[24]. Bad Luck

3.7K 338 5
                                    

Satu ruangan itu terdiam ketika mendengar Rana mengucapkan fakta bahwa ia adalah adiknya Tera.
Luar biasa.... kedoknya selama ini begitu transparan sampai-sampai tidak ada yang menyadarinya.

Alvair mengepalkan tangannya, ia menunduk.
Jadi selama ini ia sudah dibodohi?

"Hahahaha, kenapa? Kaget!??" Tanya Rana dengan suara yang lantang.
Senyumannya muncul lagi kemudian, "gak sia-sia gue nanggung penindasan di SMA sampah itu, kalau gue bisa lihat wajah kaget kalian sekarang ini, gue bahkan rela buat dipermaluin habis-habisan sama anak-anak sok cantik itu" ucap Rana.

Gadis itu tertawa dengan keras, ia tertawa seperti orang yang punya penyakit jiwa.

Clarine sampai merinding, karena kesal mendengar suara tertawaan gadis itu, Clarine cepat-cepat mengambil perban ditangan Damian dan menyumpalnya kembali kebibir gadis itu.

"Hmmmp!!! Hmmp!!" Teriak gadis itu dengan kesal berusaha untuk meberontak. Namun ia tak bisa, ikatan tali ditangan kakaknya begitu kuat.

Clarine mengodekan sesuatu pada Damian, untuk menelepon seseorang yang bisa menangkap orang-orang diruangan ini.
Damian pun segera merogoh ponselnya, dan mencari nama kontak disana.

Ketika ia berbalik, ia melihat Rion dan Alvair hanya diam terduduk, masing-masing dengan pikiran yang melayang kemana-mana.

Clarine mendengus, normal bagi mereka yang mengetahui fakta mengejutkan semacam ini.

Clarine kemudian merasa dirinya merasakan sesuatu yang aneh. Otaknya tiba-tiba mengingat akhir dari novel ini.
TUNGGU! TUNGGU!! Kalau akhirnya Alvair dan Rana berakhir menjadi couple character, itu artinya... Alvair sendiri tidak tahu dengan fakta ini, dan ending ceritanya tidak ada.
Tapi kenapa dia baru sadar sekarang!?
Novel yang ia baca tidak memiliki tulisan tamat.

Apa artinya?.

Clarine merasa kepalanya berdenyut, suatu terang yang amat silau lewat dengan cepat didepannya dan langsung keluar dari ruangan itu.

Clarine yang penasaran langsung mengejar cahaya tersebut dengan cepat, tanpa diketahui oleh seorang pun.

Ketika ia keluar, dia tidak mendapati apapun.
Cahaya apa itu?.

"Clarissa" bisik sebuah suara yang terkesan halus dan hampir tak bisa didengarnya.

Clarine menoleh kesana-kemari demi mencari sumber suara yang amat sangat kecil itu.

"Clarissa" panggil suara itu lagi, sekarang sudah lebih kuat. Dan tunggu sebentar.
Suara itu berasal dari... tubuhnya?
Tidak, tepatnya dari liontin merahnya.

Hah? Kenapa bisa -?

Clarine langsung mengeluarkan buah liontinnya yang kecil dan menatapnya.

"Ini aku Clarine yang asli... aku hanya bisa berkomunikasi denganmu lewat pantulan kaca, dan liontinmu satu-satunya yang bisa saat ini" ucap suara itu lagi.

"Tapi... kan kau bilang sistem novel akan segera menghapusmu" ucap Clarissa pelan.

"Tidak... aku salah. Aku juga baru menyadari sesuatu sekarang" jawab Clarine.

"Maksudmu?" Tanya Clarissa.

"Karena antagonis novel pada awalnya sudah ditakdirkan akan mati, jadi kau yang sekarang sudah tidak menjadi antagonisnya, karena diriku sudah terlebih dahulu mati. Tapi, justru karena hal itu cerita menjadi berantakan, dan banyak tokoh yang perannya teracak, bahkan ada tokoh-tokoh yang baru-"

"Itu artinya???" Tanya Clarissa dengan mata membesar, menyadari sesuatu.

"Itu artinya... tetap akan ada yang mati Clarissa... meskipun itu sudah bukan dirimu lagi" ujar Clarine.

Otak Clarissa berputar semakin keras, membuatnya tak bisa berkata-kata lagi.

"... dan naasnya, kita tidak tahu siapa yang akan dipilih oleh sistem nantinya"  ujar Clarine yang asli, membuat Clarissa memikirkan semua hal yang teracak yang dibuatnya itu secara berulang-ulang diotaknya.

Siapa yang akan mati!??.

"DAM AWAS!!!!".

DORRRR!!!

Bola mata Clarissa membesar, suara tembakan yang memekakan telinga itu tentu saja membuatnya teringat traumanya dimasa lalu.
Namun ia tetap memaksakan diri untuk masuk kedalam ruangan dimana suara kacau itu berasal.

Clarissa tidak, Clarine. Clarine sudah melihat semuanya. Cowok yang bernama Tera itu tertawa dengan suara keras seperti orang sakit jiwa, sementara adiknya Rana menutup telinganya dengan wajah panik.

Dan diantara ketiga cowok yang membawa Clarine ketempat ini, salah satunya sudah terkapar dilantai dengan banyak darah yang merembes dari seragam putihnya. Sementara kedua cowok yang lain berusaha menutup tempat dimana darah itu keluar dengan tanpa henti-hentinya.

Clarissa menelan salivanya,  perasaan marah, panik dan sedih menguasai dirinya, membuatnya tak bisa menunjukan ekspresi apa-apa lagi.

Clarine dengan cepat lari kearah Tera, tidak peduli kalau ia menembakinya juga.
Menghindari beberapa tembakan-tembakan asal dari cowok tersebut, dan pada akhirnya menendang tangannya membuat pistol si*lan itu melayang entah kemana.

Clarine menghajar Tera habis-habisan. Tak peduli lagi dengan semuanya dalam ceritanya Clarine, biarkan saat ini ia menjadi Clarissa.
Semuanya salahnya, ia sudah mengacaukan ceritanya.

Alvair, Alvairlah yang terkena tembakan oleh Tera tadi.
Sebenarnya arah peluru bukan diarahkan padanya, namun ke Damian.

100 fakta tentang Alvair, dan tidak ada yang dapat memahami anak itu.






MAAFKAN AUTHOR YANG BARU BISA UPDATE SEBULAN KEMUDIAN YA READERS T-T
I know u missed this story so much, dan author bener-bener bersyukur masih ada orang yang setia ngikutin sampai sini.
Sekali lagi trimakasih dan maaf.

.
.
.

Jangan lupa vommentnya yaa ~


Cool Girl Transmigration (! Slow Update !)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang