Arleta meremat rambutnya frustrasi, bingung dengan apa yang akan ia jelaskan kepada kedua orang tuanya nanti. Bahwasanya ia sudah menikah.
"Ga, gimana nih ...."
Kiano Agra Dewana, cowok berusia 15 tahun itu menatap Arleta, kemudian menarik tangan gadis itu ke arah kedua orang tuanya berkumpul.
Saat ini Agra dan Arleta sudah menikah, yang sesinya hanya dihadiri keluarga Agra saja.
Mulanya ada perdebatan, namun karena RT dan para warga yang bersikeras, mereka terpaksa melanjutkan pernikahan. Meskipun dengan cara sirih.
"Lo ngapain sih?" Arleta menarik tangannya yang dipegang oleh Agra.
"Pulang,"
"Masalah lagi genting gini Lo mau pulang? Yang ada Bokap-Nyokap bakal mutilasi Gue." Arleta memejamkan matanya. Situasi saat ini sulit, pulang dapat marah, nggak pulang dicariin. Dan Agra?
"Mama yang minta," ucap cowok itu singkat.
"Ya Allah ... dosa apa Gue, kok dapat suami dingin kayak gini. Bocil pula."
"Aku udah besar!" bantah dengan menatap tajam Arleta.
Bukan takut, Arleta malah tertawa ngakak. "Aelahh lu Bocil, ngapain melotot gitu. Bukan nyeremin, jatohnya malah ngelawak."
"Terserah!"
Agra berjalan menghampiri keluarganya yang sedang berbincang ringan bersama beberapa warga. Arleta mengikuti langkah suami kecilnya itu.
Arumi- ibu dari Agra tersenyum pada Arleta. Wanita paruh baya itu yang tidak terlalu mempermasalahkan kalau Agra menikah. Katanya, ia ingin punya anak cewek.
"Leta ... sini Sayang. Duduk bareng Mama," ajak Arumi. Arleta yang dipanggil, hanya menampakkan senyuman kecil. Canggung rasanya, memanggil orang yang baru ia kenal dengan sebutan 'Mama'
"Kita ke rumah kamu yah, untuk membahas masalah ini dengan kedua orang tua kamu." Seorang pria paruh baya membuka suara. "Saya tidak mungkin membawa menantu ke rumah, kalau orang tuanya nggak setuju." Sambungnya.
Dewa- ayah dari Agra itu mengelus surai Arleta dengan sayang. Mereka sepertinya sudah menerima Arleta.
"Iya Om," jawab Arleta kaku. Gadis itu menatap Agra yang hanya diam sambil menatapnya.
"Jangan panggil saya Om. Meskipun kalian hanya terpaksa menikah, kamu sudah menjadi menantu saya. Panggil saya Papah." Arleta tertegun mendengar perkataan Dewa. Mimpi apa dia kemarin malam, sampai hari ini dia sudah jadi menantu.
"I- iya Om, eh nggak. Maksudnya Papah," ujar Arleta.
"Ayok Mah," ajak Agra yang sudah beranjak. Kedua orang tua cowok itu tersenyum.
"Kayaknya anak mamah udah nggak sabar pengen bawa istrinya pulang."
"Ck. Ni bocah belum sehari jadi suami udah meresahkan."
***
Saat ini Arleta dan Agra sedang berada di dalam kamar. Mereka berdua duduk di tepi ranjang yang berlapis seprai berwarna pink. Lebih tepatnya tempat tidur Arleta.
Itu permintaan dari kedua orang tua mereka. Katanya biar orang tua yang mengatur semuanya. Arleta dan Agra di suruh masuk ke kamar dulu.
"Cil ... Gue ngeri deh." Arleta membuka suara setelah sekian lama hening melanda.
"Nama Aku, Kiano Agra Dewana. Dipanggil Agra bukan 'Bocil'." Agra menatap malas gadis di sampingnya.
"Iya, iya ...." Arleta mendengus kesal, "gue khawatir, lo kan masih SMP. Trus kalau kita nikah, yang nafkahin gue siapa?!" pekiknya tertahan.
Tanpa membuka seragamnya, Arleta merebahkan tubuhnya diatas springbed.
"Trus lo bocil lagi, temen gue ntar bilang apa." Arleta mengerucutkan bibirnya. "Masa seorang Arleta, tuan putri sekolah nikahnya sama anak SMP. Brondong NJIR!" Jerit Arleta.
"Aku bukan bocil," serkas Agra Kesal, wajahnya terlihat memerah. "Lagian uang Papah banyak. Tata bantuin aku abisin aja." Sambungnya.
"Tata? Maksudnya?"
"Istrinya Agra."
Blus. Perut Arleta menghangat. Gadis itu menatap Agra yang hanya diam dengan mata terpejam.
"Masih bocil aja udah bisa baperin anak orang. Tanggung jawab lo!" sentak Arleta.
Bukan menjawab, Agra hanya menampakkan senyum miringnya. "Siap-siap aja setiap hari aku baperin."
"Dih, bocah!"
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Kecil | Completed |
Teen Fiction"Pak, Bapak ini salah paham! Saya sama anak ini tidak berbuat aneh-aneh. Lagian mana mau saya sama anak SMP." Seorang gadis cantik berseragam SMA sedang meronta, saat itu ia sedang diseret para warga karena tidur di pos ronda bersama seorang cowok...