#SUAMI_KECIL
#PART7***
Buat gue cinta sama Lo.
Kalimat itu menjadi beban pikiran terberat untuk Agra, cowok SMP itu menelungkupkan kepalanya di lipatan tangan. Sesekali menghela nafas, ia sampai tidak fokus dengan pelajaran yang diterangkan guru Matematika di depan papan tulis.
Yah, hari ini Agra berada di sekolah, lebih tepatnya di kelasnya, kelas IX-A.
"Agra?" Panggilan itu sontak membuat Agra tersadar, lalu memperbaiki posisi duduknya.
"Kenapa Lo?" tanya teman sebangku Agra. Yang bernama Alfiano Dikta.
Anak lelaki itu berperawakan badboy, tapi dengan pakaian yang rapih. Jangan salah, Alfiano Dikta, atau kerap disapa Dikta itu memiliki cita-cita menjadi Badboy. Dan prinsip, 'boleh jadi badboy, tapi kerapihan sama sopan santun harus dijaga kalau di lingkungan sekolah."
Prinsip yang cukup panjang, rumit dan membingungkan. Namun itulah Dikta. Memiliki keunikannya sendiri.
"Jatuh cinta itu rasanya kayak apa, Dik?" tanya Agra dengan suara pelan. Sontak Dikta yang berada di samping Agra tercengang.
Selama ini yang Dikta tahu, Agra merupakan sosok anak yang tertutup. Dingin dengan orang luar, dan cuek pada orang asing. Agra hanya ramah pada keluarga dan sahabat-nya. Yaitu Dikta sendiri.
Dikta tersenyum menggoda, "masih SMP Ra, tante Arumi pasti nggak izin in Lo pacaran." Cowok seumuran Agra itu menasehati. "Apalagi om Dewa. Abang-abang Lo aja dilarang pacaran."
"Tapi sebentar lagi'kan kita bakalan SMA," gumam Agra. Cowok itu mencorat-coret lembaran belakang bukunya. "Lagian apa salahnya cinta sama istri sendiri," batinnya.
"Iya juga sih. Tapi ngapain Lo nanya gue masalah gituan?"
"Lo'kan udah berpengalaman, Dik. Pacar Lo aja nggak bisa keitung," jawab Agra dengan santai. Membuat Dikta mendengus kesal.
"Ntar gue jabarin, biar lo ngerti."
***
Di tempat lain, Arleta menutup wajahnya menggunakan buku. Saat ini ia sedang berada di perpustakaan sekolah. Sudah hampir sebulan ia selalu menghindar dari teman-temanya. Bukan karena apa, ia hanya tidak ingin menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan padanya. Malas rasanya jika ia harus diinterogasi seputar kabar perjodohannya.
"Di sini Lo rupanya," ucap seseorang yang membuat Arleta membeku. "Kenapa ngumpet, takut ngakuin kalau jodoh Lo adek gue?" Tanyanya.
"Bukan gitu Ko," jawab Arleta dengan suara pelan. Terlihat dari wajahnya gadis itu sangat tertekan.
"Trus?" tanya Koko menuntut. Yah, pemuda itu adalah Kian Kholbi Dewana. Pemuda itu pindah sekolah ke SMA Merah Putih, dengan tujuan mengawasi 'Kakak-adek Iparnya'.
Arleta menghela nafas lelah, "ini sulit Ko, gue ngerasa sendiri di sini. Teman-teman gue nggak ada yang ngerti, harusnya mereka tahu kalau gue tertekan dengan pertanyaan-pertanyaan mereka." Arleta menenggelamkan wajahnya di lipatan tangan.
"Nggak usah nanggapin Ta, itu bisa buat lo makin capek." Koko menarik tangan Arleta. "Ayok, gue bantu ngomong."
Arleta menurut saat Koko menarik tangannya. Semua orang menatap mereka dengan penuh tanya, karena seorang Arleta ditarik oleh adik kelas. Dan lebih parahnya, pemuda itu adalah anak dari Dewana.
Brakh! Arleta terperanjat kaget saat Koko membawanya ke dalam kelasnya, lalu dengan kasar pemuda itu membanting pintu kelas. Kelas itu seketika menjadi hening.
"Gue mau ngomong!" ucap Koko dengan dingin, sorot matanya menatap tajam para penghuni kelas.
"Gue mau ngomong. Kalau Arleta Dwina, cewek yang kalian omongin, gibahin setiap hari ini ... adalah calon mantu dari keluarga Dewana. Jadi sekali kalian bikin dia nggak nyaman, atau bikin cerita nggak-nggak tentang dia, siap-siap didepak dari sekolah ini." Penuturan panjang lebar dan penuh penekanan dari Koko, sontak membuat kelas XII gempar seketika. Bagaimana tidak. seorang Arleta, Queen sekolah sekarang dia juga memiliki gelar baru sebagai calon mantu dari keluarga Dewana. Beruntung.
***
"Mah, Tata belum pulang?" tanya Agra yang entah untuk seberapa kian kalinya pada Arumi. Sampai-sampai wanita paruh baya itu menarik nafas lelah. Putra bungsunya sudah dewasa ternyata.
"Sayang, mama udah capek ini loh. Dari tadi kamu bulak-balik nanyain Leta. Sabar yah," bujuk Arumi. Putranya yang satu ini memang berbeda, tapi syukurlah. Setidaknya Agra menerima, bahkan menyayangi Arleta. Biasanya dia akan cuek pada orang asing yang mendekatinya.
"Lama!" kesal Agra lalu menaiki tangga menuju kamarnya.
Brakh! Pintu bercat putih itu dibanting begitu kuat oleh Agra. Entahlah, mengapa ia menjadi sesensitif ini.
Cowok itu menelungkupkan tubuhnya, mengerang tertahan. Emosinya tidak stabil, ada apa dengan dirinya.
"Tata selingkuh yah, mangkanya lama pulang?" Pertanyaan itu entah untuk siapa, tapi makin Agra pikirkan ia semakin emosional, rasanya ingin menangis. Ceklek. Suara pintu dibuka. Agra tidak peduli, ia sudah menduga itu Mamah-nya.
"Ra?"
Deg. Deg. Deg. Jantung Agra tiba-tibaberdesir, entahlah itu seperti nyeri bercampur geli. Perasaan apa itu.
"Ta ... kenapa lama?" Suara Agra terdengar lirih. Meskipun sudah ia tahan, isakan itu akhirnya lolos juga. Agra menangis.
"Hey, Lo kenapa, ada yang sakit, Lo digangguin sama siapa? Bilang sama gue Ra!"
Bukan menjawab, Agra beringsut memeluk pinggang Arleta erat. Menumpahkan tangisannya di perut gadis itu. Posisi arleta berdiri dan Agra yang duduk di tempat tidur.
Arleta yang kebingungan, hanya bisa pasrah. Membalas memeluk kepala suaminya dan menumpuhkan dagunya di puncuk kepala Agra. Sesekali ia mengecup nya. Arleta berhasil, berhasil membuat Agra tergantung kepadanya.
"Kenapa, hm?" tanya Arleta lembut, tangannya menyugar rambut hitam kelam Agra. Cowok itu masih terisak.
"Aga ... kenapa?"
"Nggak tau, aku cuma pengen lihat Tata lebih cepat. Mau peluk Tata terus, mau seketat terus. Ak- aku manja'kan Ta, maaf."
"Tapi aku nggak bisa tahan, rasanya aku pengen ngamuk pas nunggu Tata pulang. Rasanya lama. Aku kesel!"
"Maafin aku Ta, aku manja. Tapi, tapi aku ..." Agra menunduk, ia tidak sanggup melanjutkan ucapannya. Isakan nya berusaha ia tahan, dengan cara membekap mulutnya. "... aku suami nggak guna, pasti Tata malu punya aku."
Arleta tertegun, gadis itu menatap haru suami kecilnya itu. Bagaimana anak berusia 15 tahun bisa seperti ini. Arleta kembali mendekap tubuh mungil Agra.
"Hei ... Lo, Aga-nya Tata. Gue sayang sama Lo, nggak peduli mereka mau ngejek gue suka sama brondong sekalipun. Lo itu suami gue, suami kecil."
"Really?"
"Nggak, gue bo'ong!"
BERSAMBUNG!
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Kecil | Completed |
Teen Fiction"Pak, Bapak ini salah paham! Saya sama anak ini tidak berbuat aneh-aneh. Lagian mana mau saya sama anak SMP." Seorang gadis cantik berseragam SMA sedang meronta, saat itu ia sedang diseret para warga karena tidur di pos ronda bersama seorang cowok...