27. Nadia - The Crescent Moon

33 6 5
                                    

Warning : 🦋🦋🦋
(tidak ramah lingkungan)

------
.
.
.

Aku dan Evelyn berjalan beriringan keluar ruangan sembari mengobrol santai.

Tak disangka bahwa sekeluarnya dari ruang perkuliahan, kami menemukan Mark tengah berdiri tak jauh dari pintu. Lelaki itu menoleh pada kami berdua, dan Evelyn langsung menyambut ramah.

"Mark? Kamu di sini?" Perempuan itu berjalan cepat menuju kekasihnya. "Kamu nggak bilang-bilang dulu mau nungguin aku."

Mark menatapku lurus, lalu menoleh ke Evelyn dan tersenyum tak nyaman. "Maaf, tapi... aku perlu bicara sama Nadia sebentar."

Mataku membola. Menoleh ke Evelyn, kudapati perempuan itu tertegun dan nampak kecewa. Dia melirikku sendu, lalu menoleh pada Mark lagi dengan senyum yang dipaksakan. "Aah. Begitu, ya?"

Wah! Apa-apaan Mark itu?! Kenapa tidak pandai membaca situasi, sih?! Dia bodoh atau bagaimana?!

"Kalo gitu aku pulang duluan, ya? Daah!" pamit Evelyn padaku, lalu melambaikan tangannya sembari tersenyum ramah. Langkah kakinya pun mulai terayun menjauh.

Mark sempat menengok ke belakang, ke arah Evelyn yang berjalan menjauh, lalu menoleh padaku lagi.

"Bisa kita bicara sebentar, Nad?"

Terang-terangan kuberi ia tatapan tak suka. "Kamu tuh lagi apa, sebenernya?"

Dia melirik ke kanan-kiri, mendapati situasi sekitar yang masih ada beberapa orang. "Ayo kita bicara di tempat lain!"

"Mau ngomongin apa?"

"Naaad..."

"Aku tuh nggak paham sama kamu, Mark. Kamu sadar nggak? Tadi kamu-"

"Nyakitin Evelyn," potongnya cepat. "Aku sadar, kok. Sekarang, ayo kita bicara sebentar! Berdua aja. Di tempat yang tepat. Dan aku janji sama kamu, bakal jawab semua pertanyaan kamu sejujur-jujurnya, sampai nggak ada yang nggak kamu pahami lagi. Gimana?"

Aku masih kesal padanya, karena ajakannya yang tiba-tiba ini pasti membuat Evelyn salah paham dan sakit hati.

Namun, tawaran Mark terdengar menarik di telingaku. Karena itu, aku pun menyetujuinya.

---
---

Tempat yang kami sepakati untuk mengobrol tidaklah jauh. Hanya di sebuah ruang perkuliahan biasa yang sedang kosong.

Di area dekat papan tulis, aku dan Mark berdiri berhadapan. Pandangannya lekat padaku, sedangkan aku tetap berusaha tenang agar bisa berpikir jernih menanggapi segala ucapannya.

"Aku minta maaf."

Itulah ucapan pertama yang keluar dari mulutnya setelah kami masuk di ruangan ini.

"Maaf untuk apa?"

"Segalanya."

"Segalanya tuh apa? Coba sebutin satu-satu!"

Dia terlihat tak nyaman. Kepalanya ditundukkan sedikit, dan pandangannya melirik hambar ke samping.

Tak sabar menunggunya bicara, aku pun semakin mendesaknya. "Aku nggak bisa menerima permintaan maaf seseorang yang bahkan dia sendiri nggak tahu salahnya di mana."

"Oke, kuakui. Aku..." Ucapannya dijeda sejenak. "Aku ngehindarin kamu. Aku nggak bilang-bilang kamu tentang hubunganku dengan Evelyn. Aku marah-marah ke kamu. Aku seenaknya sendiri. Aku udah bikin kamu kesel, dan aku bikin situasi kamu sama Evelyn jadi nggak bagus karena tadi aku minta ketemunya sama kamu, bukan sama dia."

FLY TO YOU || (LHC) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang