Pagi hari, Eun Bi telah siap untuk berangkat ke kampus. Ia buru-buru meraih tas selempang di atas tempat tidurnya. Karena sedikit terlambat dan Ha Seok telah menunggu lama di depan, gadis itu bergegas keluar dari kamar untuk menghampiri Ha Seok di luar. Akibat dari buru-buru itu, gadis itu tidak sengaja menabrak Hae Jun dari arah berlawanan yang membuat kertas-kertas pria itu jatuh berhamburan.
"Astaga! Apakah kau tidak bisa berhati-hati! Appa sudah terlambat untuk meeting pagi ini dan kau semakim memperlambatnya!" keluh pria itu. Ia bergegas merapikan kembali kertas-kertas yang berjatuhan dengan bantuan putri kandungnya itu.
"Mianhae, appa. Aku juga sedang terburu-buru jadi tidak memperhatikan jalanku," balas Eun Bi menyerahkan kertas yang dipungutnya.
"Pagi-pagi sudah bikin kesal saja," ucap Hae Jun melengos pergi meninggalkan gadis itu yang masih terkejut dengan teguran dari Hae Jun tadi.
Eun Bi berusaha menenangkan hatinya. Ia kembali melanjutkan langkahnya keluar dari rumah.
Ha Seok menyambutnya dengan senyuman hangat. Ia membuka pintu penumpang di samping kemudi untuk gadis itu. Lalu dirinya berputar dan masuk di kursi bagian kemudi.
"Maaf karena terlabat. Aku kesiangan bangun tadi," ucap Eun Bi setelah memasang sabuk pengamannya.
"Tidak apa-apa. Kita bergegas sekarang agar tidak semakin terlambat," balas Ha Seok menyalakan mesin mobil. Kendaraan itu pun meluncur membelah jalanan Kota Seoul yang padat di pagi hari.
Setelah berkendara beberapa menit, mereka sampai di Universitas Myungil. Eun Bi bergegas keluar dari mobil setelah berpamitan dengan pria itu.
"Semoga harimu berjalan dengan baik," seru Ha Seok dari dalam mobil sebelum gadis itu menutup pintu.
Eun Bi segera menjajakan kakinya menuju ruang kelas. Saat tengah melangkah di koridor ia bertemu dengan Moon Byeol, pria yang selalu menganggunya.
"Wah, lama tidak bertemu Na Eun Bi! Apakah kau absen karena penyakitmu kambuh?" ucap pria itu yang langsung menghadang gadis itu sehingga membuatnya menghentikan langkah.
Eun Bi yang sedang tidak ingin berdebat pun hanya menjawab sekenanya. "Itu bukan urusanmu."
Saat gadis itu akan kembali mengambil jalan lain, pria itu kembali menghadangnya.
"Kau menjadi lebih berani semenjak ada seseorang yang berdiri di sisimu. Apakah kau yakin orang itu akan terus ada untukmu?"
Kali ini perkataan Moon Byel berhasil menarik antusias gadis itu. Eun Bi menatap Moon Byeol yang tersenyum sinis. Pria itu sedikit membungkuk menjajarkan wajahnya dengan gadis itu.
"Tidak ada orang yang bertahan di sisi orang yang memiliki gangguan mental sepertimu. Ia terlihat begitu peduli kepadamu. Namun, berapa lama lagi ia akan bertahan denganmu? Jika penyakitmu itu kambuh, pasti akan sangat menyulitkannya. Kau hanya bisa merepotkan orang-orang di sekitarmu," bisik Moon Byeol penuh penekanan di hadapan gadis itu.
Eun Bi hanya dapat meneguk ludahnya mendengarkan perkataan pria itu. Ia berpikir jika perkataan Moon Byeol ada benarnya. Apakah Ha Seok akan menjauhinya jika ia semakin menyulitkannya?
"Eun Bi-ya, kau sangat menyulitkan orang lain. Lebih baik jika kau pergi ke rumah sakit atau menemui psikiater. Itu untuk membantu dirimu dan orang lain juga." Moon Byeol kembali menegakkan tubuhnya.
"Mengapa kau mengatakan semua itu? Mengapa kau selalu tampak membenciku?" Eun Bi berkata sembari terus menatap pria itu.
Moon Byeol kembali menampilkan senyum sinisnya. "Aku benci orang yang memiliki gangguan mental sepertimu. Orang sepertimu hanya menyusahkan saja. Tidak ada yang benar-benar menerimamu. Lihatlah sekeliling dan sadarlah," ucap pria itu menekan seluruh perkataannya. Ia kemudian berlalu meninggalkan gadis itu.
Sepeninggalan Moon Byeol, Eun Bi menekan dadanya dan bernapas dengan putus-putus. Ia terasa tercekat mendengar semua perkataan Moon Byeol. Gadis itu merogoh tasnya dan hendak mengeluarkan pil penenangnya. Namun, gerakannya terhenti. Aku harus bisa bertahan tanpa pil itu. Aku tidak boleh memakannya. Aku harus berjuang sendiri.
Gadis itu kembali melangkah menuju ruang kelasnya. Karena kakinya sedikit bergetar, gadis itu pun berjalan dengan sedikit sempoyongan. Ia tidak sengaja menabrak mahasiswa lain dari arah berlawanan.
"AH!" seru mahasiswa yang ditabraknya.
"Kenapa dia? Apakah ia minum di pagi buta?"
"Menyedihkan sekali."
Mahasiswa perempuan itu memandangnya sekilas sembari bergumam dengan teman di sampingnya. Lantas mereka pun pergi meninggalkan Eun Bi. Gadis itu bahkan tidak dapat meminta maaf. Lidahnya terasa kelu untuk berucap. Belum lagi bisikan-bisikan tidak menyenangkan yang kembali di dengarnya.
Pikiran gadis itu kembali kacau. Ia tampak sedikit bergetar. Dengan kekuatan yang masih tersisa, gadis itu berlari pergi. Ruang kelas tidak lagi menjadi tujuannya. Ia membutuhkan sebuah tempat yang tenang untuk menenangkan diri.
***
Danau yang terletak tak jauh dari kampus tampak begitu tenang. Airnya bersih dan permukaannya memantulkan cahaya sinar matahari kala itu. Eun Bi duduk pada salah satu bangku menatap kosong ke arah depan. Deru napasnya yang tercekat telah membaik. Ia mulai dapat bernapas dengan normal.
Mengapa semua kembali seperti ini? Aku telah berlatih untuk sembuh. Semua seakan kembali ke tempat semua.
Saat tengah merenungi dirinya sendiri, gadis itu teringat dengan sosok Ha Seok. Bayangan pria itu yang tersenyum cerah terlukis dalam pikirannya.
Apakah aku hanya menyusahkannya saja? Ia telah bersusah payah membantuku. Namun, pada akhirnya aku masih berlari dan bersembunyi dari segala hal.
Sebuah benda terasa bergetar di saku celananya. Gadis itu meraih benda pipih yang bergetar tersebut. Panggilan dari Ha Seok terpampang jelas pada layar ponselnya. Hembusan napas yang cukup keras keluar dari mulutnya. Dengan berat hati, Eun Bi mematikan layar ponselnya yang berarti menolak panggilan masuk tersebut.
Gadis itu menarik kedua kakinya ke atas tempat duduk dan menyembunyikan wajahnya di balik kedua kakinya.
- To be continue -
Yogyakarta | November 30th, 2022.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meeting You | 너를 만나다
Teen FictionSial, seseorang datang dalam hidupku. Seseorang yang tak diundang, tanpa permisi mengetuk pintu yang telah kututup rapat. Ia orang yang selalu menggoyahkan diriku. Apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus mendengarkan perkataan orang itu, bahwa...