Suara deru kendaraan saling beradu di jalanan. Orang-orang berlalu-lalang memadati area pejalan kaki. Orang melangkah menaiki dan menuruni bus secara bergantian. Situasi yang penuh sesak dirasakan dalam bus yang siap meninggalkan halte.
Matahari mulai tenggelam meninggalkan semburat jingga yang melukis langit. Sebagian orang yang melangkah akan mendongakan kepala menatap indahnya alam semesta yang tercipta. Sebagian orang lainnya merasa tidak memedulikan keadaan sekitar. Dan sebagian orang lainnya lagi merasa kehidupan ini penuh dengan kegelapan. Bahkan cahaya matahari yang hampir terbenam itu tidak dapat mengubah warna kehidupan yang selama ini menyelimutinya.
Sungai Han yang besar dan tenang itu tampak indah. Ia memantulkan cahaya matahari yang hendak tenggelam dengan sangat memesona. Namun sayangnya, seorang gadis yang tengah memandangi pantulan cahaya itu tidak dapat melihat keindahannya. Ia menatap kabur permukaan air yang tenang dari tempatnya berdiri. Kedua tangannya mencengkeram erat pembatas jembatan yang mengantung di atas Sungai Han tersebut.
Air mata yang terus keluar telah menjadikan mata cantik itu tampak sembab. Sudah dua puluh menit ia menangis di tepi jembatan itu. Orang-orang yang berlalu melintas tidak dapat mendengar suara tangisnya yang teredam oleh kebisingan kendaraan sekitar.
Kehidupan sangat kejam. Mengapa Engkau seperti tidak memberikan ampun? Aku lelah dengan kehidupan ini. Aku membenci kehidupan ini.
Gadis itu menyeka air mata yang telah membasahi wajahnya. Ia menatap sekali lagi pemandangan yang tersaji di hadapannya.
"Wah, dunia seperti tengah mengejekku. Saat aku berniat untuk meninggalkan dunia ini, ia justru tampak begitu berwarna," sarkas gadis itu.
Suara gadis itu yang terdengar serak mengundang perhatian seseorang yang berada tak jauh darinya. Orang yang tengah menikmati senja itu mengernyitkan dahi tatkala mendengar sebuah suara putus asa dari seorang gadis. Ia pun memutuskan untuk melangkah mendekat. Bukannya hendak mencampuri urusan gadis itu, ia hanya ingin memastikan keadaan gadis itu. Belum sempat sampai persis di mana gadis itu berada, pemandangan selanjutnya sontak membuat orang itu terkejut.
Gadis itu melangkah naik ke atas pagar pembatas. Ia membentangkan kedua tangannya lebar-lebar. Ia seperti tengah mempersiapkan tubuhnya untuk terbang bebas bersama angin musim semi. Semilir angin yang berhembus menerbangkan ujung rambut gadis itu. Ia memejamkan kedua matanya.
Satu langkah lagi. Setelah itu, tubuh ini akan menyapa dinginnya air di bawah sana. Air yang begitu dingin hingga menusuk ke dalam tulang.
Saat dirinya telah bersiap untuk mengambil satu langkah maju dan menjatuhkan dirinya, pada saat itu pula terdapat sebuah tangan yang menariknya hingga terjatuh dari pagar pembatas.
Dalam matanya yang terpejam, gadis itu dapat merasakan dua tangan kekar yang mendekap tubuhnya. Ia mulai membuka kedua matanya secara perlahan. Cahaya jingga yang tampak indah itu kembali menyapa pandangannya.
Oh, sial. Rencanaku telah gagal. Aku kembali pada pijakan tanah yang mengerikan ini.
Ia mendongakan kepalanya. Kedua matanya beradu pandangan dengan mata milik seorang pemuda pria yang menyelamatkannya.
Begitu tersadar, gadis itu segera berusaha melepaskan diri dari pelukan pria itu dan mengambil beberapa langkah mundur.
"Apa yang kau lakukan?!" ucap gadis itu tampak marah.
"Seharusnya aku yang bertanya. Apa yang kau lakukan dengan menaiki pagar pembatas itu? Apakah kau mau bunuh diri?" tebak pria itu.
"Jangan pedulikan aku. Kau bisa berpura-pura tidak melihatnya. Tenang saja. Aku tidak akan menuntutmu atau menghantuimu," balas gadis itu. Ia kembali mengambil langkah mendekati pagar pembatas jembatan. Namun, baru beberapa langkah diambilnya, gadis itu kembali di tarik mundur oleh pria tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meeting You | 너를 만나다
Teen FictionSial, seseorang datang dalam hidupku. Seseorang yang tak diundang, tanpa permisi mengetuk pintu yang telah kututup rapat. Ia orang yang selalu menggoyahkan diriku. Apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus mendengarkan perkataan orang itu, bahwa...