Chapter 13

73 8 0
                                    

Kini Nick dan Halsey berada di dalam mobil menuju Gereja tempat tubuh Rose disemayamkan. Untuk sementara waktu lelaki itu tidak diijinkan untuk mengendarai mobil, mengingat emosinya masih belum stabil. Jadi saat ini ada seorang supir yang ditugaskan Paul untuk mengantar ke manapun tempat yang ingin dikunjungi putranya.

Sesampainya di Gereja kedua sepupu itu segera turun dan memasuki Gereja tempat di mana tubuh Rose berada. Keduanya bisa melihat Sarah baru saja meletakkan setangkai mawar putih di sisi peti mati Rose. Wanita itu menangis menatap tubuh sahabatnya yang tidak lagi bernyawa. Sarah tidak menyangka jika inilah yang dipilih Rose, sahabat sekaligus rekan kerjanya.

“Kak...” lirih Sarah ketika melihat Nick yang baru saja meletakkan setangkai mawar putih, diikuti oleh Halsey setelahnya.

Sarah memeluk tubuh Nick yang terasa bergetar dan mungkin semua itu karena perasaan sedihnya. Nick membalas pelukan Sarah dan menenggelamkan kepala di curuk leher adik sepupunya. Menumpahkan air mata kesedihannya di sana, karena dari Sarah ia bisa mengenal Rose dan akhirnya saling jatuh cinta. Rasanya sungguh menyakitkan harus melepas seseorang yang tidak pernah benar-benar menjadi miliknya.

“Sekarang dia sudah tidak tersiksa lagi, relakan kepergiannya,” ucap Andrew membelai punggung istrinya dan setelah itu menepuk pelan bahu Nick yang bergetar.

“Kau kapan datang, Halsey?” tanya Andrew mengalihkan padangannya pada Halsey yang matanya nampak berkaca-kaca melihat Sarah dan Nick.

“Kemarin sore, Kak,” jawabnya singkat sebelum akhirnya dia memilih untuk mendatangi kedua orang tua Rose untuk menyampaikan bela sungkawanya.

Sarah melepas pelukannya dengan Nick, menatap mata kakak sepupunya yang gelap tidak bercahaya. Karena dia tahu cahaya hidupnya baru saja pergi, tubuhnya terbarik tak bernyawa di dalam peti kayu ini. “Aku diminta oleh keluarga Scott untuk menyampaikan salam perpisahan di Gereja besok saat misa penutupan peti,” ucap Sarah sembari menghapus air mata di sudut mata Nick.

“Mereka juga memintaku melakukannya, tetapi aku tidak yakin akan sanggup. Entah mengapa rasanya sesulit dan sehancur ini,” lirih Nick melirik sekilas wajah cantik Rose yang tenang dalam tidur panjangnya.

“Pada akhirnya kau benar-benar harus merelakannya pergi,” ucap Andrew pelan namun mampu menembus dinding pertahanan di hati Nick.

“Aku tahu itu, Drew,” lirihnya sebelum akhirnya memutuskan untuk membelai lembut pipi Rose yang sudah terasa sangat dingin karena tidak dialiri darah.

***

Keesokan harinya di salah satu Gereja Anglican, misa tutup peti dimulai. Satu persatu keluarga Rose Scott menyampaikan salam perpisahannya untuk wanita cantik itu. Setelah Logan Russells, suami wanita berambut merah itu menyampaikan salam perpisahan, kini tiba waktunya Sarah Dimitrov-Jacob mengucapkan  salam perpisahan. Sebagai bentuk penghiburan untuk keluarga Scott dan sebagai rasa sayang seorang sahabat.

“Rose Scott,” Sarah menjeda kalimatnya dan menatap sedih peti mati Rose yang masih terbuka.

“Sosok wanita cantik, cerdas, ramah dan pekerja keras itu selalu ada untuk saya. Kami berkenalan saat upacara penerimaan mahasiswa baru dan dia yang menyapa saya untuk pertama kalinya tanpa sungkan. Rose adalah orang pertama di Universitas yang berani mengajak saya bicara dan untuk pertama kalinya saya merasa jadi diri sendiri,” lanjutnya lagi dengan mata memerah menahan tangis.

“Hari ini, di hadapan Tuhan dan kalian semua saya harus melepas kepergian sahabat terbaik dalam hidup saya. Merelakannya agar bahagia dan tidak merasakan sakit lagi seperti yang selama ini dia rasakan. Tubuh dan jiwamu boleh pergi meninggalkan kami di sini, tetapi cintamu dan dirimu akan selalu hidup di dalam sini,” ucap Sarah sembari memegang dada kirinya dengan air mata yang tidak hentinya menetes.

The Prosecutor Billionaire - Serial The Jacob 4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang