22. Story

1.3K 191 18
                                    

Happy Reading
.
.


Selama dua jam berputar-putar mencari keberadaan Naruto, Gaara tak kunjung menemukan keberadaan istrinya itu. Mau menelpon pun rasanya tak mungkin, karena tas Naruto beserta ponselnya tinggal di rumah. Pria itu pasrah, hanya bisa berdo'a semoga istrinya baik-baik saja di mana pun dia berada.

Selanjutnya, Gaara mengemudikan mobilnya ke sebuah rumah kosong, tempat di mana ia menyekap Sai. Seperti permintaan Naruto, Gaara akan membebaskan mantan sahabatnya itu. Berharap dengan dilakukannya ini, Naruto bisa memaafkan sedikit kesalahannya.

Saat masuk ke dalam sebuah ruangan, Gaara bisa melihat jika Sai masih terikat di tempat duduk. Pria berambut hitam legam itu terlihat melamun. Namun, saat mendengar suara langkah kaki mendekat, ia pun mengangkat kepala, melihat siapa yang datang.

Sai mengangkat kedua sudut bibirnya saat melihat keadaan Gaara yang kacau dan lusuh. "Bagaimana keadaanmu?" tanya Sai. Ia penasaran, apakah Ino sudah melaksanakan tugasnya atau belum, tapi melihat wajah yang ditunjukkan Gaara sekarang, Sai yakin jika Ino telah berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik.

"Apa sekarang kau senang?" Gaara tak menjawab pertanyaan Sai sebelumnya, dia malah balik bertanya begitu berdiri di hadapan Sai.

"Senang? Hm... ya, begitulah." Jawaban enteng Sai membuat Gaara tersenyum miris. Dulu Sai menderita karenanya dan sekarang ia lah yang menderita karena ulahnya sendiri.

Gaara mendekat, perlahan dibukanya ikatan yang ada di tangan juga kaki Sai. Setelah itu, diseretnya sebuah bangku dan duduk tepat di samping suami Ino tersebut.

Gaara duduk menumpukan kedua sikunya di paha dengan kedua tangan yang jari-jarinya saling menggenggam. "Apa mereka memperlakukanmu dengan baik?" tanyanya.

Sai yang sibuk mengelus tangannya yang merah bekas terikat, lantas menoleh. Pria itu mendengus sebelum menjawab. "Ya... seperti tawanan lainnya, dengan jatah makan dua kali sehari."

"Maaf-" ucap Gaara. "Maaf untuk kesalahanku di masa lalu dan maaf juga karena aku sudah menyekapmu di sini, hingga membuat istrimu khawatir."

Sai hanya diam, kini akan ia coba untuk mendengarkan semua yang diucapkan oleh sahabat, -ralat mantan sahabatnya itu. Baik itu berupa pembelaan maupun keluh kesah.

"Naruto sudah tahu semuanya."

Sai tetap diam mendengarkan.

"Naruto mengatakan jika dia membenciku. Dia kabur. Aku sudah mencarinya kemana-mana tapi tetap tidak ku temukan."

"Sai!"

"Hn?"

"Apa salah jika aku ingin mengasuh anakku bersama Hinata?" tanya Gaara.

Alis Sai menyatu, kernyitan muncul di keningnya. "Maksudmu? Kau akan hidup bersama dengan dua orang wanita, seperti itu?"

Gaara menggeleng. "Jujur saja, aku tidak punya perasaan apa-apa pada Hinata. Aku hanya peduli pada anakku yang baru saja dilahirkannya. Salahkah bila aku membawa anak itu bersamaku dan mengasuhnya bersama Naruto?"

"SALAH! Tentu saja salah. Pertama, kau salah karena akan memisahkan anak dari ibunya. Kedua, kau salah karena meminta istri sahmu mengasuh anakmu dengan wanita lain. Kau bisa berpikir tidak, sih? Jangan egois!" sungut Sai emosi.

"Kau benar," lirih Gaara.

"Lagi pula, jika kau tidak punya perasaan pada wanita itu, kenapa kau menghamilinya, eh?" sindir Sai.

"Aku khilaf..."

"Khilaf kok sampai hamil, berapa kali kau melakukannya?" Walau pertanyaannya sedikit kurang ajar, tapi Sai ingin tahu jawabannya. Dulu sekali, mereka sering berbagi apapun jadi rasa sungkan itu sudah terbuang jauh.

Love AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang