Jangan lupa diVote ya .. Maaciw💚..
.
.
-🐛🐜🐝-
"Udah dong dek, gapapa hey. Masuk ke kelas yuk udah setengah jam loh kita disini. Kaki abang pegal nih." Bujuk Alvaro untuk kesekian kalinya.Arkham masih saja menggeleng, "Enggak abang! T-takut,"
Alvaro menghela napasnya kasar. Terlampau gemas namun juga kesal dengan adiknya ini. Bagaimana tidak kesal, dirinya diajak glosoran di depan kamar mandi. Di ajak duduk di kursi tidak mau, di ajak ke dalam kelas apalagi.
"Yaudah apa mau pulang aja?" Gelengan lagi lagi Alvaro dapatkan.
"Abang capek loh dek, dari tadi kamu nangkring terus dipelukan abang. Mana kaya gembel begini, kalau semisal adek nggak mau ke kelas. Duduk tuh di kursi ya," ucap Alvaro berusaha untuk tetap sabar.
"Ndak abaaang! Enakan disini."
"Kalau gitu biar abang aja yang pindah adek tetap di sini gimana?" Ungkap Alvaro dirinya sudah berusaha untuk meredam rasa kesalnya namun Arkham malah terus saja memancing.
"Enggak abang. Di sini aja," balas Arkham bebal.
"Kalau gitu, abang panggil yang lain dulu ya, adek di sini dulu biar kita bolos sama sama,"
Arkham menggeleng keras, "Mau sama abang."
"Kalau mau sama abang kita pindah, abang capek duduk di sini."
Arkham menatap wajah merah padam milik Alvaro, "Tapi enakan di sini abang."
"TERSERAH! Abang capek, kamu dibaikin malah ngelunjak. Udah dari tadi abang nahan kesal sama tingkahmu. Cuma karena Juan kamu bertingkah berlebihan seperti ini? Jangan karena kamu dekat sama abang kamu bisa berlaku seenaknya! Sabar abang ada batasnya!" Ungkap Alvaro keras.
Alvaro mengangkat Arkham kemudian mendudukannya di samping tempat duduknya tadi. Setelah itu dirinya berlalu dari sana tanpa menyadari Arkham yang bergetar ketakutan.
"A-abang," ujar Arkham lirih, tangannya digunakan untuk memukul keras dadanya. Serangan cemasnya hadir tanpa permisi. Ditambah dengan asma nya yang ikut menyerangnya tanpa ampun.
Sesak, sakit, dan tidak percaya. Orang yang baru saja mengucapkan janji untuk selalu berada di sampingnya, untuk selalu percaya kepada dirinya. Namun dengan mudah mengingkari janji tersebut.
"Sshh, t-tolong ini s-sakit," lirih Arkham, tangannya masih memukul keras dadanya. Arkham benci kepada dirinya yang lemah.
Di saat dirinya sudah berusaha untuk melawan namun kembali di jatuhkan oleh harapan. Rasanya amat sangat menyakitkan.
Sejauh ini, dirinya bersyukur masih mampu untuk menghalau rasa cemas yang terus hadir setiap saat. Namun bila pemicu utamanya sudah hadir bagaimana ia mampu untuk tetap tenang
Arkham sudah berusaha mempertahankan kesadarannya di saat tak ada pasokan udara yang masuk menuju rongga paru parunya. "M-maaf k-kalau A-alkham nyusahin kalian s-semua," lirih Arkham sebelum netra sayu itu perlahan meredup dengan deru napas yang terdengar berat. Total, Arkham kehilangan kesadarannya.
***Alvaro berjalan menuju kelasnya, ada rasa bersalah yang bersarang di benaknya saat dengan lancarnya ia berucap keras kepada sosok yang selama ini ia jaga perasaannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Arkham (END)
Teen Fiction🐋🌱 "Tadi yang katanya suruh sarapan duluan karena sibuk bermain dengan Adul siapa kakak?" Tanya Arlen pada Erza yang sebenarnya sedang menyindir si bungsu "Ertugrul Abang," sahut Erza. "No! Stop panggil adek Eltuglul, adek tidak mau kakak, susahhh...