#SUAMI_KECIL
#PART12***
"Gimana MOS nya, lancar?" tanya Arleta sambil mengusap lembut kepala Agra yang berbaring di pangkuannya. Beberapa bulan seusai ujian dan kelulusan, Agra sekarang akan memasuki jenjang sekolah menengah atas.
"Alhamdulillah lancar. Kalau Tata, nggak mau lanjut kuliah?" Agra menegang tangan Arleta yang setia mengusap rambutnya lalu menciumnya dengan lama.
Tidak risih atau menolak, Arleta menyukainya. Setiap saat Agra berbuat manis, selalu membuat Arleta berdebar.
"Mau, tapi ...."
"Kenapa?" Agra mengerutkan keningnya saat melihat Arleta seperti berat untuk berucap. "Tata?"
"Ga, sebenarnya ... aku dapat beasiswa," ungkap Arleta dengan jujur. Agra hanya mengangguk dan menunggu lanjutan dari ungkapan Arleta.
"Dan beasiswa itu ... beasiswa ke luar negeri." Agra membeku mendengar penuturan terakhir Arleta. Apakah gadis itu akan pergi. Agra takut.
"Tata mau?" tanya Agra, terbesit rasa tidak rela jika Arleta harus pergi dan kecewa pastinya.
Arleta menghela nafas, mengelus pipi suami kecilnya itu. "Aku nggak akan pergi kalau kamu larang atau nggak setuju." Arleta tersenyum di akhir kalimatnya.
"Itu beban buat aku. Di satu sisi nggak mau Kamu pergi, di sisi lain aku nggak mau jadi suami egois," tutur Agra. Remaja itu beranjak lalu menarik Arleta ke dekapannya.
Arleta tertawa gemas, "ini suaminya siapa sih? Kok dewasa banget, jadi sayang." Kelakarnya.
"Suami Arleta Dwina," jawab Agra, dengan jahil cowok itu menggigit daun telinga Arleta. Bukan sakit melainkan geli.
"Siapa tuh, Arleta Dwina?"
"Dia cewek cantik, pinter, kesayangannya Kiano Agra Dewana. Menantu Mamah Arumi dan Papah Dewa." Arleta dan Agra tertawa bahagia. Semoga saja ketenangan ini bukan pertanda sebelum badai.
***
Makan malam terasa lebih hikmat dan berwarna saat kedua orangtua Arleta berkunjung ke rumah Dewana.
Dinda dan Arjuna sengaja datang ke kediaman besannya karena keperluan bisnis, sekaligus melihat keadaan anak perempuan mereka.
"Juna, sebelum kita membicarakan masalah bisnis, ada baiknya kita membahas masalah anak-anak kita dulu." Dewa membuka suara setelah mereka semua berkumpul di ruas.
"Memangnya ada apa dengan anak dan menantuku, Dewa?" tanya Juna dengan mengerutkan keningnya, ia sudah was-was jika anak gadisnya melakukan kesalahan.
"Tenang Juna, ini hanya masalah sepele. Arleta, menantuku ini, mendapatkan beasiswa ke London. Ia akan kuliah di sana sampai S2." Dewa melihat anak bungsunya yang hanya diam dan menunduk.
"Seperti yang kamu tahu Dewa, saya tidak berhak ikut campur masalah rumah tangga Anak-anak. Arleta sudah mempunyai suami. Meskipun sulit, mereka harus mengambil keputusan sendiri," jelas Juna. Ia melihat ke arah Arleta dan Agra, mereka hanya menyimak dengan tenang.
"Ini tergantung keputusan Agra."
Agra mendongak, menatap semua orang yang berada di ruangan itu. "Agra setuju Pah! Agra izin'in Tata untuk pergi."
***
Arleta menggeliat lalu membuka matanya perlahan. Hal pertama yang ia lihat adalah wajah suami kecilnya yang sedang terlelap. Seluas senyum terbit di bibir gadis itu, entah kenapa ia merasa tidak rela jika harus meninggalkan suaminya.
"Besok aku harus pergi, tapi aku ngerasa ... nggak bisa untuk ninggalin kamu." Arleta mengecup pipi Agra dengan lembut, "tapi kamu'kan udah punya banyak teman di sekolah. Jadi nggak akan terlalu kesepian pas aku nggak ada."
Arleta memandang wajah tampan suaminya. Terbayang saat pertama mereka bertemu, Agra terlihat menyebalkan. Siapa sangka, remaja itu bisa membuat Arleta jatuh cinta sedalam ini.
Agra yang masih setia memejamkan matanya merasa terusik dengan sentuhan lembut di wajahnya. Pemuda itu melenguh lalu menggeliat.
"Tata ... ngantuk."
"Bangun Sayang ... ini udah hampir jam enam. Kamu nggak sekolah?" Agra mendudukkan dirinya lalu merangkak ke atas tubuh Arleta. Bukan apa-apa, remaja itu terbiasa bermanja-manjaan ria sebelum mandi pagi.
Agra berbaring di atas tubuh Arleta, menyembunyikan wajahnya di leher istrinya.
"Bangun ...." Arleta mencoba mendorong tubuh suaminya, tetapi tenaganya tidak begitu kuat.
"Perasaan aku nggak enak," ujar Agra dengan suara serak. "Tata nggak bakalan selingkuh'kan di sana?" Tanyanya, entah sudah berapa kesekian kalinya.
"Nggak Aga, bahkan aku yang harus nanya gitu. Rena itu siapa?"
"Dia teman sekelas, dia juga habis nembak aku." Jawaban jujur dari Agra sontak membuat mata Arleta membulat.
"Trus?"
"Aku tolak lah! Kan ada Tata."
***
Setelah bermanja-manjaan pada Arleta, Agra buru-buru ke sekolah karena sebentar lagi bel masuk akan berbunyi. Remaja itu mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi, membelah jalan yang lumayan ramai.
Jangan heran kenapa Agra mengendarai motor, itu karena ia mendesak Dewa untuk mengizinkannya.
"Aihh ... gara-gara kecanduan manja-manja jadi gini."
"Mereka siapa?" Agra melihat ke kaca spion motornya, ada beberapa motor lain yang seperti mengejarnya.
Dengan tanpa pikir panjang Agra menambah laju motornya agar meninggalkan orang-orang itu. Dan benar saja, orang-orang itu ikut menambah kecepatan.
Aksi saling kejar-mengejar pun terjadi.
"Buat bocah itu celaka, kalau perlu mati!"
Mereka menyanggupi instruksi itu lalu menyenggol motor Agra. Karena laju motornya terlalu tinggi remaja itu tidak bisa mengimbangi dan motornya terpental ke pinggir jalan.
Brugh. Bunyi benturan beberapa kali terdengar, darah mengalir keluar dari luka-luka Agra. Ia merasakan kepalanya begitu sakit. Nafasnya tersenggal, darah terus keluar dari hidung dan mulutnya.
"T- Tata ...."
Seragam putih Agra sudah berwarna merah karena darah. Para warga yang datang berbondong-bondong menelpon ambulans.
"Tata ... maafin aku." Agra menggumamkan nama Arleta lalu meneteskan air matanya sebelum memejamkan mata.
BERSAMBUNG.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Kecil | Completed |
Teen Fiction"Pak, Bapak ini salah paham! Saya sama anak ini tidak berbuat aneh-aneh. Lagian mana mau saya sama anak SMP." Seorang gadis cantik berseragam SMA sedang meronta, saat itu ia sedang diseret para warga karena tidur di pos ronda bersama seorang cowok...