BAB 58

10.9K 701 31
                                    

Selamat membaca ~

Syila menatap khawatir suaminya saat ini, badannya kembali panas tinggi. Bahkan suhunya sampai melebihi 38°.

kata bundanya bisa memasak air di keningnya, tanpa menggunakan kompor dan gas.

"Fahri, sekarang kita ke rumah sakit ya? Tubuh Lo makin panas, gue takut Lo kenapa Napa" bujuk Syila, sedari tadi Fahri menolak akan di bawa ke rumah sakit. Bukan karena takut jarum suntik atau sejenisnya, karena ia tidak suka bau rumah sakit, yang membuat mual.

Fahri menggeleng lesu. "Saya tidak apa-apa ning, insya Allah. Tinggal di kompres juga akan turun" .

Syila menggeleng kukuh. "Nggak, nggak cukup kalo cuman di kompres aja. Lo harus berobat ke rumah sakit, Lo harus dapet penanganan dokter" tegasnya.

"Lo nggak inget sama hadist Rasulullah Saw. "Wahai Rasulullah, apakah kita harus berobat?" Beliau menjawab, "Berobatlah! Sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit kecuali menurunkan pula penyembuhnya, kecuali satu penyakit, yaitu usia tua." (Riwayat Abu Dawud, at-Tirmiziy, Ibnu Majah, dan an-Nasa'iy dari Usamah bin Syarik)." bijak Syila.

Mendengar ucapan bijak dari istrinya Fahri tersenyum. Ia juga langsung beristigfar. lalu mengangguk.

"Sebentar gue siap siap minta kunci ke om zakhir" setelah itu Syila beranjak dari kasur dan berjalan keluar kamar.

.
.
.

Beberapa menit kemudian, pintu kamar terbuka.

"Ayok kita berangkat, gue udh dapet kuncinya. Sebentar gue mau ganti baju dulu" Syila berlari menuju ruang kecil tempat ia berganti baju.

Tidak membutuhkan waktu lama untuknya berganti baju. Syila keluar dari ruangan ganti, dengan pakaian gamis hitam dan kerudung abu tua. Ia segera menghampiri suaminya yang masih terbaring di atas kasur.

 Ia segera menghampiri suaminya yang masih terbaring di atas kasur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ri, ayok!"

Fahri hanya bisa menghela napasnya. Mau sebanyak apapun alasan yang ia pakai, tak mempan untuk istrinya.
Ia mendudukkan dirinya lebih dulu dia atau kasur sambil memegangi kepalanya yang terasa pening.

"Lo bisa jalan?" Tanya khawatir Syila seraya menghampiri suaminya.

Fahri mengangguk lesu dengan mengulas senyum tipis.

Syila bisa melihat bibir sang Suami yang terlihat pucat bahkan matanya pun terlihat sayu.

Melihat aba aba suaminya yang ingin berdiri, Syila langsung memegangi tangan kekar suaminya dengan kedua tangannya.

"Awas hati hati" lirihnya.

Tak mau membuat istrinya khawatir berlebihan padanya, Fahri meyakinkan istrinya. "Insya Allah, saya masih kuat, Ning. Jangan terlalu khawatir, insya Allah saya baik baik saja" yakinnya.

Ning Syila || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang