#SUAMI_KECIL
#PART10***
"Lo itu harus belajar, bentar lagi'kan mau ujian nasional. Kalau nggak ada persiapan, Lo mau jawab apa."
"Jangan kebanyakan manja-manja, bentar lagi udah mau SMA."
Agra menghela nafas lelah, sedari tadi Arleta terus saja mengomelinya. Ia hanya diam dan mendengarkan, sesekali melirik istrinya yang mendumel sambil melipat pakaian. Astaga, sesederhana ini.
Agra bahagia, karena selama ini ia begitu malas jika harus diurusi dan dikekang. sampai-sampai ia menutup diri dari orang tuanya, tetapi berbeda jika bersama Arleta. Gadis itu akan menjadi satu-satunya kelemahan Agra. Jangan melawan atau membantah, menatap saja ia tidak berani jika Arleta sedang marah.
"Tata?" Agra memanggil Arleta yang tidak bergeming sama sekali. Setelah lelah mengomeli Agra, ia diam karena merasa Agra tidak peduli dengan ucapannya.
"Tata ... kamu marah? Iya nanti aku belajar. "
"Tata, aku udah belajar tadi. Masa belajar lagi, istirahat dulu, yah." Agra mengacak rambutnya frustrasi, mencak-mencak tidak jelas. Arleta sama sekali tidak peduli.
"Yaudah iya ... Aga salah, maafin yah. Aga dengerin kok, cuma nggak mau motong omongan Tata. Ntar nggak sopan. Maafin yah." Agra meringkuk di samping ranjang, mendudukkan dirinya di karpet bulu sedangkan Arleta sedang duduk di pinggir tempat tidur.
Ingin rasanya Arleta tertawa, tapi ia tahan karena ingin mengerjai Agra.
"Ya Allah ... aku minta maaf Tata, janji nggak gitu lagi. Please ...." Agra menunduk, lalu menarik tangan Arleta yang masih Asyik melipat bajunya.
"Pacaran terus!"
Arleta dan Agra mengalihkan atensinya ke arah pintu kamar. Di sana berdiri Wira, Arel dan Koko. Entah apa keperluan mereka.
"Kalian ngapain?" tanya Arleta, sedangkan Agra hanya diam dan menatap ketiga Abang-nya dengan datar.
"Kita cuma dateng buat silaturahmi," jawab Koko dengan kekehan kecil. "Kenapa kita ganggu, yah?" tanyanya.
"Nggak k-"
"Ganggu!" ucap Agra dingin. "Kalau mau masuk ke kamar orang ketok dulu. Di sini bukan cuma ada aku, tapi ada Arleta juga. Nggak sopan," tuturnya.
Wira menatap adik bungsunya dengan tersenyum tipis. Adiknya yang satu ini memang berbeda.
Arleta menunduk, yang dikatakan Agra memang benar. Selama ini ia merasa itu hal yang wajar karena mereka saudara Agra. Ternyata suaminya punya pandangan yang berbeda.
"Kita minta maaf," cicit Koko dengan memandang tidak enak ke arah Arleta. Gadis itu hanya tersenyum simpul lalu mengangguk.
Agra menatap Arleta sebentar, ia berdiri lalu mencium pipi istrinya. Entah apa yang di bisikkan di telinga Arleta sampai gadis itu mengangguk patuh dan beranjak keluar dari kamar mereka.
Tiga Abang Agra melongo tidak percaya, mereka saja belum pernah memperlakukan seorang perempuan seperti itu. Perlakuan manis Agra tadi, belum pantas untuk anak seusianya.
"Ga, sebenarnya Lo usia berapa sih?" Pertanyaan itu terlontar dari Arel yang sedari tadi diam menyimak.
"Dari mana Lo belajar kayak gitu Dek?" Wira ikut bertanya dengan mimik penasaran yang kentara dari dirinya.
"Nggak belajar dari siapa-siapa. Aku suka ngelakuin itu, Tata juga nggak keberatan." Jawaban singkat, padat dan jelas dari Agra sontak membuat Koko menggeleng frustasi.
"Pleaselah Ga, gue uwuphobia!"
***
Agra dan Arleta saat ini sedang berjalan di area taman. Sesekali mereka berbincang dan melempar candaan. Kekesalan Arleta pada Agra sangat cepat memudar. Remaja itu selalu bertingkah menggemaskan sampai Arleta sulit untuk mengabaikannya.
"Tata mau Es krim?" Arleta menggeleng, gadis itu tidak suka Es Krim. Dia lebih menyukai bronis dan jus taro.
"Lo aja, gue nggak suka Es Krim."
"Kenapa?" Agra mendudukkan dirinya di bangku taman yang tersedia. Berjalan di sore hari memang kesukaannya.
"Nggak tahu, bawaannya kalau makan Es Krim itu bukan seger malah seret lehernya. Jadi nggak suka."
"Makanan kesukaan Tata apa?"
Arleta tersenyum geli lalu mengacak rambut hitam kelam Agra. Terkadang ia berpikir bahwa Agra itu cowok yang kekanakan, egois, labil dan petakilan. Tetapi kenyataannya adalah, remaja berusia 15 tahun ini cukup dewasa, penyayang, pengertian, berwibawa dan poin pentingnya selalu memperlakukan Arleta dengan lembut.
Meskipun mulanya ia sedikit menyebalkan, namun Agra bisa menjadi sosok yang dewasa. Yah meskipun terkadang jiwa manja dan cemburuannya menjadi point minusnya, tetapi itu merupakan daya tarik tersendiri untuk Arleta.
"Tata?" Panggilan itu membuyarkan lamunan Arleta. "Makanan kesukaan Tata apa?" tanyanya mengulangi.
"Bronis," jawab Arleta.
"Yaudah, nanti kalau udah UN aku mau minta Mamah ajarin cara buat Bronis."
"Nggak usah Aga, nanti Lo kena api lagi," ucap Arleta sembari memeluk suami kecilnya itu. Dapat ia rasakan tubuh Agra menegang. Gadis itu terkekeh geli saat melihat pipi Agra memerah. Astaga ... imut sekali suaminya ini.
Beberapasaat kemudian, terdengar suara yang membuat Arleta membeku.
"Tenyata ini yang buat Lo mutusin gue. Sejak kapan lo suka bocah?!"
BERSAMBUNG
"Akh ... Tata jangan digigit, sakit."
"Berhenti Ta, jangan digigit."
"Bodo! Abisnya gemesin."
"Tapi sakit ...." mata Agra memerah.
"Abisnya pipi kamu gemesin. Mau di cubit nggak puas, yaudah gue gigit aja. Toh, suami gue ini."
"Dicium aja, jangan di gigit."
***
Aaaaaa!!!! Komen panjang please. Itu termasuk penghibur buat saya😂 daaaaa!
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Kecil | Completed |
Teen Fiction"Pak, Bapak ini salah paham! Saya sama anak ini tidak berbuat aneh-aneh. Lagian mana mau saya sama anak SMP." Seorang gadis cantik berseragam SMA sedang meronta, saat itu ia sedang diseret para warga karena tidur di pos ronda bersama seorang cowok...