[25]. Bad Day

3.8K 319 1
                                    

"CLA!!! STOP" Damian menarik tangan Clarine untuk berhenti memukul Tera yang sudah tak sadarkan diri.

Clarine sudah tidak memperhatikan sekitarnya, diruang itu yang sadar sepenuhnya hanya ada dia, Damian dan Rana.

"Dimana Alva?" Tanya Clarine. Damian menghembuskan napasnya.
"Lo gak sadar? Tadi barusan dibawa keluar sama Rion" ucap Damian.
Cowok itu berdehem "lukanya cukup parah, jadi dia harus dibawa kerumah sakit secepatnya" ucapnya lagi.

Clarine hanya terdiam.

Entah kenapa ia merasakan suatu perasaan yang ganjil dalam hatinya.
Rasanya sesak.

Sementara dilain sisi, Damian terus memperhatikan raut wajah gadis itu.
Entahlah, bukan dia egois. Namun ia merasa tidak suka melihat wajah gadis itu sekacau ini ketika adik sepupunya itu tertembak.

Cla? Lo bakal kasih respon yang sama kayak gini gak, kalo tadi yang tertembak itu gue...

Damian menggertakkan giginya.
Tidak bisa. Alvair sudah menyelamatkannya, kenapa dia berpikir hal bodoh seperti itu.

"Dams!" Panggil seorang lelaki dengan jas hitam yang terlihat sudah berumur 30-an, yang baru masuk  keruangan itu, lelaki itu mengangkat alisnya kaget ketika melihat kesekitar ditiap sisi ruangan.

"Wah, heba--"

"Liam, please jangan sekarang " ucap Damian sambil mengodekan dengan matanya bahwa ada gadis disampingnya.
"Ah-, okey" Liam tersenyun kecil, lalu memanggil beberapa anak buahnya.

"Cla, ayo kita keluar dulu" ucap Damian, Clarine pun keluar dari sana tanpa mengatakan sepatah-kata apapun.

Damian menepuk pundak Liam, adik dari ibunya itu. "Mohon bantuannya ya" ucapnya, lalu pergi menyusul Clarine.

Clarine hanya duduk ditangga depan gedung itu dengan pikiran melayang kemana-mana.
Apa perasaan Marie dan Theo jika nanti mereka tahu anak mereka akan...

Clarine menggelengkan kepalanya.

Ia merasa ada yang duduk ditangga atas menemani dirinya.

Ketika ia berbalik ia melihat wajah cowok itu.
Wajahnya tampak menenangkan dirinya, entah mengapa, namun  Clarine merasa nyaman saja ketika ada Damian disana.

"Gue antar pulang ya?" Tawarnya.

Clarine menatap wajah itu beberapa saat, air mata yang hangat membasahi pipinya membuat Damian kebingungan harus melakukan apa.

Ya... dia sangat ingin pulang sekarang.
Dia mau pulang...

"Y-ya, gue mau pul--"

Damian, cowok itu menarik gadis itu kedalam pelukannya, dan membelai rambutnya.

Gadis itu menangis dalam diam dalam dekapan cowok tersebut.
Sungguh, sejak dia mengenal keluarga, sejahat apapun dunianya, satu-satunya rumah yang aman dan nyaman hanyalah keluarganya, maka dari itu ia sangat ingin pulang sekarang setelah kejadian mengerikan yang dialaminya tadi.

Clarine pun ikut naik kemotor milik Damian, dan mereka langsung pergi dari sana.
Clarine tahu, hari esoknya akan lebih berat dari biasanya mulai sekarang.

Tak lama kemudian, motor Damian sudah sampai diperkarangan rumah Clarine.

Rencana Clarine pasti sudah hancur, orangtuanya pasti sudah tahu akan kejadian hari ini.
Tapi bagaimana ia akan menjelaskan hal ini kepada mereka.

Damian sudah turun terlebih dahulu, namun ketika ia melihat Clarine yang tampakbtermenung dengan ekspresi kalut, membuatnya menghembuskan napas pelan.

"Ayok Cla, nanti gue yang bantu jelasin ke mereka" ucap Damian, lalu menggenggam tangan Clarine untuk ikut masuk keperkarangan mansion.

Ketika kebetulan bertemu dengan salah satu penjaga mansion Wang melihat Clarine, dia langsung berlari kedalam mansion, dan tak lama kemudian ayah dan ibu Clarine keluar dari sana dengan ekspresi panik, Lian segera berlari menghampiri Clarine dan memeluknya dengan erat, Clarine balas memeluk mamanya dengan erat pula. Ma, sorry...

Matt menghampiri Damian, dan mengajaknya kesuatu tempat, ketaman belakang rumah untuk meminta penjelasan.

"Ririn mau istirahat ma dulu ma..." ucap gadis itu dengan suara lesuh. Lian belum bisa menanyakan lebih lagi perihal kejadian yang sebenarnya.

Tentu saja ketika mendengar telpon dari Marie membuat dirinya menjadi sangat khawatir dengan keadaan puterinya.

Lian pun segera menuntun Clarine untuk masuk kedalam mansion.

Sementara dilain tempat....
Tepatnya diruang yang amat terang, beberapa dokter berpakaian hijau sementara berkutat dengan seorang pasien yang masih merupakan anak SMA.

"Apakah pelurunya sudah terlihat?" Tanya dokter yang sepenuhnya bertanggung jawab terhadap operasi ini.

Sementara sang perawat bedah hanya menatap dokter tersebut dengan tatapan yang bisa dibaca oleh sang dokter bedah.

"Berapa sisa waktu -nya?" Tanya sang dokter.

"Paling lambat dalam 48 jam, namun bisa saja kurang dari itu".

"Baik, tolong secepatnya atur pertemuan dengan Mr. Pascal setelah ini" ujar sang dokter, lalu melanjutkan tugasnya.









Next??

Jan lupa vommentnya yaa
See u next chap ~

Cool Girl Transmigration (! Slow Update !)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang