Denting sendok yang beradu dengan mangkuk nasi terdengar mengisi suasana. Keluarga Na Hae Jun saat ini tengah menikmati makan malam bersama dalam keheningan. Hae Jun meletakkan sendoknya di atas meja setelah melahap sesuap nasi. Ia menelannya dan meneguk air putih di gelasnya.
"Eun Ji-ya, tolong luangkan waktu pada hari Sabtu pekan depan," ucap pria itu serius.
Eun Ji yang tengah melahap makanannya menghentikan kegiatannya. "Apakah ada suatu acara?"
"Hanya sebuah makan malam."
Gadis yang diminta untuk meluangkan waktu itu mengangguk patuh.
"Kita akan makan malam bersama rekan kerja appa. Mereka merupakan investor penting dalam perusahaan. Kebetulan mereka memiliki seorang putra yang piawai. Kami berencana ingin mengenalkan kalian," ucap Hae Jun menjelaskan acara makan malam tersebut.
"Apakah ini semacam perjodohan?" Eun Ji menatap kedua orang tuanya secara bergantian.
"Kalian hanya berkenalan saja. Jika kalian saling menyukai, mungkin kita dapat melanjutkan ke tahap yang lebih serius," balas Hae Jun menatap putri sambungnya itu.
"Appa, aku masih kuliah. Selain itu, masih ada banyak hal yang ingin aku lakukan."
"Appa mengerti. Untuk itu appa mengatakan jika kita bertemu saja dahulu."
Hye Na meraih tangan putrinya yang berada di sampingnya. "Hanya pertemuan makan malam biasa," ucapnya meyakinkan.
Sementara itu Eun Bi terus melahap makannya tanpa menghiraukan percakapan yang terjadi. Toh, dirinya juga tidak dilibatkan di dalamnya. Selesai menyantap makan malamnya, gadis itu bangkit membawa piring kotornya. Setelah mencucinya, dirinya berlalu memasuki kamar.
Gadis itu duduk di hadapan meja belajarnya. Tanpa ada suara ia duduk diam selama beberapa menit. Pandangannya mengarah pada tumpukan buku kuliahnya. Sebuah buku bersampul merah muda menarik perhatiannya. Ia pun meraih buku tersebut dan membukanya.
Buku ini merupakan sebuah jurnal yang diberikan oleh Ha Seok sebelumnya. Pria itu menuliskan di sebuah catatan kecil agar Eun Bi senantiasa menulis kesehariannya dalam buku tersebut. Dapat dikatakan ini bagian dari terapi supaya gadis itu dapat mengutarakan perasaan yang sesungguhnya.
Sudah beberapa lembar terisi oleh ceritanya. Gadis itu membuka lembar kosong selanjutnya. Ia meraih pulpen dan mulai menuliskannya.
Seoul, April 26th 2022.
Hari ini rumah kembali terasa hidup. Setelah Eun Ji dirawat di rumah sakit, kini ia telah diperbolehkan pulang. Aku menyambut kedatangannya pagi ini dengan membuat toast. Aku mungkin tidak pandai dalam membuatnya, tetapi kurasa itu lumayan. Ia tampak senang menikmati toast yang aku buat.Kegiatanku di kampus pun berjalan dengan baik. Aku sempat berpikir, akankah hari ini semuanya berjalan dengan baik?
Namun, sepertinya semesta belum ingin memberikanku kesempatan itu. Aku memang merasa baik, tetapi dalam hati masih terasa begitu kosong.
Makan malam bersama berjalan dengan tenang. Saat itu, appa memberikan sebuah pengumuman. Sepertinya Eun Ji akan dijodohkan dengan rekan kerja appa. Aku tidak keberatan. Jika pria itu baik dan akan menyayangi Eun Ji dengan tulus, maka aku pun akan menyetujuinya.
Hanya saja, sepertinya appa masih enggan menerimaku. Entah kapan appa akan kembali seperti dulu lagi. Aku merindukan perasaan hangat saat bersama eomma dan appa. Aku berharap eomma akan selalu baik-baik saja di sana.
Saranghae.
Gadis itu menutup buku jurnalnya. Ia menatap sebuah bingkai foto yang selalu berada di atas mejanya. Sebuah foto keluarga kecil mereka yang diambil ketika gadis itu berusia 10 tahun.
"Eomma, bogosipoyo," lirihnya.
Eun Bi pun beranjak menghampiri kasurnya. Ketika hendak memejamkan matanya, sebuah pesan masuk pada ponselnya.
Jung Ha Seok
Apakah kau sudah tidur?Baru saja gadis itu hendak membalasnya, kini panggilan masuk dari Ha Seok terpampang pada layar ponselnya.
"Ne, yeobseyo?" sapa gadis itu.
"Ini aku. Kau belum tidur rupanya."
"Aku hendak tidur saat kau mengirim pesan."
Eun Bi mendengar suara kekehan di seberang telepon.
"Bagaimana dengan harimu?"
"Semua berjalan dengan baik. Kau sendiri?"
"Hah... Cukup melelahkan. Aku menghadiri rapat hari ini. Sepertinya lusa aku akan melakukan perjalanan bisnis."
"Perjalanan bisnis? Kau akan pergi ke mana?"
"Jeju-do."
Ha Seok mengatakan jika ada sebuah bisnis yang perlu diseleaaikannya di Pulau Jeju. Ia harus pergi dan menginap di sana selama tiga hari dua malam. Rasanya pria itu enggan meninggalkan Eun Bi melihat kondisi gadis itu yang masih belum stabil.
"Apakah aku harus pergi?"
"Hm? Tentu saja kau harus pergi. Mereka membutuhkanmu."
Hening. Ha Seok tak mengeluarkan suara dari seberang sana.
"Yeobseyo? Apakah kau masih di sana?" Gadis itu memeriksa panggilan teleponnya yang masih tetap terhubung.
"Aku masih di sini. Jika seandainya kau mencegahku untuk pergi, maka aku tidak akan pergi."
Kali ini Eun Bi yang terdiam. Perasaan dalam dadanya terasa aneh. Ia senang mendengar kabar dari pria itu. Namun, begitu pria itu berkata akan melakukan perjalanan bisnis, entah mengapa ia merasa sedikit sedih. Apakah ia tidak ingin jika pria itu pergi? Jarak dari Seoul ke Pulau Jeju memang tidak dekat. Ia harus dapat menahan perasaannya yang aneh selama tiga hari.
"Eun Bi-ya, kau pasti sudah mengantuk. Maaf karena telah menyita waktumu. Lebih baik kau segera tidur. Jaljayo."
"Eung, jaljayo."
Panggilan itu berakhir. Eun Bi meletakkan kembali ponselnya di atas nakas. Rasa kantuk yang sebelumnya dirasakan seperti menghilang begitu saja.
Gadis itu mengangkat tangan kanannya dan meletakkannya di depan dada. Ia dapat merasakan detak jantungnya.
"Mengapa di sini terasa aneh?"
Setelah terdiam beberapa saat, gadis itu menggelengkan kepalanya kuat-kuat.
"Na Eun Bi, jangan berpikir yang aneh-aneh. Kau hanya mengantuk saat ini. Benar, aku harus tertidur untuk menghilangkan pikiran ini."
Ia pun membaringkan tubuhnya dan menarik selimut hingga lehernya.
Aku pasti sudah benar-benar gila jika berpikir menyukainya.
- To be continue -Yogyakarta | September 5th, 2022.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meeting You | 너를 만나다
Teen FictionSial, seseorang datang dalam hidupku. Seseorang yang tak diundang, tanpa permisi mengetuk pintu yang telah kututup rapat. Ia orang yang selalu menggoyahkan diriku. Apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus mendengarkan perkataan orang itu, bahwa...