu dengan berat hati.

BERSAMBUNG

Jangan lup, Vote, Comment dan Follow
Terima kasih sudah membaca 🙏🏻😊

Love AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang