Bab 2

33.1K 2.5K 76
                                    

Setelah mendapatkan Carly, Elias langsung memboyong gadis itu untuk ikut dengannya ke Manhattan saat itu juga. Carly masih tidak paham dengan kejadian yang berlangsung sangat singkat ini. Tubuhnya terasa begitu lelah. Pikirannya berkelana tentang ayahnya yang terakhir kali ia lihat sedang dilarikan ke rumah sakit begitu ia menyetujui perintah Elias.

Carly menyadari jika wajahnya saat ini pasti tampak berantakan. Benar-benar kacau dengan rambut yang acak-acakan serta mata sembab karena terlalu banyak menangis. Ia bahkan bisa merasakan jika pandangannya tidak sejelas biasanya.

Carly tidak menghitung berapa lama ia berada di pesawat. Berapa lama waktu yang mereka habiskan ketika melakukan perjalanan darat. Tahu-tahu ia sudah berada di mansion Elias yang jauh lebih besar dari rumah ayahnya.

Sejak membawanya pergi, Elias tak berbicara apa pun. Pria itu hanya duduk di sampingnya sambil terus menggunakan ponselnya entah untuk hal apa. Begitu tiba di mansion-nya pun Carly hanya bisa membuntuti Elias dengan perasaan waswas.

Carly tak mengetahui apa tujuan Elias membawanya ke sini. Namun, ia yakin jika hal buruk pasti sudah menantinya di depan sana. Dengan jelas Carly menyaksikan dendam di kedua mata Elias pada ayahnya. Dan mungkin pria itu akan menjadikannya tawanan.

Entah mimpi apa Carly kemarin. Ia tak menyangka hal mengerikan seperti ini akan menimpanya. Namun, keputusan yang ia ambil setidaknya membuat ayahnya tetap hidup. Carly benar-benar tak ingin kehilangan satu-satunya keluarga yang ia miliki.

“Aw!”

Rintihan Carly menjadi pemutus keheningan di antara mereka. Ia tersandung oleh undakan tangga karena berjalan tanpa melihat-lihat sekitarnya.

Hal itu pun membuat Elias menghentikan langkahnya, memutar tubuhnya pada Carly yang tengah mengusap kakinya.

“Apa kau tidak bisa berjalan dengan benar?!” bentak Elias kemudian.

Carly terlonjak kaget. Takut-takut ia menatap Elias yang menampilkan ekspresi dingin.

“Aku membawamu ke sini tidak untuk membuatku repot,” kata Elias yang lantas mengambil satu tangan Carly untuk digenggamnya. Lalu, keduanya kembali melanjutkan perjalanan mereka.

Langkah Carly sedikit terseok-seok karena Elias berjalan begitu cepat sambil terus menggandengnya. Carly hampir tidak bisa mengimbangi pria itu. Bersyukur sebelum ia kembali tersandung, mereka sudah masuk ke dalam lift. Dengan perasaan lega ia menarik napas dalam-dalam.

Elias masih tak melepas genggamannya dari tangan Carly. Padahal, Carly berharap Elias menyudahi kontak fisik di antara mereka. Hal itu membuatnya semakin gelisah. Genggaman Elias padanya terasa begitu posesif entah karena hal apa. Telapak tangan pria itu begitu kokoh melingkari jemari lentiknya. Seakan tak ada celah baginya untuk melepasnya.

Saat keluar dari lift, Elias kembali melangkah lebar, setengah menyeret Carly yang mau tak mau mengikuti pria itu dengan tergesa-gesa.

“Kamarmu,” ucap Elias setelah membuka salah satu ruangan dengan pintu ganda berwarna putih.

Mereka memasuki sebuah kamar di mansion Elias. Carly tampak terkejut dengan kamar yang nantinya akan digunakannya selama tinggal di rumah Elias. Ini bahkan jauh lebih besar dari kamarnya yang ada di rumah. Dan kamar sebesar ini rasanya tidak cocok untuk dirinya yang dibawa ke sini sebagai seorang tawanan.

I Owned by the BillionaireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang