PART8

60.3K 4.7K 137
                                    

#SUAMI_KECIL
#PART8

***

"Pah?"

"Pah ... Papah?!"

Dewa menghela nafas lelah, sedari tadi putra bungsunya itu memanggil namanya, dan saat ditanya kenapa, bukan menjawab tapi hanya diam melamun.

"Keluar kamu dari ruang kerja papah! Kamu buat papah tambah pusing."

Agra menatap Papah-nya kesal, ia belum siap bicara. Harusnya Dewa mengerti. Cowok berusia 15 tahun itu masih memilah kata, tapi didesak untuk bicara. Papah-nya memang tidak PEKA.

"Tunggu Pah! Agra masih mikir." Agra menelungkupkan kepalanya di sandaran sofa, telinganya nampak memerah.

Dewa yang melihat tingkah putra bungsunya itu menggeleng pusing. Selama ini, yang ia tahu Agra adalah anaknya yang tertutup. Meskipun kadang kekanakan, namun anak bungsu Dewa ini tidak pernah berbaur untuk bercerita. Bahkan terkadang Dewa heran pada Wira dan Agra.

Wira itu pendiam, namun jika diajak berbincang oleh keluarganya maka ia akan menjadi periang. Berbeda dengan Agra, ia ceria. Namun jarang sekali berbaur dengan keluarganya. Agra seperti menutup dirinya, tidak ada yang tahu tentang remaja itu.

"Pah?"

"Sekali lagi kamu manggil dan nggak jawab pas papah tanya. Kamu papa Drop Out dari kartu keluarga!" ancam Dewa yang sudah jengah.

"Ajarin Agra Pah," cicit Agra dengan pipi yang semakin memerah.

"Ngomong yang jelas Agra! Papah sibuk!"

"Ajarin Agra jadi suami!" ucap Agra tanpa jeda. Remaja itu menutup wajahnya menggunakan due telapak tangannya. Aish ... ini semua karena Arleta.

Gadis itu membuat remaja SMP ini menjadi stress. Bagaimana tidak, jantungnya menjadi tidak normal. Pencernaannya pun seperti itu, setiap kali melihat Arleta entah itu senyum atau biasa saja bisa membuat perut Agra keram seketika. Suara Arleta saja sudah cukup membuat anak bungsu Dewana ini tepar.

"Astaga ... anak papah yang satu ini. Itu rupanya," goda Dewa sambil mendudukkan tubuhnya di sebelah Agra. Pria paruh baya itu terkekeh geli melihat tingkah putranya, ternyata sudah dewasa.

"Kamu suka Leta?" Pertanyaan itu mampu membuat tubuh Agra lemas. Apakah Papah-nya akan melarangnya mendekati Arleta, seperti ketiga Abang-nya yang dilarang berpacaran.

"Papah bakalan larang Agra?" Bukan menjawab, Agra bertanya balik pada Dewa.

"Hm ... papah nggak berhak untuk ngelarang kamu Boy. Kamu sudah menikah, you know? Menikah itu seperti dua jiwa yang disatukan di dalam satu raga. Hanya kamu, Arleta dan tuhan yang tahu, papah hanya sebagai perantara untuk menasehati, sama ngasih saran."

"Kamu tahu? Papah lebih percaya kamu bisa buat bertanggung jawab dibanding Koko dan Arel. Karena yang papah lihat, mereka terlalu sibuk memikirkan diri mereka sendiri dan bersenang-senang."

"Sedari awal papah udah tahu, kamu selalu berpikir sebelum bertindak. Dan papah juga tahu, Kamu sering dengerin pertengkaran Papah dan Mamah-mu. Kamu lebih bisa papah percaya," jelas Dewa panjang lebar. Pria itu menyentuh pundak anak bungsunya.

"Papah nerima pernikahan ini bukan karena bisnis Nak. Tapi karena Papah ingin melihat kamu lebih bertanggung jawab."

"Maksudnya?" Agra tidak paham dengan arah pembicaraan Dewa.

Dewa menarik nafas, lalu menghelanya. "Menikah itu nggak mudah. Ada beberapa hal yang harus kamu tahu. Pertama, kamu harus bertanggung jawab. Tanggung jawab bukan hamilin anak orang trus dinikahin. Tapi dia yang bisa jadi perisai untuk keluarga, yang memegang kuasa dan menjadi tiang agar suatu hubungan itu tidak runtuh." Agra mendengar dengan serius penuturan Papah-nya. Remaja itu mengangguk mengerti, meskipun bahasa yang digunakan Papah-nya sedikit berat.

"Kamu tahu apa itu nafkah?" Agra menggeleng jujur, Dewa hanya tersenyum maklum. "Ya, seharusnya papah nggak membahas ini pada anak yang seumur kamu. Tapi kenyataannya, kamu harus tahu ini Nak."

"Nggak pa-pa Pah, Agra udah siap. Agra bakalan jadi suami yang baik kayak Papah. Biarpun nggak sesempurna itu, tapi Papah adalah panutan buat Agra. Agra bakalan sayang Tata, seperti Papah yang sayang ke Mamah." Dewa terharu mendengar penuturan putranya. Ternyata putra kecilnya sudah dewasa sekarang.

Terkadang kita menilai hal itu sepele. Tapi ada juga anak-anak yang melihat satu contoh objek yang harus ia tiru. Entah itu baik atau buruk. Sadarkah kamu akan hal itu?

***

"Dari mana Lo?"

Agra yang baru masuk kedalam kamarnya setelah perbincangan panjangnya bersama Dewa, tersentak kaget. Suara Arleta selalu saja membuatnya gugup.

"Mm ... dari ruang kerja Papah."

Arleta menatap aneh suami kecilnya itu. Tidak seperti biasanya. Biasanya remaja itu selalu bertingkah, membuat Arleta kesal, berlaku manis, dan bermanja-manjaan padanya. Tetapi beberapa hari ini cowok itu berbeda.

"Aga?" panggil Arleta. Gadis itu mendudukan tubuhnya yang hanya dibalut piama tipis selutut. Apa salahnya, toh Agra suaminya.

Agra berdehem, lalu beralih memainkan ponselnya. Arleta berbahaya untuk jantungnya, bisa mati dia kalau berhadapan langsung dengan keadaan pakaian Arleta seperti itu. Teganya Arleta, karena Agra masih SMP buka berarti tidak memiliki syahwat.

*(Heh!!!!😂😂😂 ndak sanggup)*

"Lo kenapa sih? Marah?" tanya Arleta dengan nada kesal. Bagaimana tidak Agra seperti meng-ghosting dirinya.

Arleta berjalan mendekati Agra yang masih Asyik bermain ponsel tanpa disadari oleh sang empu. Dengan tanpa pikir panjang, Arleta langsung mendekap suami kecilnya itu dari samping.

Hampir saja ponsel mahal milik Agra melayang karena cowok itu terkejut. Dengan jantung berdebar Agra menatap istrinya dengan bingung.

"Lo kenapa sih?" tanya Arleta lembut.

"Nggak Ta," jawab Agra seadanya. Dengan berusaha menetralkan debaran jantungnya.

Agra menghela nafas, "Tata ... bajunya ganti yah. Nggak baik, itu terlalu terbuka. " pinta Agra dengan lembut, tangan remaja itu mengambil batcover disampingnya lalu menutupi tubuh Arleta.

Arleta, gadis itu tertegun. Sedangkan Agra sudah was-was, jangan sampai istrinya marah. Namun kekhawatiran Agra tidak terbukti, nyatanya Arleta tersenyum geli.

"Kenapa?" tanya Arleta dengan senyum nakalnya. Gadis itu makin mengeratkan pelukannya pada Agra.

"Ntar aku khilaf Ta," jawab Agra dengan suara berat wajahnya terlihat gusar. Astaga.

"Sama istri sendiri ini."

"Emang Tata udah siap?"

BERSAMBUNG

Suami Kecil | Completed |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang