30. Arion - Hellish Heaven

37 6 3
                                    

Untuk sesaat, kukira bumi berputar melambat. Dimensi waktu membengkar. Memaksaku terperanjat di tempat, di ruang hampa di mana oksigen lenyap, pijakan lesap, dan cahaya tersekap.

Gelap.

Pikiranku mendadak gelap. Tak ada kejernihan di sana setelah sesuatu yang abstrak menginvasiku. Sel-sel dalam tubuhku seakan memanas, berkobar-kobar mengakumulasi kekuatan menuju tanganku, membentuk kepalan yang siap kuadu dengan batu terkeras sedunia sekalipun.

Maka, yang menjadi refleksku selanjutnya adalah berbalik badan, berjalan menuju lelaki yang mematung tak jauh, lalu melayangkan tinju ke wajahnya.

BUGH!

Seseorang terjerembab ke lantai setelah menabrak sisian sofa. Rasa sakit menyergapnya. Tak hanya di hati, tapi juga di kepala dan bahunya akibat bertabrakan dengan sofa tadi.

Iya. Orang itu adalah aku.

Menoleh ke belakang, kutatap ia nanar. Lelaki itu masih berdiri menjulang. Baru saja tinjuanku berhasil ditangkis dan dibalas kuncian serta dorongan keras.

"Why? Kenapa ngeliatin aku kayak gitu? Kesel, ya? Marah? Hm?"

Bangsat!

Kobaran amarah mendorongku untuk berdiri. Sekali lagi, kucoba melayangkan pukulan padanya. Sial sungguh sial. Tak ada yang kena. Lagi-lagi aku hanya berakhir terjerembab di lantai, bersama kepingan hati yang tercecer sana-sini.

Selama 19 tahun hidup di bumi, sudah dua kali aku mati. Yang pertama, ketika ibuku tidak bisa mengenaliku lagi. Yang kedua, yaitu saat ini. Ketika Nadia tidak bisa kukenali lagi.

Kehampaan yang kurasa pun sama saja. Untuk memahami keadaanku, coba kau bayangkan bergelantungan di atas jurang yang gelap dan dalam, berpegangan hanya pada seutas tali. Lalu, tali itu tahu-tahu dipotong oleh si sialan bernama nasib. Apa yang terjadi padamu?

Kau jatuh. Serasa melayang padahal sedang jatuh. Tak mampu menapak ataupun meraih sesuatu. Kau hanya jatuh. Visimu cepat, begitu laju berkelebat sehingga retinamu tak bisa menangkap gambaran apapun. Kau pun memejamkan mata, tapi tetap jatuh.

Kau menunggu dalam kesendirian dan kegelapan, menerka separah apa benturan yang akan terjadi. Lama sekali, pikirmu. Padahal sudah sangat gelap. Apakah jurang ini berujung?

Kau terus-terusan menunggu. Menanti tubuhmu hancur berkeping-keping menghantam permukaan. Karena, terus-terusan melayang dalam kegelapan terasa seperti neraka. Lebih baik langsung hancur saja, sehingga tak perlu merasa.

Begitulah perasaanku sekarang. Mendamba binasa, menjadi tiada, sehingga sakit ini juga ikut sirna.

Dalam balutan casual dress selutut, seorang gadis tergopoh-gopoh mendatangiku. Berlututlah ia untuk memeriksa keadaanku. Ia sebut namaku di sela-sela isaknya. Namun, tentu saja itu tak bermakna. Aku tetap jatuh.

"Arion..."

Coba tebak apa yang kurasa ketika bibir cantik itu menyebut namaku!

Jijik.

Membayangkan bibir itu baru saja dirasai seorang lelaki, kulit terang itu dijamahi setiap senti, tubuh itu disenggamai, menyatu dengan milik orang lain di bawah payung berahi, lalu mereka menertawai aku yang mau saja dibodohi, dibohongi, dan dikelabui. Sungguh! Aku jijik setengah mati.

Namun, Arion II dalam diriku bersuara lain. Arion II masih membutuhkan gadis itu. Arion II tidak mengapa dibodohi, asal tetap bisa memiliki.

Maka, ketika Arion II memegang kendali, tanganku bergerak mencengkeram pergelangan gadis itu. Aku berdiri, membawanya keluar dari unit apartemen, turun lewat lift, lalu menuju mobilku.

FLY TO YOU || (LHC) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang