74. Lamaran Terselubung

550 75 6
                                    

Happy Reading
.


.


Di sebuah cafe, duduk dua orang wanita cantik berbeda usia.

"Terima kasih, Nak. Kau sudah mau memenuhi permintaan ibu untuk bertemu," ucap wanita tua yang tak lain adalah Tsuma-ibunya Kiba.

"Iya, Bu. Lagi pula di rumah saya tidak punya pekerjaan, jadi memiliki waktu luang yang cukup banyak." Sebenarnya Hinata punya pekerjaan yaitu berjualan online, cuma dia baru saja merintis usahanya itu dan belum terlalu sibuk.

"Oh, ya. Anakmu sudah bisa apa?" Tsuma kembali membuka obrolan. Dia tidak ingin buru-buru untuk mengatakan maksud sebenarnya dari pertemuan di siang hari ini.

Hinata menunduk dan memperhatikan putranya yang sedang memakan biskuit bayi di pangkuan. Wanita itu tersenyum melihat betapa lahapnya Ryuga makan sampai mulut dan pipinya berlepotan. Beberapa detik kemudian, ia kembali memandang lawan bicaranya.

"Ryuga sudah bisa berdiri, Bu. Dia juga mulai belajar berjalan sambil berpegangan pada dinding atau tepi perabotan. Selain itu dia sangat suka mengoceh." Hinata menyampaikan perkembangan sang anak dengan perasaan bahagia.

"Hebat ya, Kei saja dulu bisa berjalan ketika berumur 14 bulan, dia sedikit terlambat." Tsuma mengenang kembali masa keemasan cucu kesayangannya.

"Setiap anak perkembangannya berbeda, Bu."

"Iya, kau betul, Nak." Tsuma mengangguk. Wanita itu masih mencari kata untuk mengawali niat hatinya.

"Sudah, sayang? Kita bersihkan dulu mulut dan tanganmu, ya?" Hinata mengambil tisu basah dari dalam tasnya, kemudian membersihkan wajah dan tangan Ryuga yang kotor karena biskuit yang tadi dimakannya.

"Cu..." Setelah wajahnya bersih, bayi itu langsung menunjuk ke arah botol susunya yang ada di atas meja. (Susu)

"Ini, sayang. Hati-hati minumnya, ya!" Hinata memberikam botol berisi susu itu pada Ryuga.

Melihat interaksi hangat antara ibu dan anak itu membuat Tsuma semakin yakin untuk menjadikan Hinata sebagai ibu sambung untuk Kei.

"Nak, sebenarnya ada yang ingin ibu bicarakan padamu." Tak ingin mengulur waktu lagi, Tsuma memutuskan untuk menyampaikan maksud hatinya mengajak Hinata bertemu.

Hinata memerhatikan lawan bicaranya serius, ia merasa penasaran sekaligus was-was. "A-ada apa ya, Bu?"

"Apa kau mau merawat cucuku, Nak?"

"Maksud Ibu, Kei?" tanya Hinata memastikan.

"Ya, Kei adalah cucuku satu-satunya."

Hinata tampak berpikir. "Maksudnya merawat Kei bagaimana ya, Bu? Apa Ibu meminta saya untuk menjadi baby sitternya cucu ibu?"

Tsuma menggeleng. "Bukan baby sitter, tapi merawatnya sebagai seorang ibu."

Deg

"A-apa?" Hinata kaget. "Ibu?" ulangnya tak yakin.

"Iya, ibu mau kau menjadi ibunya Kei." Tsuma meraih sebelah tangan Hinata yang ada di atas meja dan menggenggamnya.

"Ta-tapi kenapa harus saya, Bu? Memangnya mama Kei ke mana?"

Tsuma tertunduk sedih. "Kei sudah kehilangan ibunya sehari setelah ia dilahirkan ke dunia ini."

Deg

Hinata menganga, ia tidak tahu jika ternyata ibunya Kei sudah meninggal. Pantas saja waktu itu Kei memintanya untuk menjadi ibunya.

"Bagaimana, Nak, kau mau, kan?" Tsuma menatap Hinata dengan mata teduh penuh pengharapan.

Love AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang