14. Arion - Afraid To Lose

46 11 4
                                    

Aku membuka pintu ruang olahraga rumahku, dan mendapati seorang lelaki sedang meninjui samsak dengan semangat.

Entah sudah berapa lama Mark di sana. Yang jelas sudah agak lama mengingat tubuh atasnya sudah basah dibanjiri keringat.

Walaupun tubuh dan wajahnya sudah berpeluh banyak, kedua tangan Mark masih kokoh bergantian meninjui samsak. Kuperhatikan teknik pukulannya, dan ternyata skill-nya tidak main-main. Tatapannya pada samsak pun begitu fokus, seakan dia sedang marah pada benda malang itu.

Aku berjalan mendekat, tapi dia masih saja fokus meninju. Suara langkahku yang agak nyaring kuyakin bisa dia dengar. Dia pasti sadar ada orang lain memasuki ruangan besar ini dan sedang duduk di bench press, tapi memilih tak peduli.

Hingga pada detik tertentu, setelah ia melayangkan pukulan terakhir yang lebih kuat, tangannya berhenti terayun.

Dalam keheningan, napasnya tersengal cepat. Bahunya naik turun mengikuti gerakan napasnya. Pun perutnya yang liat juga ikut bergerak.

Diliriknya aku sedikit. "Kenapa kemari? Ada yang pengen kamu omongin?" tanyanya.

"Gue cuma mau memastikan omongan Kak Johan aja, kalau lo lagi ada di rumah," jawabku santai. "It's kinda surprising lo pulang bukan pas weekend."

"Why? I can do anything I want, termasuk pulang ke rumah kapanpun aku mau."

Mark berjalan menjauh, lalu mengambil air minum botol dari atas kabinet setinggi 50 cm di sisi ruangan. Diteguknya isi botol itu sampai seperempat bagian.

"Ada keperluan di sini?" tanyaku.

"Nggak ada. Cuma lagi kangen Mommy dan Papa aja," ucapnya, lalu menutup botol minumnya rapat-rapat. Setelah itu, ia menoleh padaku. "Mau duel lawan aku, nggak?"

"Duel tinju?"

"Iya."

"Kalau gue menang, ada reward-nya nggak?"

"Of course. Anything you want."

"Anything?" beoku, sangat tertarik dengan tawarannya.

"Dengan syarat, kalau harta nggak boleh lebih dari seratus juta. Kalau perbuatan nggak boleh yang mempermalukan ataupun membahayakan. Syarat berlaku untuk kedua belah pihak. Gimana?"

Aku tersenyum kecil. "Interesting."

"Sepakat?"

"Of course. Gue nggak akan menyia-nyiakan tawaran semenarik ini."

Aku bangkit berdiri, lalu berjalan ke ujung ruangan sembari melepas kaos yang kukenakan, hingga hanya menyisakan celana pendek saja yang menutupi tubuhku.

"Misalkan kamu lupa, biar kuingatkan. Kita pernah dua kali taruhan di lintasan balap, satu kali di lapangan basket, satu kali di arena bowling, dan semuanya kamu kalah."

"Nggak untuk di ring," jawabku sembari memasang sarung tangan tinju yang tadinya tergantung di ujung ruangan.

"Wow! I like your confidence. You got my respect."

Selesai memasang perlengkapanku, aku berbalik badan untuk menghadap ke arahnya. "Simpan respect lo kalau udah K.O nanti."

Dia hanya tersenyum saja. Tapi bukan mengulas senyuman ramah innocent seperti yang selama ini jadi ciri khasnya, tapi senyum yang tersimpan aura membara di dalamnya.

---
---

Rumah kami ini terbilang cukup besar. Lumayan besar sehingga bisa memuat ruang olahraga yang merupakan kombinasi gym sederhana dan ring tinju di ujung ruangan.

FLY TO YOU || (LHC) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang