Clarine terbangun dari tidurnya ketika ia merasakan usapan lembut dipipinya.
"...ma?" Sapa Clarine ketika penglihatannya sudah agak jelas.
Lian tersenyum, lalu mencium dahi gadis itu.
"Bagaimana tidurmu semalam?" Tanya Lian, Clarine tersenyum tipis "nyenyak ma" jawab Clarine seadanya.Lian pun mengangguk, lalu setelahnya wanita itu sudah tidak bertanya apa-apa lagi, melainkan melamun.
Sudah semenit berlalu namun wanita itu nampak masih asik dilamunannya, membuat Clarine mengangkat tangannya dan memegang rambut Lian yang terurai membuat wanita itu sadar.
"Ah, maaf sayang..." ucap Lian lalu menyeka air matanya yang hampir keluar.
"Mama..." kening Clarine berkerut, sedaritadi ia rasa memang tidak ada yang beres.
"...ada apa?" Lanjutnya lagi.Lian menghembuskan napasnya dengan berat.
Ia membelai rambut Clarine lagi.
Rasanya air mata sudah tidak bisa ia bendung lagi sekarang."Kita sebentar sama-sama pergi kerumah sakit ya? Mama mau hibur tante Marie" ucap Lian dengan suara bergetar, membuat Clarine tidak kuat mendengar suara ibunya yang seperti itu.
"Kita hanya bisa melihat Alvair hari ini..." ujar ibunya lagi, Clarine dengan cepat tersadar lalu pandangannya langsung turun.
Jadi ini ending dari semuanya?
****
"Rion, El" panggil Damian ketika ia sampai dikelas mereka.
Rion dan Eldan berdiri dari kursinya dan menghampiri Damian dengan pikiran yang masih melayang.
Semua orang di SMA Jupiter sudah tahu tentang kejadian kemarin.
Dimana gadis polos yang hanya diam ketika dibully, ternyata bersekongkol dengan kakaknya yang merupakan preman besar disekolah lain.
Dan juga tentang Alvair yang kena tembakan dari Tera.Semua orang tentu membicarakan mereka sekarang, oleh sebab itu Damian memanggil mereka berdua ketempat yang sunyi.
Diperjalanan mereka berpas-pasan dengan Zara, dan pada akhirnya gadis itu ikut pula dengan mereka bertiga.
Hari ini hari kamis, dan setelah kejadian kemarin Clarine disuruh untuk beristirahat dulu dirumah untuk sementara.
Setelah sampai ditaman sekolah yang nampak sunyi, mereka berempat mencari tempat duduk masing-masing, lalu setelah itu kembali terdiam lagi.
"Gue punya satu kabar... tapi gue minta kalian tetap tenang" ucap Damian, Eldan dan Rion sudah mengangkat kepalanya dan menatap Damian.
Cowok itu menghirup napasnya. "Operasi Alvair berhasil" Damian memberi jeda, tiga orang yang lainnya tersenyum tipis ketika mengetahui hal tersebut.
"Tapi peluru yang tertanam ditubuhnya sudah tertempel dirongga dadanya, yang kutahu sejenis itu, dan jika dikeluarkan maka sudah pasti akan timbul kerusakan jaringan disana, dan Alva akan mati disaat itu jug-"
"Jadi itu artinya..." ucap Eldan menggantung, wajahnya tampak syok sesaat, sementara Zara matanya sudah berkaca-kaca.
"Ya... waktunya sudah tidak lama lagi" ucap Damian dengan berat.
"B-berapa lama?? Satu bulan?" Tanya Rion, Damian menggeleng.
"Satu minggu?" Ucap Eldan, namun Damian menggeleng lagi.
Air mata Zara sudah tak bisa dibendungnya lagi, Alvair memang menyebalkan, namun tetap saja ia merasa sedih ketika mendengar fakta tersebut.
"... satu hari?" Cicit Zara dengan suara kecil, Eldan dan Rion sudah menatap Damian, dan ketika cowok itu mengangguk, semuanya langsung menunduk dan. Lain menangis dengan diam, dan yang lainnya hanya menangis dalam hati.
"Maaf... seharusnya kemarin gue yang--"
"Bukan salah lo kak" potong Rion lagi.
Namun tetap saja rasa bersalah dalam hatinya tak bisa dienyahkan dengan begitu saja.Damian benci memikirkannya, namun sejak kemarin pertanyaan yang bersarang diotaknya hanya satu.
Mengapa?
Dia tahu Alvair benci pada dirinya karena perlakuan kakeknya pada dirinya waktu kecil dulu, namun kenapa dia bisa melakukan hal bodoh tanpa pertimbangan seperti itu?.
Eldan mengangkat kepalanya "sebentar, pulang sekolah ayo kita pergi kerumah sakit".
****
Gadis dengan kaos oblong berwarna cream berjalan dikoridor rumah sakit dengan ibu dan ayahnya, gadis itu membawa beberapa kantong belanjaan yang berisi buah-buahan didalamnya.
Ketika semakin dekat dengan ruangan yang telah dikatakan, Lian sudah bisa melihat sosok Marie dan suaminya ditempat duduk depan ruangan.
Ia jadi teringat dengan kejadian Clarine ketika gadis itu berada dirumah sakit waktu lalu, dan Alvair... anak itu tidak pernah meninggalkannya sama sekali, walaupun ia hanya menunggu diluar sendiri.
Ia tentu tidak ingin merepotkan Lian pada waktu itu, dan juga tidak ingin Clarine mengetahui bahwa ia seorang diri yang sengaja meluangkan waktunya demi membantu Lian berjaga dirumah sakit.Lian menatap Matt dengan tatapan terluka, ketika mereka sudah berada didekat Marie namun wanita itu belum juga sadar karena lamunannya.
Matt akhirnya membuka suara "Theo..." panggilnya, membuat sepasang suami istri itu sadar kembali dan menatap mereka berdua.
"Marie..." panggil Lian, dan sedetik kemudian wanita itu segera berdiri dan memeluk Lian dengan erat. Marie menangis dengan kencang, melepaskan luapan emosi yang sudah ia tahan sejak ia mendengar fakta mengenai putra satu-satunya kemarin.
"Lian... hanya Alva yang kupunya" ucap Lian dengan nada yang membuat orang yang mendengarnya bisa merasa tersayat hatinya.
Lian yang mendengar tangisan sahabatnya itu hanya mengelus pundaknya dan ikut menangis dengan wanita itu pula.
Clarine menggigit bibirnya ketika ia sadar akan satu hal.
Tidak ada hal yang bisa ia lakukan.Bersambung....
Gimana tanggapan kalian tentang chapter ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Cool Girl Transmigration (! Slow Update !)
Teen Fiction[DILARANG KERAS UNTUK COPYPASTE] (Amatured Novelist) Clarissa Dian, gadis nakal dengan minus attitude, sering ikut perkelahian antar geng, bahkan memegang kendali salah satu kelompok gang besar di Jakarta. Cantik, tentu saja. Tapi dibalik wajahnya y...