23. Nadia - Whatever I Want

39 7 1
                                    

Akhir-akhir ini aku sering berandai-andai.

Jika saja sedari awal aku tak menutup mata atas Arion, akan jadi seperti apa hubungan kami hari ini?

Apakah lebih bahagia? Atau justru lebih menyedihkan? Entahlah.

Arion, dengan segala ketidaksempurnaannya, malah menjadikannya sempurna. He's perfect because he's imperfect. Ini mungkin terdengar membingungkan. Namun, begitulah adanya.

Jika dibandingkan dengan saat-saat aku jatuh hati pada Ezra ataupun Mark dulu, aku memandang mereka selayaknya malaikat. Mereka cemerlang, mempesona, indah, hampir tanpa cela. Tak ayal kupandang mereka seakan penghuni langit yang sedang tersesat di bumi, saking cemerlangnya mereka.

Namun, Arion. He's ordinary human being. Dia bagaikan tumpukan koin, yang mana setiap koin terlukis kelebihan di satu sisi, dan kekurangan di sisi lainnya, tak bisa dipisahkan.

Dia ibarat yin dan yang. Hitam dalam putih, putih dalam hitam. Berpadu dalam harmoni. Berkelindan membentuk sinergi.

Kombinasi hitam-putih dalam dirinya membuat dia nampak tidak terlalu tinggi untuk dijangkau, tidak pula terlalu rendah hingga rentan tertendang. Dia bukan malaikat. Bukan pula iblis. Hanya manusia.

Manusia biasa.

Manusia penghuni bumi, yang ajaibnya mampu menghadirkan surga untukku.

Sesuatu yang pernah kuharap akan kudapatkan dari jelmaan penghuni langit, tapi ternyata tidak.

Malah penghuni bumi lah yang memberiku surga.

Haha... Ironis, ya? Semesta kadang memang suka bercanda.

Kau tahu, apa bercandaan semesta lainnya yang tak lucu juga?

Yaitu kabar yang kudengar sekarang.

"Aku udah jadian sama Mark, Nad!" pekik Evelyn antusias. "Kemarin dia nembak aku, dan kuterima. Jadi mulai kemarin, kita resmi pacaran! Aaaaa! Nggak nyangka! Seneng banget!"

Perempuan itu melompat-lompat kecil di sebelahku sembari terus menggenggam satu tanganku dengan dua tangan. Senyum lebar tak henti pudar dari wajah cantiknya.

"Ini PDKT tercepat yang pernah aku alami lho, Nad. Aku sama Mark baru kenal sebulanan, dan sekarang udah jadian. Gila! Seneng banget! Suka banget aku tuh sama cowok sat-set sat-set begitu. Apalagi cowoknya sebaik Mark. Ya ampuuun. Sampai detik ini aku masih nggak nyangka kalo dia udah jadi pacar aku. Ini mimpi bukan sih, Nad? Tolong cubit aku!"

Langsung saja kucubit lengan Evelyn, membuat dirinya memekik kesakitan dan menatapku jengkel. Aku hanya terkekeh geli.

"Tadi katanya minta dicubit?"

"Iya juga, sih. Tapi kan sakiiit."

Sembari terus berbincang-bincang tentang Mark, kami berdua berjalan beriringan menyusuri koridor kampus.

Evelyn tak berhenti berceloteh dengan semangat, sedangkan aku lebih banyak mendengarkan dan merespon sebaik mungkin, walaupun diam-diam bergelung dengan kemelut pikiranku sendiri.

Mark. Lelaki itu sungguh penuh kejutan.

Setelah diam-diam mencium bibirku pada malam Minggu di Jakarta waktu itu, sekarang dia malah menjalin hubungan dengan Evelyn.

Lalu, apa arti ciumannya waktu itu? Apa itu ciuman perpisahan, mengingat sebelumnya kuajak dia melupakan kisah kami dulu? Atau tidak ada arti apa-apa dalam ciuman itu, hanya dorongan hormonalnya saja?

Mark sungguh hutang banyak penjelasan padaku, dan aku tak mau berlama-lama menagihnya.

Aku ingin segera menutup segala keabu-abuan di antara kami, agar langkahku bisa lebih ringan untuk berjalan bersama Arion. Tak mau aku betah-betah ada di zona ambiguitas ini.

FLY TO YOU || (LHC) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang