Sejak pertama kali melihat kehadiran Rose di rumah sakit, lelaki itu telah kembali pada titik di mana dia tidak bisa melupakan wanita itu. Apalagi beberapa minggu lalu Logan memintanya menemani Rose yang berada dalam keadaan kritis. Kehamilan Rose membuat tubuhnya semakin lemah, tumor di rahimnya semakin besar dan dia masih berjuang mempertahankan kehamilannya.
“Nick, tolong,” lirih Rose saat menunjuk gelas di atas nakas.
Sudah tiga hari ini Nick terus menemani Rose di rumah sakit, selain karena permintaan dari Logan, permintaan hatinya untuk tetap tinggal di sisi wanita itu. Nick berjalan menuju nakas mengambilkan secangkir air untuk Rose. Dengan hati-hati dia membatu Rose untuk minum, tangannya sedikit bergetar karena menahan gejolak di dalam dada.
Tubuh yang dulu terlihat segar, wajah yang cantik bercahaya dipenuhi senyuman sudah tidak ada lagi. Kalaupun Rose tersneyum, itupun terlihat sangat dipaksakan dan menyayat hati Nick. Perut Rose semakin membesar, sedangkan tubuhnya semakin kurus, seperti tidak ada nutrisi yang diserap oleh tubuh. “Maafkan aku,” lirih Rose menghapus jejak basah di sudut mata Nick.
“Tidak. Aku yang seharusnya memohon maafmu,” ucap Nick tercekat dan rasa sulit untuk lolos dari tenggorokan.
“Aku yang memintamu melepaskanku dan sekarang kau lihat sendiri betapa lemahnya aku, Nick. Kini aku tidak lebih dari pohon kering di tengah rerumputan hijau, tidak ada tanda-tanda kehidupan dari diriku,” terdengar suara Rose bergetar bersamaan dengan bulir bening yang luruh dari sudut matanya.
“Mengapa kau sampai sejauh ini?” lirih Nick terdengar sangat memilukan di telinga Rose dan dokter cantik yang baru saja ingin masuk ke ruang rawat Rose Scott tetapi segera mengurungkan niatnya.
“Kalau pada akhirnya Tuhan memang menginginkanku untuk pergi, aku masih memiliki kehidupan yang tersisa di sini. Kau dan bayiku,” jujur Rose. “Aku akan selalu ada di sini, hidup di sini, menemanimu,” lanjutnya lagi sembari memegang dada Nick dengan telapak tangannya yang lemah dan bergetar.
“Kau tahu kalau aku sangat mencintaimu? Sampai kapanpun akan seperti itu, tidak akan ada seorangpun bisa menggantikan tempatmu di sini, di hatiku,” Nick memegang tangan Rose yang masih berada di dadanya.
Rose menghapus jejak basah di pipi dengan jari-jari kurusnya, mencoba untuk tegar di tengah rasa sakit yang terus mendera. “Ketika aku memilih untuk melepaskanmu, bukan berarti aku tidak mencintaimu. Hati ini tahu siapa pemiliknya dan dirimulah pemiliknya, Nick Jacob. Aku tahu jika duniaku tidak akan pernah sama lagi tanpa kehadiranmu, dan aku tidak menyesalinya. Karena aku tahu ada seseorang yang lebih membutuhkanmu daripada aku yang nyaris mati ini,” isak Rose dan Nick langsung membawa tubuh rapuh itu ke dalam dekapan hangatnya.
Keduanya meresapi rasa sakit itu bersama, menangis dalam ruang rawat yang sayangnya tidak hanya ada mereka berdua di situ. Sejak tadi Dokter JB Foster hanya mendengarkan kedua orang di dalam sana mencurahkan perasaan hatinya. Dia tahu luka dari keduanya, karena keegoisan masing-masing dan memilih untuk berpisah. Pada kenyataannya perpisahan yang mereka pilih hanya menciptakan luka mendalam seperti saat ini.
“Kakak kenapa berdiri di luar?”
Sebuah suara yang sangat dikenal Dokter JB Foster menyadarkannya dari keterpakuan pada kedua sosok di dalam sana. Dia menoleh ke sumber suara dan melihat adik bungsunya berdiri dengan membawa karangan bunga di tangan. Anne, gadis ceria dan sangat tulus mencintai Nick Jacob yang hatinya telah dimiliki oleh Rose Scott.
“Kau baru tiba?” tanya Dokter JB Foster berusaha mencegah agar adiknya tidak melihat adegan pelukan Nick dan Rose.
“Iya, Kak. Aku ingin mengunjungi Kak Rose yang sedang sakit, dan apakah keadaannya telah membaik?” Anne bertanya dengan suara yang terdengar sangat tulus di telinga sang kakak, dan hanya dijawab dengan gelengan oleh wanita cantik berjas putih itu.
“Kondisinya semakin memburuk dan mungkin waktunya tidak akan lama lagi untuk bertahan. Jadi kumohon padamu, Ann. Berikan waktu pada Nick dan Rose untuk saling jujur pada diri masing-masing, setidaknya sampai keduanya benar-benar bisa saling melepaskan,” hanya nasehat itu yang dapat dia berikan pada sang adik, sebelum akhirnya dia memilih untuk masuk ke dalam ruang rawat dan menginterupsi pelukan pilu di dalam sana.
“Permisi. Saya akan memeriksa kondisi Mrs. Russells dulu, Nick.”
Nick segera melepaskan pelukannya dari tubuh Rose dan beranjak dari posisinya yang sejak tadi berada di dekat ranjang rawat wanita hamil itu. Dia melirik sekilas pada Anne yang melihatnya dengan tatapan yang sulit dicerna oleh orang awam, tetapi tidak dengan dirinya, bahwa saat ini gadis itu tengah cemburu.
Baru saja jari-jari lentik Dokter JB Foster akan mendarat di perut besar Rose, wanita itu berteriak histeris. Wajahnya menunjukkan kesakitan yang amat sangat, bahkan peluh telah membasahi wajah pucatnya. Nick panik melihat kondisi Rose yang kesakitan, rasanya ingin sekali dia menggantikan rasa sakit itu. Dia memeluk tubuh Rose, mengabaikan rasa sakit dari cengkraman wanita itu yang terlalu kuat pada tubuhnya. Dia sudah tidak berpikir lagi tentang The Foster yang melihat interaksinya dengan Rose. “Bagaimana ini, Dokter? Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Nick panik dan membuat wajah tampannya terlihat berkerut di beberapa bagian.
“Suster, tolong siapkan ruang operasi dan hubungi Mr. Russells jika istrinya akan segera melahirkan,” perintah Dokter JB Foster pada suster yang baru saja memasuki ruang rawat Rose ketika tombol darurat dia tekan.
Sedangkan Anne memilih untuk pergi meninggalkan ruang rawat wanita yang paling dicintai mantan tunangannya. Dia tidak sanggup melihat Nick memeluk dan bahkan terlalu mengkhawatirkan Rose, seperti seorang suami pada istrinya. Hatinya tidak sekuat itu, tetap saja dia lemah dan tidak berdaya karena rasa cintanya pada Nick Jacob.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Prosecutor Billionaire - Serial The Jacob 4
RomanceNB : Mengandung adegan dewasa dan kekerasan. Harap bijak dalam membaca. Nick Jacob, seorang Jaksa terkenal dan berprestasi di Inggris. Sebagai bagian dari keluarga bangsawan Britania Raya, Nick selalu mendapatkan apa yang ia inginkan. Tapi tidak den...