PART13

51K 3.9K 21
                                    

#SUAMI_KECIL
#PART13

***

"Keluarga pasien!" panggil dokter yang baru keluar dari ruang operasi. Semua atensi orang-orang yang duduk di kursi tunggu teralihkan. Setelah hampir 4 jam operasi dokter baru keluar dan akan memberi tahu bagaimana keadaan Agra.

"Saya ayah-nya. Bagaimana keadaan anak saya Dok?" tanya Dewa dengan mimik khawatir, begitupun semua yang berkumpul di situ. Arleta? Gadis itu pingsan saat mengetahui Agra kecelakaan. 

"Bisa kita bicara di ruangan saya?" tanya dokter itu dan diangguki oleh Dewa.

Dokter menghela nafas lelah saat mendudukkan tubuhnya di kursi-nya.

"Begini Pak, luka di kepala pasien sangat parah. Itu mengakibatkan kondisi pasien kritis untuk saat ini. Saya mohon kepada Bapak dan keluarga untuk tetap ikhtiar. Putra Bapak kuat, dengan kondisinya yang tidak memungkinkan ia masih bisa bertahan."

Dewa mengusap air matanya yang tidak sengaja jatuh. Ia begitu terpukul dan khawatir dengan kondisi putra bungsunya. "Terima kasih Dokter. Saya mohon, usahakan yang terbaik untuk anak saya."

***

Arleta mengerjapkan matanya, kepalanya terasa pening. Gadis itu mencoba mengumpulkan ingatan sebelum berakhir berbaring di barankar rumah sakit. Isakan keluar dari mulutnya, saat mengingat Agra mengalami kecelakaan. Entah bagaimana keadaan suami kecilnya, Arleta tidak tahu.

Arleta beranjak lalu pergi menuju ruang ICU, rasa khawatir menyeruak di hatinya.

"Mah?" Arleta memanggil Arumi yang sedang duduk di kursi tunggu. Wanita paruh baya itu itu memeluknya sembari terisak.

"Leta mau lihat Aga, Mah ... Leta mau nyuruh dia bangun," lirih Arleta.

Arumi mengelus surai Arleta dengan sayang, wanita paruh baya itu menatap menantunya dengan tatapan menenangkan. "Tenangkan diri kamu Leta, kita sama-sama berdo'a untuk kesembuhan suamimu."

"Leta mohon Mah ... Leta pingin lihat Aga, dia pasti nurut kalau aku yang minta." Arleta menangis sesegukan, ingin rasanya ia melihat wajah suami kecilnya itu.

"Udah Ta. Mendingan Lo istirahat sekarang," ucap Arel. Pemuda itu menepuk pundak Arleta pelan. "Besok Lo harus berangkat'kan?"

"Nggak! Gue nggak mau pergi, Aga butuh gue Bang. Nggak mau."

Arel menarik tangan Arleta, membawa gadis itu ke arah taman. Ia mencoba menenangkan Arleta dengan memeluknya.

"Ssht ... tenang Ta, Agra nggak bakalan suka kalau Lo nangis kayak gini," nasehat Arel. Ia mengelus lembut air mata di pipi Arleta dengan lembut. Pemuda itu tidak tega melihat Arleta yang terpuruk seperti ini.

"Dia nggak baik-baik aja, dia butuh gue."

"Segitu cintanya Lo sama dia. Padahal usia kalian beda, tapi gue ngelihat ketulusan di mata Lo Leta," batin Arel.

Ada kalanya Arel merasa iri pada Agra. Karena terlalu sering di perhatikan, entah dengan kedua orang tua mereka dan juga dengan dua saudaranya. Dan sekarang Arleta.

Arel selalu dituntut agar bisa seperti Wira. Sedangkan Koko, pemuda itu selalu buat masalah dan tidak peduli dengan nasehat orang tua mereka. Entah kenapa, rasa iri itu membuat Arel tidak bersimpati sedikitpun pada saudara-saudaranya.

"Agra bakalan baik-baik aja, terlalu banyak yang sayang ke dia," ucap Arel meyakinkan Arleta.  'Sedangkan gue nggak.' Batinnya.

***

Arleta menatap wajah pucat Agra dengan berlinangan air mata. Meskipun begitu, ketampanan Agra tidak berkurang sedikitpun.

"Ganteng banget suami Aku," ujar Arleta lalu tertawa gemas. Saat ini ia berada di ruang rawat VIP. Kondisi Agra sudah berangsur membaik.

"Bangun Ga. Kamu harus tahu kalau aku nggak jadi ke London, itu demi Kamu." Arleta mencoba menahan isakannya.

"Bangun ... Kamu sayang'kan sama aku? Jangan buat aku khawatir."

"Bangun Agra! Kamu nggak capek tidur terus? Udah lima hari Ga!"

Agra masih setia memejamkan matanya, entah mimpi apa dia sampai tidak ingin membuka matanya.

***

Ruangan bernuansa putih hijau itu terlihat tenang. Pergerakan perlahan tidak di sadari oleh semua orang.

"Akh ... sakit." Suara yang membuat atensi semua orang tertuju pada sang empu.

"Sayang, kamu udah bangun Nak?" Arumi menghampiri putra bungsunya yang masih mengumpulkan kesadaran. Setelah hampir seminggu melewati masa koma Agra sekarang sudah membuka matanya.

"Dek Lo nggak pa-pa?"

"Alhamdulillah."

Agra Mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, hanya ada Dewa, Arumi dan kedua Abang-nya Wira dan Koko. Darel? Pemuda itu sedang mengantar Arleta ke kantin. Karena gadis itu tidak akan makan, jika tidak dipaksa.

"Mah ... sakit," gumam Agra dengan suara serak. Kerongkongann terasa kering.

"Sabar sayang, kamu akan sembuh dan nggak sakit lagi." Arumi mengusap rambut Agra dengan lembut. "Mau apa?"

"Haus."

Setelah beberapa saat, pintu ruang rawat Agra terbuka, menampilkan sosok Arleta dan Arel yang baru datang. Tubuh Arleta serasa membeku saat melihat Agra yang sudah membuka matanya.

Tanpa pikir panjang Arleta menghampiri Agra yang hanya menatapnya. Gadis itu tersenyum dengan air mata yang menggenang.

"Kamu udah bangun? Mana yang sakit?" tanya Arleta lembut, Arumi dan Dewa juga ikut tersenyum bahagia.

"Dek, Lo nggak pa-pa'kan?" tanya Arel dan langsung mengusap puncuk kepala adiknya bungsunya.

"Aku udah nggak pa-pa." Arleta yang merindukan suara lembut suaminya itu tersenyum lembut. Lalu memeluk Agra dengan pergerakan pelan.

Aneh, Agra sama sekali tidak merespon. Bahkan remaja itu menatap Arleta tajam.

"Ag- Aga, kamu ...."

"Kamu siapa?" Bagaikan disambar petir di siang hari, tubuh Arleta menegang. Gadis itu tersenyum geli, Agra mencoba mempermainkannya.

"Aku Tata, Kamu baru bangun udah nyebelin," pungkas Arleta dengan menatap garang suami kecilnya itu. Agra menatap Arleta aneh, pemuda itu mengerutkan keningnya.

"Jangan dekat-dekat! Aku nggak suka sama orang Asing!"

Arleta tertawa sumbang, lalu tatapannya beralih ke arah Arumi dan Dewa. Dua paruh baya itu menatap putra bungsu mereka aneh.

Setelah dokter datang dan memeriksa kondisi Agra, keluarga Dewana berkumpul di depan ruang rawat Agra. Berharap suatu kemungkinan buruk tidak terjadi.

Dokter keluar dari ruangan itu lalu menatap semua atensi orang-orang yang menututnya untuk berbicara. Dokter itu menghela nafas prihatin.

"Karena luka pada kepala pasien yang cukup parah, mengakibatkan ia kehilangan separuh ingatannya."

Deg

Jantung Arleta berdegup kencang, rasa takut yang sedari tadi ia rasakan membuatnya lemas mendengar kenyataan ini.

"Pasien mungkin masih mengingat keluarganya. namun, pasien melupakan ingatannya yang dua tahun belakangan. Ini bisa terjadi pada pasien yang mengalami geger otak berat. Ingatannya bisa pulih, namun dengan batas waktu yang tidak di ketahui. Jangan memaksakan pasien untuk mengingat, atau kondisinya bisa memburuk."

Arleta meremat ponselnya. 2 tahun belakangan ini? Berarti ... Arleta.

"Agra ... Agra lupa sama aku."

"

BERSAMBUNG

Suami Kecil | Completed |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang