Sudah lima jam yang lalu Arion pergi dari kamarku. Satu jam setelahnya, kuhabiskan waktu dengan membuang air mata, dan sisanya kugunakan untuk melamun.
Sekarang ini tubuhku serasa tak bertenaga. Lemah rasanya hanya untuk bangkit dari kasur. Sedari tadi, aku hanya bergelung di balik selimut, tak melakukan apa-apa.
Mama dan Papa sempat mengetuk pintu untuk memastikan keadaanku tak lama setelah Arion keluar kamar. Kujawab mereka, bahwa aku baik-baik saja dan hanya sedang ingin diberi waktu sendirian. Padahal, aku tak bisa menemui mereka karena pintu kamarku dikunci dari luar. Arion membawa kuncinya, dan aku tak mau orang tuaku tahu tentang itu.
Baik ayah maupun ibuku, sangat menyukai Arion. Sebenarnya bukan hanya dia, tapi keseluruhan keluarga Om Daniel. Tentu saja Mark dan Ezra bukanlah kecuali.
Ayahku menggantung ekspektasi tinggi bisa berbesan dengan Om Daniel. Ibuku pun tak beda. Namun, aku justru punya harapan lain.
Aku ingin pergi sejauh-jauhnya dari keluarga Om Daniel. Aku tidak mau berhubungan dengan anak-anak beliau, entah yang anak angkat maupun anak sambung.
Mereka akan lebih baik jika aku tak berpendar di hidup mereka lagi. Persaudaraan mereka akan bisa selamat, karena kehadiran aku di antara mereka hanya menyusahkan saja, kan? Ah! Aku sungguh kacau.
Suara pintu yang berusaha dibuka dari luar menginterupsi lamunanku. Tak lama kemudian, Arion hadir dari balik pintu itu.
"Makan!" tegasnya, lalu menaruh kantung plastik di sisi kasur. "Pil itu diminum juga."
Kutengok isi kantung plastik pemberiannya. "Ini pil apa?"
Tak ada jawaban yang kuterima. Aku menoleh padanya lagi, dan dia tetap mengatupkan bibir sepenuhnya, seakan tak mau menjawab dengan suara, melainkan cukup dengan tatapan lurusnya saja.
Butuh waktu beberapa detik sampai aku paham jawaban tersiratnya. Arah pandangku langsung kualihkan, dan aku mengerjapkan mata beberapa kali karena kikuk.
Tak sengaja aku melirik ke jemari tangan kanan lelaki itu, dan kudapati ada luka-luka di sana.
"Kamu kenapa?!" seruku khawatir, refleks meraihnya untuk melihat luka itu lebih jelas.
Kaget aku mendapati refleks lelaki itu yang menarik tangannya cepat-cepat, bahkan sampai mengibaskan tangannya kecil seakan berusaha menyingkirkan benda menempel dari sana.
"Akh! Apa-apaan, sih?! Ck! Ngeselin banget!"
Hal yang lelaki itu lakukan selanjutnya adalah berjalan menuju kamar mandi. Kemudian, kudengar suara kucuran air keran selama belasan detik.
Hanya belasan detik, tapi setiap detiknya serasa satu belati berhasil tertikam di jantungku.
Ah iya. Benar juga. Arion jijik padaku. Masih.
Sekeluarnya dari kamar mandi, dia berjalan ke sisi ruangan untuk mengambil dua lembar tisu milikku. Wajahnya mengkerut, dan mulutnya pun berdesis menahan perih.
"A-aku ambilin kotak obat, ya?" tawarku.
"Nggak usah," jawabnya, sembari terus mengeringkan tangan.
"Aku nggak akan nyentuh kamu, kok. Kamu bisa pakai obat merah dan plesternya sendiri."
Matanya tajam menusuk. "Dibilangin nggak usah. Ngerti nggak, sih?!"
Nyaliku langsung ciut. Segera aku menunduk dalam-dalam dan menyatukan kedua tanganku.
Siapa perempuan yang tidak pedih ketika dibentak? Namun, dibandingkan besarnya kesalahanku dan parahnya ia kecewa karena itu, tentu bentakan seperti tadi bukanlah apa-apa.
![](https://img.wattpad.com/cover/298414664-288-k856509.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
FLY TO YOU || (LHC) ✓
Novela Juvenil(Romance, Angst, Brothership) Kau membawakanku surga, tapi aku ingin tinggal di bumi . ⚠️ Warning : manipulative traits, dark psychology, obsession, toxic relationship, rape, abuse, suicidal thought, a lot of curse words . . . -(18+) -Sequel of "Div...