Bab 25

98 13 1
                                    

DISEBUAH ruang tamu tampak seorang gadis yang masih terbalut seragam sekolah duduk termenung pada sofa yang ada disana dengan sebuah gelas berisi susu yang sama sekali belum diminum olehnya.

Zena yang melihat itu pun perlahan duduk dan memegangi pundak Nazwa yang terlihat tidak bersemangat. Nazwa tersadar, lalu segera meletakkan gelasnya diatas meja, ia mengusap wajahnya kasar, entah mengapa hatinya sedang tidak baik-baik saja saat ini.

Nazwa tersenyum pada Zena, "Nyokap lo udah mau pulang?" tanya Nazwa yang dibalas anggukkan oleh Zena. Saat ini mereka berdua memang sedang berada di rumah Zena sedari pulang sekolah.

Tiba-tiba Zena memeluk Nazwa membuatnya semakin tak tahan untuk mengendalikan dirinya. "Jangan terlalu dipikirin Nazwa, semua yang dikatakan oleh Chika itu cuma omong kosong, dia udah kelewat obsesi sampe nggak bisa bedain mana yang salah dan mana yang bener.."

"Itu bukan salah lo kok, Shaka suka sama lo juga bukan salah lo.. Lo tau kan cinta itu nggak bisa diprediksi, nggak ada yang bisa tau kapan dia bakal dateng, jadi lo nggak perlu ngerasa bersalah atas apapun, karena ini memang udah takdirnya." Zena mengusap punggung Nazwa, ia tahu Nazwa sedang menahan untuk tidak menangis di depannya.

Nazwa mengangguk sembari melepaskan pelukannya, ia tersenyum, "Nggak kok, gue baik-baik aja, apalagi dinasehatin sama yang ahlinya cinta banget!" ujar Nazwa sembari tertawa.

"Halah lo sok kuat!" kata Zena sembari menampol pelan Nazwa membuat Nazwa benar-benar tak habis pikir dengan tangan Zena yang selalu saja berbuat berbeda dengan otaknya.

Zena terkekeh, "Bercanda kali! Udah sana lo pulang, kasian tuh abang lo nungguin dari tadi!"
Nazwa menatap keluar benar saja Bintang yang tadi sempat izin pergi sebentar sudah berada disana menunggunya.

"Yaudah deh, gue pamit pulang ya! Hati-hati lo dirumah, jangan keluyuran entar dimarahin sama nyokap lo lagi.." ucap Nazwa yang dibalas dengan hormat oleh Zena.

"By the way, thanks ya udah nemenin gue!" Nazwa menghela nafas lalu mendorong pelan dahi Zena dengan telunjuknya, "Harusnya gue yang makasih karena udah mau nemenin kegalauan gue!" kata Nazwa.

"Iya, iya sama-sama! Jangan nangis lagi, nambah jelek kalo lo nangis lagi.." ucap Zena layaknya orang tua yang tengah menasehati anaknya padahal masih tua Nazwa walaupun hanya selang enam hari pada bulan yang sama, "Iya deh yang paling cantik!" jawab Nazwa.

"Yaudah deh ya, gue pulang dulu, bye!" Nazwa segera menaiki motor Bintang yang sudah siap, ia melambaikan tangannya pada Zena yang turut membalas sebelum gadis bersama abangnya itu pergi dari halaman rumah Zena.

"Gimana udah puas curhatnya bareng bestie?" tanya Bintang sedikit bercanda untuk mendengar tawa dari Nazwa setidaknya membuat kesal gadis itu sudah cukup untuk memastikan bahwa adiknya itu baik-baik saja. Namun nyatanya bukanlah sebuah kekesalan yang ia dapatkan melainkan hanya helaan nafas lalu anggukkan kecil.

"Mau mampir makan nasi goreng nggak?" tawar Bintang lagi namun Nazwa menggeleng, "Nggak usah deh Bang, langsung pulang aja, nanti Mama nyariin." kata Nazwa yang semakin membuat Bintang khawatir.

"Naz.." Bintang tak melanjutkan kata-katanya ketika Nazwa perlahan memeluknya dari belakang, bersender dipunggungnya dengan lemah. Tidak biasanya gadis itu seperti ini, Bintang pun hanya diam membiarkannya untuk tetap tenang.

Saat sudah sampai dirumah, Nazwa segera masuk ke dalam kamarnya, tak ingin membuang-buang waktunya, Nazwa segera membersihkan tubuhnya dan mengganti seragam sekolahnya menjadi pakaian rumah.

Setelah kegiatannya selesai, Nazwa merebahkan tubuhnya di kasur begitu saja. Handphonenya berdering namun ia tidak memghiraukan hal itu karena sekarang Nazwa benar-benar kelelahan, mengingat peristiwa di sekolah tadi membuatnya tak habis pikir.

In Your Heart [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang