#SUAMI_KECIL
#PART18***
~Pernah bercita-cita untuk membahagiakannya. sebaliknya, aku malah menyakitinya.
***
"Tata ... mana?"
Arumi terce tercengang mendengar pertanyaan anaknya, apakah Agra sudah mengingat segalanya.
"Nak, kamu sudah ingat semuanya?" tanya Arumi dengan hati-hati.
"Tata mana?!" sentak Agra, bahkan nyaris membentak. Arumi sampai menatap tak percaya pada putranya. Terlihat jauh berbeda.
"Kamu tunggu di sini, mamah panggilkan dokter," ucap Arumi cepat. Wanita itu kebingungan melihat putrabungsunya yang terisak.
Setelah dokter datang dan memeriksa kondisi Agra, Arumi menelpon suami dan ketiga putranya.
"Bagaimana keadaan anak saya Dok?" tanya Arumi, menyambut dokter yang baru keluar dari ruang rawat Agra.
Dokter itu tersenyum, "selamat, anak Ibu sudah kembali mengingat. Saya sudah cek keadaannya dan sore ini anak Ibu bisa pulang," papar dokter itu.
Arumi menangis haru. Setelah mengucapkan terima kasih, wanita paruh baya itu kembali menghampiri putranya.
"Nak?"
"Pergi dari sini!" usir Agra, remaja itu memalingkan wajahnya dan memunggungi Arumi.
"Sayang, kamu kenapa. Mau apa? Biar mama ambilkan," ucap Arumi, wanita itu menangis melihat perubahan dari putranya.
"Agra nggak mau apa-apa. Agra cuma mau Tata. Dia pasti marah dan benci ke Agra, karena nggak ingat semuanya. Bahkan selingkuh di depan dia." Agra terisak, tidak bisa ia bayangkan bagaimana sakitnya Arleta selama ini. Gadis itu melihatnya bersama orang lain tanpa bisa berkata-kata.
Agra merasa sangat jahat. Sakit hati, kecewa dan menyesal. Semua keluarganya, membohonginya. Membuatnya terlihat bodoh dan menyakiti orang yang menyayanginya. Arleta, entah di mana gadis itu sekarang.
"Tata ...."
"Berhenti memanggilnya Agra, Papah tidak ingin dia ada di sekitarmu lagi. Dia membawa pengaruh buruk untuk kamu dan abangmu Arel. Papah akan mengurus perpisahan kalian!" tukas Dewa yang baru masuk di ruangan itu lalu menatap Agra tajam.
Bukan takut ataupun gentar, Agra mengambil gelas yang berada di atas nakas lalu membantingnya keras.
Prang!
Dewa menatap Agra tidak percaya. Pria paruh baya itu melihat manik mata Agra memerah, sorot mata tajam seakan menghunus siapapun yang menatap.
"Jangan usik Agra, Pah! Agra bisa lebih gila dari ini. Agra cuma mau dia."
"Apa maksud kamu, huh?! Mau jadi anak pembangkang?!" geram Dewa, tangan pria itu di tahan oleh Arumi agar tidak menyakiti putranya.
"Mulai sekarang Papah nggak punya anak yang bernama Kiano Agra Dewana lagi."
"Jangan kekanakan kamu! Kamu celaka karena perbuatan selingkuhan Arleta!" cetus Dewa dengan rahang mengeras pertanda emosi.
Agra yang mendengar Papah-nya tertawa sumbang, pemuda itu menitikkan air matanya. Menyadari bahwa Arleta selama ini tidak baik-baik saja membuat hatinya berdenyut nyeri. Bahkan cita-cita Arleta tidak terpenuhi hanya karena dirinya.
Agra memukuli kepalanya sendiri, mengapa ia harus melupakan segalanya. Kisahnya yang baru ia mulai, tiba-tiba menemui konflik yang begitu berat. Arleta, istri yang ia janjikan akan membahagiakannya, menjadi yang terbaik untuknya dan keluarga kecil mereka nanti, semua pupus.
Agra mendongak, menatap papah-nya remeh. "Papah tahu apa?" tanyanya.
"Orang itu celakain Agra, karena Arleta lebih milih Agra!"
Arel yang baru datang menatap Agra dan papah-nya dengan senyum sinis. Wira dan Koko hanya diam menyaksikan perdebatan Agra. Mereka hanya tahu jika ingatan Agra sudah pulih.
"Kenapa kalian nutupin ini dari Agra? Bang Wira, Bang Koko, Papah, Mamah?"
"Itu demi kebaikan kamu Agra," jawab Arumi dengan bersimbah air mata.
"Baik untuk Agra, nggak baik untuk istri Agra," timpal Agra. "Agra sayang sama Arleta, Mah. Agra cinta sama dia," ungkapnya.
Dewa menghela nafas berat, "kamu masih terlalu muda Agra, kamu tidak akan mengerti."
"Papah yang nggak ngerti! Aku selama ini berusaha buat jadi kayak Papah. Jadi dewasa seperti yang Papah bilang."
"Dan Papah nggak tahu gimana marahnya Tata, saat tahu aku kerja. Papah nggak tahu kalau dia selalu sabar ngadepin sikap kekanakan aku. Mamah-Papah nggak tahu, bahkan Abang-abang nggak tahu Arleta bolos sehari pas ulangan cuma karena Aku."
Agra menarik rambutnya frustrasi, ia menatap papah-nya memohon. "Aku nggak pernah minta apa-apa dari kalian, tapi untuk sekali ini ... tolong bawa Tata kesini, aku butuh dia."
***
Hampir dua minggu Agra mengurung diri di dalam kamarnya, pencarian Arleta yang sudah menghilang hampir sebulan tidak membuahkan hasil, gadis itu hilang bagai ditelan bumi. Tanpa jejak. Bahkan kedua orang tua gadis itu ikut panik mendengar kabar ini.
Agra tersenyum melihat pantulan dirinya di cermin. Rambut acak-acakan, kaki baju seragam yang berada di luar, sorot mata tajam yang menatap kosong. Tidak ada cahaya ataupun binar di mata itu.
"Selamat datang Aga," ucap Agra dengan senyum misterius di bibirnya.
Agra menuruni anak tangga rumahnya dengan wajah datar tanpa ekspresi, tatapan mengintimidasi. Aura itu begitu berbeda dengan Agra yang dulu, di mana pipinya akan bersemu jika malu, dan matanya akan berbinar saat menatap Arleta. Sang empu nama hilang, Agra yang dulu pun hilang.
"Nak, sarapan dulu!" tawar Arumi. Jangankan menjawab, melirik saja tidak. Arumi hanya mampu menghela nafas.
Agra berjalan di koridor sekolah dengan wajah dan tatapan yang masih sama. Tangan pemuda itu terkepal kuat saat melihat satu objek di depan matanya.
"Sayang!" Gadis yang sedari tadi ia perhatikan tiba-tiba memanggilnya dan bergelayut manja di lengannya. "Kamu kemana aja, hampir sebulan kamu nggak masuk?" tanya gadis itu dengan manja.
Agra tersenyum melihat tingkah gadis itu yang tidak lain adalah Rena. Agra menarik pinggang ramping gadis itu untuk mendekatinya. Dikecupnya pipi gadis itu lembut.
"Sayang, di sini banyak orang," cicit Rena dengan pipi yang memerah.
"Mau ke tempat sepi, Baby?"
Agra menarik tangan Rena menuju gudang belakang sekolah. Ia membanting pintu gudang dengan keras, membuat Rena sedikit takut.
"Kenapa, hm?" tanya Agra memb*lai surai Rena dengan gerakan lembut. Tatapan matanya berbeda, seperti bukan Agra.
"Say- kamu kenapa, sih?" tanya Rena yang sudah mulai risih. Selama ini ia membohongi Agra karena tahu jika pemuda itu amnesia. Tapi selama itu juga, Agra tidak pernah bertingkah seperti ini.
"Bukannya ini yang kamu mau?" Agra membuka kanc*ng seragamnya, membuat Rena bergetar ketakutan. Ada apa dengan Agra.
"Agra?"
"Sstth ... cuma ada kita di sini, kamu suka'kan?" Senyum devil tercetak indah di bibir Agra.
"Gue cuma ingin ngasih hadiah untuk semua perlakuan Lo. Itu manis'kan? Kamu suka'kan?"
"Ayok kita bersenang-senang."
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Kecil | Completed |
Teen Fiction"Pak, Bapak ini salah paham! Saya sama anak ini tidak berbuat aneh-aneh. Lagian mana mau saya sama anak SMP." Seorang gadis cantik berseragam SMA sedang meronta, saat itu ia sedang diseret para warga karena tidur di pos ronda bersama seorang cowok...