EPILOG

144 13 42
                                    


Rumah Sakit Evanza,
pukul 12:00 waktu setempat.

Suara nyaring seorang bayi yang baru saja keluar dari kamarnya selama sembilan bulan akhirnya membuat satu ruangan tersebut dipenuhi dengan seruan ucapan rasa syukur yang tak henti-henti. Isakan tangis dari sang Ibu pun tak dapat dihindarkan lagi, begitu bahagia menyambut anak yang selama sembilan bulan ia tunggu kehadirannya dan kini berada di dalam pelukkannya.

"Selamat! Bayinya sehat, berjenis kelamin perempuan, cantik persis seperti Ibunya!"

"Terima kasih.."

"Dan saya harap, sikap dan otaknya akan menuruni Papanya." Nazwa tersenyum ketika Zena merengek dan mengadu pada Alkan dengan apa yang Nazwa ucapkan barusan.

"Sekali lagi terima kasih ya, Nazwa, sudah membantu proses kelahiran Zena dengan baik." ucap Alkan yang dibalas anggukan oleh Nazwa, "Bagaimana pun, Istri Pak Alkander adalah sahabat karib Dokter Nazwa Sandriella.."

Zena tersenyum mendengar ucapan manis dari Nazwa, "Aaaa jangan buat gue nambah nangis deh!"

"Ngomong-ngomong, udah ada saran nama untuk bayi kalian?" tanya Nazwa pada Zena dan Alkan yang baru saja menjabat sebagai orang tua tersebut. Zena dan Alkan saling menatap lalu mengangguk seraya tersenyum.

Nazwa tersenyum senang keluar dari ruangan tersebut setelah berhasil membantu Zena melahirkan, ia membuka kedua sarung tangannya dan segera membuangnya.

Alkan dan Zena memang sudah menikah dari satu tahun yang lalu dan itu adalah kabar paling gembira untuk Nazwa apalagi semenjak Zena dikabarkan hamil dan bertepatan hari ini Zena melahirkan anak pertamanya yang dibantu oleh dokter kandungan profesional, yakni Nazwa sendiri.

Ia senang dapat berkerja, dan mencapai cita-citanya di rumah sakit yang memiliki nama belakang Ibunya itu, Helena Evanza dan kini ia lah yang memegang penuh atas rumah sakit Evanza.

Nazwa berkerja keras selama beberapa tahun, berkerja keras mencapai karirnya yang sekarang dan bekerja keras dalam perihal hati yang masih terjebak pada kenangan lama bahkan setelah banyak tahun yang berganti.

"Iya, kalo sekarang sih, kayaknya lagi free.." Nazwa melihat jam yang melingkar ditangannya dengan tangan yang satunya memegang handphone yang ia letakkan disamping telinga.

Nazwa mengangkat kedua alisnya, "Oh ya? Abang dimana sekarang?" tanya Nazwa begitu semangat, "Ohh oke, oke, aku kesana!" Gadis atau yang lebih tepat disebut wanita dengan rambut yang dicepol segera melepaskan kemeja putih yang ia pakai.

"Sus, tolong taruh di ruangan saya ya.."

"Baik, dok!"

Nazwa tersenyum, "Terima kasih." Lalu ia segera berjalan cepat menuju ke salah satu Cafe yang berada tak jauh dari rumah sakitnya berada. Saat masuk ia sudah disambut hangat, seorang lelaki melambaikan tangannya membuat Nazwa tersenyum lalu segera menghampiri lelaki itu.

"Hello baby!" Nazwa menggendong balita yang berusia 3 tahun itu ke pangkuannya lalu mencium pipi chubby yang selalu berhasil membuatnya gemas.

"Ihh aunty nggak usah cium-cium, bau tau!" Nazwa berdecak kesal mendengar ucapan Bintang barusan kepadanya. Ia beralih menatap seorang wanita yang berasa di sebelahnya.

"Kak Jasmine kesini emang nggak capek?" Nazwa beralih menatap Bintang yang berada di depannya, "Abang ih, orang istrinya lagi hamil juga, diajak pergi jauh-jauh kesini!"

Bintang ingin membuka suara namun sudah dipotong oleh wanita bernama Jasmine yang menjabat sebagai istrinya itu. "Nggak, Naz, justru itu permintaan kakak sendiri karena rasanya kalo dirumah itu ngebosenin jadinya main ke rumah Ibu deh.. terus sekalian aja ketemu sama kamu, soalnya Varies juga udah rindu sama Oma dan Aunty nya ya kan, Var?" Balita itu hanya mengangguk membuat Nazwa, Bintang dan Jasmine hanya tertawa gemas melihatnya.

Jasmine adalah teman satu kampusnya Bintang waktu kuliah dulu, dan mereka bertemu lagi di rumah sakit Evanza ketika Jasmine mengantarkan Ibunya yang sedang sakit sedangkan Bintang berkunjung untuk melihat teman militernya yang sedang dirawat.

Nazwa ikut senang dengan kehidupan Bintang yang berubah seratus derajat setelah menikah dengan Jasmine lalu memiliki seorang Anak lelaki bernama Alvaries Danendra. Bintang menjadi ayah yang begitu bertanggung jawab, suami yang begitu menyayangi istrinya namun tetap saja ia tak akan pernah melupakan Anna yang menjadi cinta pertama yang mengajarkannya akan banyak hal.

Pada sore harinya, Nazwa terlihat baru saja keluar dari ruang persalinan, Nazwa melihat pantulan dirinya dicermin toilet lalu ia tersenyum tipis seraya membiarkan rambutnya tergerai.

Nazwa keluar dari rumah sakit, ia menghirup udara segar lalu menghembuskannya perlahan, suasana di Ibu kota Indonesia memang sangat unik itulah mengapa alasan Nazwa tidak ingin meninggalkan kota kelahirannya itu, handphonenya berdering membuatnya segera mengangkat telepon tersebut yang berasal dari Zena.

"Dia udah punya nama, Naz!"

"Wahh, siapa?"

"Raisyah Putri Erfandez, bagus nggak?"

"Kalo Ibunya Zena sih nggak mungkin nggak bagus!" Zena tertawa di seberang sana, "Besok lo harus dateng ke rumah ya, kita ada acara, besok gue siapin Vanilla susu kesukaan lo dan oh iya, besok calon suami Lo bakal jemput, jangan kejam banget Lo sama dia!”

Apaan sih lo! Dia itu cuma temennya Bang Bintang yang ngeselin..”

Terdengar helaan nafas dari sana, “Nazwa, Lo ini ya, Riyan itu serius sama Lo, udahlah Naz, lagian dia juga laki-laki yang baik kok! Oh iya besok, dia bakal Dateng, udah lah ya, bye..”

Nazwa diam sejenak, siapa dia? Lalu sambungan telepon pun diputuskan.

Nazwa berjalan sedikit jauh dari rumah sakitnya, ia melihat taman yang terlihat tidak terlalu ramai seperti siang hari, Nazwa duduk disalah satu kursi panjang yang mengarahkan pandangannya pada senja yang hendak berlangsung. Nazwa menghela nafas, Vanilla susu mengingatkannya akan seseorang.

Tepatnya satu tahun yang lalu, ia bertemu lagi dengan seseorang yang mewarnai masa abu-abunya dengan cinta. Ya, dia Shaka, kembali bertemu dirinya dan tidak dilupakan Pula, ada tangan lain yang ia genggam.

Dia tersenyum pada Nazwa, menanyakan kabar dengan irama yang terdengar sangat tenang. Nazwa tersenyum manis ke arah perempuan cantik yang berada disebelah Shaka.

Sedangkan Nazwa hanya bisa menatap Shaka lalu membalas pertanyaan itu dengan senyuman. Selamat bahagia Shaka, memang seharusnya kemarin adalah akhir dari cerita ini.

Selamat menjalani lembaran yang baru, aku pada cinta ku dan kamu pada hidupmu.

End of the story
-IN YOUR HEART-

End of the story -IN YOUR HEART-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
In Your Heart [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang