Bab 22

13.2K 1.1K 90
                                    

“Trav.”

Yes, Honey?”

Carly memutar kursinya setelah menerima sahutan dari Travis. Pria gemulai itu tampak sibuk membereskan barang-barangnya di pojok ruangan. Panggilannya pun tak membuatnya berbalik menghadap ke arahnya, tetap memunggunginya.

“Apa keluarga harmonis bisa terbentuk kalau tidak ada cinta di dalam sebuah pernikahan?” Meski Travis tidak menatapnya, Carly tetap melayangkan pertanyaannya. Ia tahu pria itu akan mendengarkannya.

“Kenapa harus menikah kalau tidak ada cinta?” Travis malah balik bertanya dan masih tetap sibuk dengan barang-barangnya.

Sejenak Carly terdiam. Jemarinya berada di dagu, mengusap pelan sambil memikirkan pertanyaan Travis yang memang benar adanya. Tidak ada pernikahan kalau tidak ada cinta. Tetapi dalam kasusnya kali ini sangat berbeda. Suka tidak suka, Carly harus tetap menikah dengan Elias.

“Katakanlah pernikahan itu ada sebagai bentuk dari tanggung jawab seseorang yang telah merusak masa lalu seseorang lainnya, yang hanya ingin mewujudkan apa yang tidak pernah didapatkan seseorang tersebut di masa lalu. Dan itu adalah berada di tengah-tengah keluarga yang hangat dan harmonis.” Carly berusaha menjelaskan tanpa menyebutkan jika dialah sosok yang masuk ke dalam penjelasannya. “Kau mengerti kan, Trav?” tanyanya, merasa jika kalimatnya memang agak terdengar berbelit-belit.

Travis berbalik, menepuk tangannya beberapa kali untuk mengenyahkan debu yang menempel di sana. Lalu, menatap Carly dengan sebelah tangan yang bertengger di pinggangnya.

“Aku paham, Honey,” jawab Travis, memberi senyum kecil di ujung kalimat. “Pernikahan itu ada karena keterpaksaan?”

Carly mengedikkan kedua bahunya. “Entahlah. Mungkin lebih tepat dikatakan sebagai keharusan, bukan keterpaksaan. Sebagai bentuk dari pertanggungjawaban.”

Kedua bola mata Travis berputar ke atas sembari menyandarkan tubuhnya pada pinggiran meja di belakangnya dan melipat kedua tangannya di depan dada.

“Jadi, salah satu pihak mencoba untuk bertanggung jawab dengan cara menikah agar nantinya bisa memberikan apa yang pernah hilang dari pihak lainnya?”

Carly langsung memberi anggukannya pada Travis, membenarkan pertanyaan pria itu.

“Kalau memang itu tujuannya dan bukan karena keterpaksaan, aku yakin cinta akan menyusul setelahnya. Atau mungkin lebih baik lagi kalau pihak yang ingin bertanggung jawab bisa lebih dulu jatuh cinta, supaya dia bisa menunjukkan kasih sayangnya. Keluarga yang harmonis ada karena kasih sayang, bukan?”

Kalimat panjang lebar dari Travis seakan membuka jalan pikiran Carly. Otaknya jadi tercerahkan karena apa yang Travis katakan cukup masuk akal.

Carly bisa membayar dosa-dosa ayahnya terhadap Elias dengan cara memberinya kasih sayang.

“Tetapi entahlah, Carl. Aku tidak terlalu paham dengan konsep pernikahan. Aku lebih suka seks bebas,” ujar Travis sambil berpura-pura mengibaskan rambut cepaknya itu.

Carly mendengkus geli. Ia lantas memutar kembali kursinya menghadap ke cermin rias, menatap pantulan dirinya di dalam sana dan mulai memikirkan perilakunya pada Elias setelah ini.

Barangkali Carly tidak akan langsung memaksa dirinya untuk jatuh cinta pada Elias, tetapi ia harus mulai memberikan kasih sayangnya lewat perhatian-perhatian kecil pada pria itu. Ia bisa memulai dengan cara yang sederhana.

I Owned by the BillionaireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang