Chapter 19: "Promise"
──・──・・✧ ・・──・──“Tadi kita ketemu sama Jay, dan ternyata dia yang jadi stalker-nya."
Sunghoon mencampakkan handuk kecil ke dalam loker dan membanting pintunya. Ia tak menyangka ternyata selama ini Jay yang menjadi penguntit Mira.
Sunghoon berusaha mengenyahkan pikiran dan kenangannya tentang gadis itu. Jika bisa, ia ingin menghapus semua memorinya yang berkaitan dengan Mira.
Nyatanya semakin ia mencoba untuk melupakan Mira, malah ia semakin mengingatnya.
Sungguh, Sunghoon ingin selalu berada di sisi Mira dan menolongnya. Tetapi bagaimana ia bisa menyelamatkan Mira di saat ia sendiri tenggelam dengan permasalahannya sendiri?
Jauh sebelum bertemu dengan Mira, Sunghoon selalu terjebak dengan ketakutannya sendiri. Ketakutan sesungguhnya adalah bermain ice skating. Padahal ia dulu sangat menyukai bermain di atas es.
Ia suka sensasi bagaimana tubuhnya bergerak dengan bebas. Ia suka betapa cepat debar jantung saat melakukan lompatan dan putaran di atas es. Ia suka bagaimana penonton bersorak menyemangatinya, terutama saat ia menang.
Namun saat ia terjatuh dalam kompetisi Junior Grand Prix, Sunghoon menyaksikan sendiri bagaimana tatapan kecewa penonton dan pelatihnya.
Punggung dan kepalanya terasa berat. Ia terus menatap lantai. Ia tak mampu melihat tatapan kecewa orang lain, atau dikasihani. Satu kekalahan benar-benar mengubahnya menjadi pengecut.
Sejak saat itu Sunghoon berlatih lebih keras. Ia mencoba mengembalikan rasa percaya dirinya. Perlahan tapi pasti kemampuannya jadi lebih terasah. Semuanya kian membaik.
Sampai ia sendiri mulai yakin suatu saat nanti bisa menjadi representasi Korea Selatan.
Sayangnya keberanian dan rasa percaya dirinya tak bertahan lama. Salah satu temannya, Wonbin, mengalami cedera pada lutut sehingga ia harus dirawat di rumah sakit.
Parahnya lagi, sang dokter mengucapkan bahwa jika ligamen lutut anterior kanannya robek lagi, maka Wonbin tidak akan bisa melanjutkan ice skating selama-lamanya.
Sunghoon sedih saat temannya mengundurkan diri dari ice skating. Ia juga berlatih sama kerasnya dengan Wonbin. Perlahan-lahan rasa sedih itu berganti menjadi rasa khawatir.
Bagaimana jika suatu hari nanti Sunghoon mengalami cedera dan tak bisa lagi bermain ice skating lagi?
Tabrak lari yang dialaminya seakan membuka kesempatannya untuk menyerah. Beruntung luka yang dialaminya tidak separah Wonbin. Sunghoon masih bisa bermain ice skating. Hanya saja kepercayaan dirinya memudar seiring berjalannya waktu.
"Bisa tolongin nggak?"
Sunghoon ingat betul raut ketakutan Mira saat pertama kali bertemu. Ia seperti melihat dirinya sendiri. Menyedihkan dan ketakutan.
Dan Sunghoon ingin menghapusnya.
“Sunghoon!”
Sunghoon menoleh ke asal suara, dan mendapati Seokjin sedang menghampirinya.
"Hoon, bisa bicara sebentar?" tanya Seokjin.
Sunghoon mengangguk. Lantas pelatihnya itu menjelaskan.
"Akhir-akhir ini permainanmu sudah meningkat. Walaupun masih banyak kekurangannya dibandingkan sebelum kau," Seokjin memandangi perban di lutut Sunghoon, "kecelakaan."
Sunghoon mengangguk, "Oh... makasih, coach."
"Aku perhatikan sepertinya peningkatan ini karena Mira. Benar, 'kan?" tanya Seokjin seakan menggodanya.
Sunghoon tergagap. "B-bukan. Aku selalu mengikuti apa yang coach ajarkan. Bukan karena siapapun, apalagi Mira."
"Ayolahh, Hoon. Kalau dia bukan siapa-siapa, kenapa kau dulu sering mengajaknya latihan? Bahkan kau terlihat jauh lebih senang saat dia di sini, menontonmu latihan."
Hening. Sunghoon berdeham. "Mira cuma temen, coach. Dia bukan siapa-siapa."
Seokjin mengangkat alisnya keheranan, lalu sedetik kemudian tertawa. "Oke kalau menurutmu Mira cuma sebatas teman saja,"
Tawanya terhenti. Kini Seokjin terlihat lebih serius. "Intinya yang ingin coach sampaikan adalah kau jangan terlalu overthinking dan mengabaikan orang di sekitarmu. Tidak semua hal yang kau pikirkan benar-benar terjadi, dan tidak seharusnya kau takut dengan hal-hal yang tidak bisa kau kontrol."
Sunghoon terdiam mendengar nasihat Seokjin. Apa yang selama ini ditakutinya memang di luar kekuatannya.
"Lakukan saja apapun yang ingin kau lakukan. Semua keputusanmu tidak ada yang benar atau salah. Tetapi yang membedakan adalah reaksi orang terhadap perbuatanmu. Kau akan merasa benar kalau orang lain menyukainya, bukan?"
Sunghoon mengangguk. Ia ingin apa yang dikatakan orang lain tentang dirinya menjadi kenyataan, bukan cuma sebatas angan-angan semata.
Saat banyak orang yang mengatakan Sunghoon akan menjadi representasi Korea dalam ice skating, di saat itulah ia menjadikannya sebagai target.
Sunghoon selalu ingin menang, menang, dan menang.
Namum hanya butuh sekali kekalahan dan semuanya terasa runtuh.
Memang benar apa yang diucapkan Seokjin. Saat Mira di sini menontonnya latihan, Sunghoon merasa senang. Saking senangnya, ia bisa melupakan rasa takut itu untuk sementara.
Seokjin menepuk bahunya, menyadarkan Sunghoon dari lamunan. "Itu saja yang ingin kukatakan. Sampai jumpa besok."
"Iya. Terima kasih, coach."
Seokjin mengangguk, lalu berbalik. Ia berjalan pergi. Beberapa langkah kemudian ia berhenti, menoleh ke belakang. Seokjin berteriak, "Kau pasti jatuh cinta dengannya 'kan? Kalau begitu kejar dia!!"
Seokjin langsung mempercepat langkahnya meninggalkan Sunghoon. Sedangkan Sunghoon masih memproses ucapan pelatihanya.
Aku ... jatuh cinta?
Sunghoon memanggul tasnya di bahu. Ia berjalan keluar gedung. Di luar, ia kembali teringat dengan Iseul dan Ayeon yang mendatanginya. Mengabarinya kalau Jay lah dalang di balik semuanya.
Sekarang yang Sunghoon inginkan adalah memberi Jay pelajaran.
— ✦ —
To be continuedn/a:
HUAAAAA MAAFFFFFF BANGET TELATTT APDET 😭😭😭😭🙏Semester ini hectic paraahhh, makan dan tidur pun rasanya gak sempet huhuhuhu:"))
Aku usahain lebih rajin apdet yashhh 🥺💗💗
KAMU SEDANG MEMBACA
Stalker ✅
FanfictionMira sering merasa kalau dirinya di-stalk oleh seseorang. Hingga pada suatu hari, sang stalker semakin sering menganggu dan mendekatinya, muncullah Sunghoon sebagai penyelamatnya. Sejak menyelamatkan gadis itu, Sunghoon perlahan-lahan berubah menja...