Ting!
Suara lonceng di pintu kafe berbunyi. Seseorang melangkah masuk ke dalam kafe yang terletak di pusat Kota Seoul. Aroma wangi kopi yang khas menyeruak ke dalam hidungnya. Ia mengedarkan pandangannya. Saat menemukan sosok yang di carinya, ia pun melangkah mendekat.
"Jung Ha Seok! Maaf karena terlambat. Aku baru saja menyelesaikan konseling dengan pasien," ucap seorang pria yang menarik kursi di hadapan Ha Seok. Pria itu ialah Jung Hae Jin, sahabat masa kecil Ha Seok. Mereka tumbuh bersama dan sempat terpisah saat berusia tujuh tahun. Tak disangka mereka bertemu kembali di universitas yang sama. Jung Hae Jin merupakan seorang psikiater di salah satu rumah sakit di Kota Seoul. Ia juga merupakan salah satu dari tiga orang yang mengenal nama asli Ha Seok, Jung Ha Seok.
"Tidak apa-apa. Aku juga baru saja sampai. Ah, aku sudah memesankan segelas ice americano untukmu," ucap Ha Seok menunjuk dua gelas ice americano di atas meja yang mana satu miliknya dan satu lagi milik temannya.
"Kamsahamnida," balas pria itu seraya meneguk minumannya untuk melepas dahaga.
"Jadi, bagaimana? Apa yang bisa aku bantu?" tanya pria itu kembali.
Ha Seok tampak menegakkan tubuhnya. "Hae Jin-ah. Aku ingin bertanya, bagaimana cara membantu seseorang yang mengidap distimia? Apakah ada hal lain selain menciptakan hari baik untuk orang tersebut?"
"Siapa kali ini? Apakah ia temanmu?"
"Ya, ia temanku. Kami bertemu belum lama ini. Saat itu aku melihatnya hendak bunuh diri di Sungai Han," jelas Ha Seok.
"Apakah kau ingin membantu orang itu?" tanya Hae Jin kembali tanpa membalas pertanyaan awal Ha Seok.
"Ya, aku ingin membantunya."
"Apakah kau ingin membantunya karena masih teringat bayang-bayang di masa lalu?"
Kali ini Ha Seok terdiam. Ia menatap kosong gelas ice americano-nya yang berembun. Bayangan masa lalu itu memang masih kerap menghampirinya. Sekeras apa pun ia menepisnya, kenangan menyakitkan itu terus kembali.
Pria itu menggelengkan kepalanya. "Aku benar-benar ingin membantunya. Tolong beritahu apa yang harus aku lakukan," pinta Ha Seok.
Temannya itu tampak menarik napas sejenak. "Baiklah, aku akan memberitahumu. Namun, sebelum itu. Aku berharap kau tidak melakukan ini karena rasa bersalah di masa lalu," ucap Hae Jin memperingatkan.
Ha Seok menganggukkan kepala untuk meyakinkan.
"Untuk membantu orang yang menderita distima itu tidak mudah. Bahkan prosesnya sangat panjang. Seperti yang telah kau ketahui, gangguan depresi persisten atau distimia adalah bentuk depresi kronis. Distimia itu dapat menyebabkan perasaan sedih dan putus ada terus menerus."
"Penanganan untuk kondisi ini dapat dilakukan dengan cara mengonsumsi obat antidepresan dan melakukan terapi bicara," jelas Hae Jin.
"Apakah terapi bicara itu seperti mengungkapan perasaan dan pikiran?" tanya Ha Seok.
"Iya, itu salah satunya. Kau juga dapat membantunya mengatasi emosi yang dirasakan, mengganti keyakinan negatif dalam dirinya dengan hal yang positif dan menetapkan tujuan yang realistis untuk diri sendiri," ucap Hae Jin.
"Baiklah, aku mengerti."
"Ah! Kau juga dapat melakukan penyesuaian gaya hidup untuk melengkapi perawatan medis dan membantu meringankan gejala tersebut. Misalnya seperti berolahraga, memakan buah-buahan, menghindari alkohol dan menulis sebuah jurnal tentang perasaannya," ucap Hae Jin kembali memberikan rekomendasi untuk meringankan distimia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meeting You | 너를 만나다
Teen FictionSial, seseorang datang dalam hidupku. Seseorang yang tak diundang, tanpa permisi mengetuk pintu yang telah kututup rapat. Ia orang yang selalu menggoyahkan diriku. Apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus mendengarkan perkataan orang itu, bahwa...