#SUAMI_KECIL
#PART14***
~Aku bukan karakter ataupun tokoh dalam cerita fiksi. Yang mengemis dan memperjuangkan cinta. Aku hanya manusia biasa yang akan berhenti di saat lelah dan akan pergi karena jera.~
***
Tidak terasa sudah hampir 3 minggu Arleta berada di rumah sakit. Menemani Agra, lebih tepatnya hanya memantau suami kecilnya itu dari jarak jauh. Karena Agra tidak ingin didekati.
Entahlah, ada rasa kecewa dan sesak di dadanya saat Agra menatapnya dengan tatapan tajam. Namun dengan tabah Arleta menanggapinya dengan senyum.
Saat ini Arumi dan Dewa dengan ada urusan penting, ketiga Abang Iparnya sedang sibuk dengan kuliah dan sekolah. Membuat Arleta harus menjaga Agra sendirian. Ada rasa senang dan juga khawatir jika Agra tidak suka akan keberadaannya.
"Mau minum?" tanya Arleta lembut saat melihat tangan Agra ingin meraih gelas yang berada di atas nakas. Tidak ada jawaban, membuat Arleta mendesah kecewa.
"Tolong." Ujung bibir Arleta terangkat membentuk senyuman. Akhirnya Agra menyerah juga, setelah lelah berusaha.
"Udah tahu nggak bisa, masih ngotot. Kalau nggak bisa, apa susahnya minta bantuan orang lain?" Arleta mengomel dengan wajah seolah kesal, tetapi yang sebenarnya ia senang.
"Kalau bantu orang yang ikhlas, jangan diomelin," balas Agra dengan ketus. Arleta menggeleng.
"Nggak nyangka suami gue sedingin ini," gumam Arleta yang terdengar tidak jelas di pendengaran Agra.
"Kakak kalau mau ngomongin ata ngejek orang jangan bisik-bisik, langsung sini, sama orangnya!" tantang Agra dengan tatapan kesalnya. Arleta hanya diam dan menatap Agra.
"Cepat inget gue Ga, gue kangen Lo yang manja. Janji, gue nggak akan kemana-mana, gue bakalan tetap di sini bareng Lo. Tapi please, ingat gue."
"Aga?" panggil Arleta, yang hanya dijawab deheman dari sang empu nama.
"Lo beneran lupa?" tanya Arleta memastikan, berharap ada secercah harapan untuknya. Namun, nihil saat Agra menjawabnya dengan anggukan.
Arleta tersenyum miris, kisahnya terlalu umum. Dilupakan oleh suami. Entahlah, ia tidak menyangka akan merasakan manis pahitnya berumah tangga di usia muda, sampai lupa mempersiapkan hatinya kalau-kalau suatu hari akan seperti ini.
"Emangnya Kakak siapa? Maaf, karena aku benar-benar nggak ingat."
"Gue? Gue ... Tata-nya seseorang," Arleta tertawa kecil, "Nggak pa-pa Ga, Lo nggak salah. Lupain aja." Sambungnya.
Ada rasa aneh di hati kecil Agra, seperti merasakan rasa nyaman. Bahkan, jantungnya ikut berdebar. Seperti ada sesuatu, ia merasa ada ikatan tersendiri antara dirinya dan Arleta.
"Apa aja yang aku lupain?"
"Siapa Kak Arleta?"
***
"Assalamualaikum, Ra!" Seorang remaja berseru girang dengan menyembulkan kepalanya ke dalam ruang rawat Agra.
Agra menghela nafas saatmelihat siapa yang datang, ternyata Dikta. Sedangkan Arleta mengernyit bingung.
"Dia siapa Ga?" tanya Arleta, pasalnya ia baru melihat Dikta dan dua gadis remaja lain. Arleta mendelik tidak suka saat dengan seenaknya salah satu dari mereka bergelayut manja di lengan Agra yang sudah tidak terinfus.
"Dia ... dia, Dikta. Kalau dua ini nggak tahu," jawab Agra dengan berusaha melepaskan dekapan erat di lengannya.
"Ya ampun Ra, Lo lupa gue? Gue Rena, cewek Lo Ra!" Arleta membulatkan matanya tidak percaya.
Arleta masih mengingat saat ia bertanya siapa itu Rena, dan Agra menjawabnya dengan enteng. Ia memutar kilasan di mana Agra mengatakan tidak ada hal khusus antaranya dengan Rena.
"Tata nggak bakalan selingkuh'kan di sana?"
"Nggak Aga, bahkan aku yang harus nanya gitu. Rena itu siapa?"
"Dia teman sekelas, dia juga habis nembak aku."
"Trus?"
"Aku tolak lah! Kan ada Tata."
Arleta tersenyum miris, lalu beralih menatap Agra dengan sorot mata tajam dan kecewa.
"Pembohong." Satu kata itu terucap tanpa nada nada dan suara, namun sepertinya Agra melihat gerakan bibir Arleta karena remaja itu memperhatikannya sedari tadi.
"Gue keluar dulu yah, mau makan." Arleta berujar dengan dingin. Dan hal itu langsung mengalihkan atensi semua orang padanya.
"Mm ... iyah."
Saat Arleta pergi dari ruangan itu, Agra disuguhi pertanyaan-pertanyaan dari teman-temanya.
"Dia siapa Ra?"
"Cantik, kok bisa nemenin Lo, sih?"
"Lo punya sepupu perempuan atau gimana?"
Agra menghela nafas berat lalu memandang mereka dengan malas.
"Dia Arleta."
"Aku nggak tahu kenapa Dia di sini."
"Dia bukan siapa-siapa aku."
***
"Lo kenapa?"
Arelio Ashar Dewana, pemuda itu diserang rasa panik seketika saat melihat Arleta yang duduk di kursi taman rumah sakit sambil menangis sesegukan.
"Gue bego banget," ucap Arleta dengan mengusap air matanya kasar. "Gue bego nangisin cowok brengsek kayak adek Lo, Bang." Arleta menatap Arel dengan kilatan emosi.
"Maksud Lo apa sih Ta?" Arel ikut duduk di samping Arleta, pemuda itu menepuk pundak Arleta pelan. Berusaha menenangkan gadis ini.
"Gue benci Agra!"
"Hei ... jangan gitu. Cerita sama gue, gue juga Abang Lo'kan?" Arleta kembali menangis mendengar penuturan Arel. Entahlah, ia kecewa dan marah padaAgra.
"Agra selingkuh," ujar Arleta dengan suara serak menahan tangis.
Arel yang mendengar itu menatap Arleta tidak percaya. Bagaimana mungkin Agra yang ketus dan anti sosial itu mau pacaran. Terlebih, Agra 'bucin akut' pada Arleta.
"Ta ... mungkin Losalah sangka. Agra nggak mungkin ngelakuin itu," bujuk Arel. Namun Arleta tidak menanggapinya dengan baik.
"Gue, gue marah Bang. Dia nggak ingat gue, tapi dia ingat yang lain. Gue kecewa, dia cuma diem pas itu bocah betina nempel-nempel ke Dia."
"Gue ngerasa bego! Bego karena nangisin brondong kayak Dia."
Arel terkekeh geli, pemuda itu mengusap rambut Arleta gemas. "Udah, jangan nangis."
"Gue nggak nyangka aja, nangis karena sakit hati."
"Bakal gue buat Agra nyesel nanti."
***
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Kecil | Completed |
Ficção Adolescente"Pak, Bapak ini salah paham! Saya sama anak ini tidak berbuat aneh-aneh. Lagian mana mau saya sama anak SMP." Seorang gadis cantik berseragam SMA sedang meronta, saat itu ia sedang diseret para warga karena tidur di pos ronda bersama seorang cowok...