Warning : pembahasan vulgar
----------
.
.
.
.
.
."Kayaknya gue mau nyalon Kahim, deh, semester depan."
Ucapanku membuat empat teman sekampusku, yaitu Galih, Vero, Michael, dan Yanuar, menoleh berbarengan ke arahku yang sedang tiduran santai di sofa.
"Serius lo?" tanya Yanuar.
"Yoi. Tapi gue belum nentuin wakilnya siapa. Ada saran nggak?"
"Gue siap nih, Ri," sambar Galih, masih sambil main Foosball melawan Vero.
"Gue nyari yang cewek."
"Cih! Diskriminasi gender."
"Ya suka-suka, sih. Gue yang nyalon."
"Biar bisa ngerdus, ya, hayooooo?" kata Vero usil. "Bilangin Nadia nih!"
"Gue nggak sebuaya itu, kalik. Gue pengen wakil cewek biar lebih bisa diimbangin aja. Sebenernya udah ada beberapa nama, sih, yang gue lagi perhatiin. Emily, Tiara, Aileen, Naura, sama Flo. Menurut kalian, mending yang mana?"
"Njir! Itu sih bidadari surga semua!"
"Sok-sokan nyari yang ngimbangin. Beuh! Bilang aja demen yang bening."
Aku terkekeh saja sembari mencamil snack-ku, dan terus memperhatikan permainan foosball Galih dan Vero yang sedari tadi belum selesai.
Tangan mereka terus memutar-mutar sisi gagang yang menancap menembus meja, dengan miniatur pemain bola menggantung di gagang itu. Mata mereka begitu fokus, membara dalam kompetisi, terlihat bahwa mereka tak ada yang mau kalah.
"Lo bosen sama Nadia, Ri?" tanya Michael, sedang santai duduk lesehan di karpet dan memetik gitarnya.
"Nggak, astaga! Udah dibilangin gue nggak sebuaya itu. Gue nyari wakil cewek karena alasan taktis rasional, bukan karena nafsu pribadi."
"Alasan taktis rasionalnya apaan?"
"Biar naikin elektabilitas. Lo paham kan, ya, kadang ada pemilih galau gitu? Yang bingung mau milih siapa, dan akhirnya milih aja yang mukanya cakep. Nah! Gue pengen dapet suara dari para pemilih galau itu. Jumlahnya lumayan banyak, lho."
"Bangsat!" umpat Michael, lalu tertawa nyaring. Vero dan Galih hanya tersenyum saja. Sementara Yanuar masih asyik main game di ponselnya.
"Itu screening awal doang. Screening reputasi dan visual. Tetep aja, kan, gue harus pilih yang bisa diajak kerja. Bukan cuman jadi boneka pajangan. Makanya gue minta saran. Di antara mereka semua, yang sekiranya kerjanya paling bagus siapa?"
"Uhmm... Kayaknya 11-12 semua, deh. Lo pilih aja yang karakternya paling cocok sama lo." Michael menyarankan.
"Lo siap, Ri, kalo saingan sama Kating? Bang Raka kayaknya ngincer posisi Kahim juga," kata Yanuar, dengan pandangan masih ke ponselnya yang diputar horizontal.
"Gue nggak ambis banget, sebenernya," jawabku santai, lalu memasukkan snack lagi ke mulutku. "Misalkan menang, ya udah gue jalanin. Kalo kalah, nothing to lose juga, palingan dipilih jadi ketua divisi. Lumayan buat bangun branding. Ngasah kemampuan sekaligus nyari pengakuan kalo gue punya potensi. Soalnya berat juga kalo harus nyalip Kating semester lima yang udah berhasil branding diri. Tapi nih ya, seenggaknya dengan muka gue pernah nongol jadi calon, orang-orang jadi familiar sama gue. Ntar semester lima tinggal daftar lagi aja. Udah jadi calon potensial kan gue?"
"Waduh! Udah jauh ternyata pikiran lo," komentar Yanuar.
"Keren, kan? Ntar kalo pemilihan, pilih gue ya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
FLY TO YOU || (LHC) ✓
Teen Fiction(Romance, Angst, Brothership) Kau membawakanku surga, tapi aku ingin tinggal di bumi . ⚠️ Warning : manipulative traits, dark psychology, obsession, toxic relationship, rape, abuse, suicidal thought, a lot of curse words . . . -(18+) -Sequel of "Div...