#SUAMI_KECIL
#PART17●●●
~Orang akan mengerti betapa berartinya Kamu, di saat Dia sudah merasakan hampa karena kehilanganmu.~
***
Bugh
Bugh
"Kenapa Lo harus lupa ingatan dan biarin dia menderita sendirian!"
Pukulan demi pukulan dilayangkan oleh Arel pada Agra. Pemuda itu seperti kesurupan, menyeret adik bungsunya dengan kasar lalu memukulinya dengan brutal.
Setelah pulang sekolah Agra mendapati Arel yang penuh dengan kilatan emosi.
"Lo harus ingat ba**sat! Balikin Dia!" Arel membabibuta. "Dia relain semuanya, demi bisa jagain Lo yang terbujur lemah di rumah sakit! Dia susah payah nahan sakit hati saat lihat Lo berduaan sama cewek lain. Dia! Dia Arleta, istri Lo!" teriak Arel dengan cengkeraman kuat di kerah seragam Agra.
"Maksudnya apa Bang! Aku nggak tahu, aku nggak ingat!" Suara Agra bergetar karena menahan tangis dan takutnya.
Bugh. Satu pukulan kembali dilayangkan Arel membuat hidung Agra mengeluarkan d*rah.
"Agra!" teriak Wira yang datang menengahi kedua adiknya.
"Arel?!" Koko menarik tangan Arel mencoba menahan tangan pemuda itu yang siap dilayangkan.
"Sadar Bang! Dia adek kita!" ucap Koko yang berusaha menenangkan emosi Arel.
"Lepasin gue! Biar gue bunuh si bre**sek ini!" geram Arel.
Arumi menangis sesegukan di dekapan Dewa. Wanita dan pria paruh baya itu tidak bisa berkutik saat melihat kemarahan Arel. Anak laki-laki mereka yang selalu patuh itu tiba-tiba menjadi brutal membuat mereka shok.
"Lo apa-apaan Rel?! Agra baru sembuh!" cetus Wira yang sudah naik pitam. "Lo mukulin Agra karena Arleta?! Lo suka sama dia, hah?!"
Arel terkekeh sinis. "Dari dulu gue pengen punya adek cewek dan gue dapetin itu setelah dia ada di rumah ini. Cuma dia yang perduli sama gue, cuma dia yang nggak munafik di rumah ini. Dia ketawa kalau lucu, nangis kalau sedih. Dia tulus Bang! Apa salah kalau gue anggap dia lebih dari orang asing?!" sungut Arel. "Adek dan Mamah-Papah kebanggaan Lo itu yang buat dia pergi," sambung Arel.
"Jaga omongan Lo Rel!" peringat Wira.
Arel tidak peduli, pemuda itu menarik lengan Agra yang sudah lemas. Remaja itu meringis saat Arel menariknya ke lantai dua rumah Dewanam
"Hari ini Lo harus ingat semuanya! Gue nggak peduli Lo mau sakit atau mat* sekalipun!"
Agra ditarik oleh Arel menuju gudang, menghempaskan Arel lalu menutup lalu mengunci pintu gudang itu.
"Bang, Lo mau apa?" Agra menatap Arel mengacak-acak beberapa box yang berisi beberapa berkas.
Brukh. Arel melempar satu box besar ke arah Arga dengan kuat. "Lihat, baca, Lo bakalan tahu semua kebenarannya."
Tangan Agra bergetar, kepalanya berdenyut nyeri saat melihat selembaran kertas 'keterangan menikah' tertulis jelas di kertas itu nama Kiano Agra Dewana dan Arleta Dwina beserta foto mereka berdua.
"Pak, Bapak salah paham! Saya sama anak ini tidak berbuat aneh-aneh. Lagian mana mau saya sama anak SMP."
"NGGAK USAH ALESAN!"
"BENER!"
"JAMAN SEKARANG ANAK SD AJA UDAH HAMIL DULUAN!"
"Pokoknya, kalian haruskami nikahkan! Supaya tidak ada zinah lagi di desa ini!"
Kilas balik di pikiran Agra membuat remaja itu memekik kesakitan.
"Agh ... sakit!"
Arel tidak peduli, inilah yang ingin ia lakukan sejak lama. Agra, remaja itu sudah berkeringat dingin, tubuhnya bergetar, dan kepalanya berdenyut nyeri. Tolong, siapapun selamatkan Agra.
Suara gedoran pintu terdengar dari luar gudang, Arel sama sekali tidak merespon. Apa ia mulai tidak akan ia hentikan lagi.
"Arel! Jangan siksa adik kamu Nak!" teriak Arumi.
Agra meringkuk kesakitan, ingatan 2 tahun lalu berputar di otaknya bak kaset rusak, membuatnya merintih kesakitan.
Suara Arleta terngiang-ngiang di telinganya. "Aga ... bangun, mandi. Mau sekolah'kan?"
"Sayang ... jangan manja-manja mulu. Tugasnya belum kelar'kan?
"Akh ... sakit, kepala aku sakit," lirih Agra. Penglihatannya menggelap, Agra pingsan.
Brakh. Pintu gudang terbuka karena beberapa kali didobrak oleh Wira dan Dewa, Arumi histeris saat melihat putra bungsunya terkulai lemah di ubin gudang.
Plak. Satu tamparan dilayangkan Dewa di pipi Arel, pemuda itu terhuyung.
"Mau kamu apa Arel?! Kamu mau buat Agra mat* hah?!"
"Aku cuma mau Agra rasain, apa yang Arleta rasain. Semuanya nggak adil buat dia Pah," ucap Arel.
"Tapi Agra adik kamu!"
"Arleta juga adik aku."
***
2 hari berlalu, Agra belum juga sadar dari pingsannya. Arumi menggenggam tangan anaknya dengan sayang.
"Agra ... bangun Nak, mama di sini."
Arumi dapat merasakan pergerakan di tangan Agra, wanita paruh baya itu menatap putranya dengan penuh harap.
"Bangun Sayang, ini Mamah ...."
"Akh ...." ringis Agra, matanya mengerjap pelan, membuat Arumi khawatir.
"Apa, apa yang sakit? Bilang sama Mamah!"
"Dia ... mana?"
"Apa?
"Tata mana Mah?"
***
Di sebuah kamar bernuansa baby blue seorang gadis duduk termenung dengan mata sembabnya.
"Udah ... jangan nangis lagi," ujar seseorang membuyarkan lamunan Arleta. Yah gadis itu adalah Arleta Dwina.
"Nggak ada satupun yang peduli, Papah-Mamah, semuanya ninggalin gue." Arleta membenamkan wajahnya di lipatan tangan.
"Berarti termasuk gue?" tanya orang itu, membuat Arleta menggeleng cepat.
"Cuma Lo yang gue punya sekarang, jangan pergi! Gue nggak mau sendiri," lirih Arleta.
"Nggak akan. Lo tahu, gue sayang sama Lo. Jadi berhenti nangis, Arleta jelek kalau nangis."
Arleta tersenyum lalu beringsut memeluk sosok pria dihadapan. Cuma pria ini yang ia miliki sekarang.
"Gue juga sayang sama Lo."
"Gue bakalan bawa Lo ketempat yang jauh, sampai mereka nyesel udah buat berlian gue nangis. Gue izinin Lo balik, kalau mereka udah nyesel. Entah itu keluarga Dewana atau Bokap-Nyokap Lo."
.
,
,
.
,
.
,
,
,
,
,
,
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Kecil | Completed |
Ficção Adolescente"Pak, Bapak ini salah paham! Saya sama anak ini tidak berbuat aneh-aneh. Lagian mana mau saya sama anak SMP." Seorang gadis cantik berseragam SMA sedang meronta, saat itu ia sedang diseret para warga karena tidur di pos ronda bersama seorang cowok...