“Kalau begitu, kembalikan keluargaku yang dihabisi oleh ayahmu. Aku sangat merindukan berada di tengah-tengah keluarga yang hangat dan harmonis,” ucap Elias. “Apa kau sanggup, Lewis?”
Carly bukan Tuhan yang dengan mudahnya bisa mengembalikan keluarga Elias secara utuh. Sekalipun ia bisa meminta pada Tuhan, hal itu tak mungkin terjadi. Keluarga Elias tak akan pernah bisa kembali. Kejadian pembantaian di masa lampau juga tak dapat dihentikan.
Permintaan Elias jelas tak bisa disanggupi oleh Carly.
Namun, ada satu hal yang tiba-tiba terlintas dalam benak Carly, seperti sebuah cahaya yang datang secepat kilat, memberinya solusi atas kegundahannya.
“Aku tidak bisa melakukannya,” ucap Carly, setelah sempat hening selama dua sampai tiga menit.
Jeda kembali terjadi sejenak. Carly mencoba mendalami tatapan Elias yang tampak bingung setelah jawaban keluar dari mulutnya. Sebelah alis pria itu juga terangkat, tetapi kemudian Elias mulai kembali terlihat acuh tak acuh dan bersiap untuk bangkit berdiri sembari mengedikkan kedua bahunya.
“Aku memang tidak bisa mengembalikan keluargamu.” Sebelum Elias benar-benar berdiri, Carly sudah lebih dulu buka suara. Tangannya yang masih menggenggam Elias menahan pria itu agar tetap pada posisinya. “Tetapi aku bisa memberikanmu sebuah keluarga baru. Keluarga seperti yang kau inginkan.”
Kebingungan kembali mengisi ekspresi Elias. Kali ini kedua alisnya menukik dengan kerutan di antaranya. Tatapannya pada Carly pun menyipit, seolah-olah sedang memikirkan maksud dari ucapannya.
“Maksudmu?” Elias merasa buntu dan pada akhirnya memilih untuk langsung bertanya pada Carly.
Kedua tangan Carly yang menggenggam tangan Elias bertambah erat. Begitu pula dengan maniknya yang menyorot pria itu semakin intens, menampakkan bentuk dari keseriusannya.
“Kalau kau tidak keberatan, menikahlah denganku. Kita bisa membentuk keluarga baru dan aku akan memberikanmu beberapa orang anak,” ucap Carly, yang setelahnya langsung menarik napas panjang karena kalimatnya yang disuarakan dengan begitu cepat.
Raut kebingungan belum juga sirna dari wajah Elias. Untuk sesaat ia hanya menatap Carly dengan skeptis, lantas menarik tangannya dari genggaman gadis itu dan bangkit berdiri.
“Baru kali ini aku melihat seseorang mengidap stockholm syndrome secara langsung,” kata Elias, dengan dengkusan dan senyum sinis di akhir kalimat.
Carly dibuat menganga oleh respons Elias. Ia lalu ikut berdiri dan menatap Elias dengan pandangan tidak percaya. Ia tahu apa itu stockholm syndrome, tetapi ia merasa jika ia tidak mengidap sindrom yang satu itu.
Okay! Carly harus mengakui jika rasa bersalahnya memang sudah memunculkan rasa simpatinya pada Elias. Tetapi ia belum sampai di tahap jatuh cinta pada pria itu. Tawarannya tadi juga sebagai bentuk dari win-win solution. Carly tidak mengajak Elias menikah karena ia telah jatuh cinta pada pria itu. Tidak sama sekali.
“Tetapi tawaranmu tadi cukup menarik,” ujar Elias, tak memberikan kesempatan pada Carly untuk membantah tuduhannya. Kepalanya lantas dicondongkan ke arah Carly hingga wajah mereka nyaris bersentuhan. Sebelah tangannya juga sudah bertengger di satu sisi wajah gadis itu. “Tentukan tanggalnya, kita akan menikah,” bisiknya kemudian.
Mulut Carly makin menganga lebar. Kedua matanya pun ikut membelalak sesaat setelah Elias berucap demikian. Ia pikir pria itu akan menolak usulannya, tetapi yang didapatnya malah kebalikannya. Tanpa tedeng aling, Elias langsung memintanya untuk menentukan tanggal pernikahan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Owned by the Billionaire
Romance[TAMAT - CERITA MASIH LENGKAP] Elias White--billionaire berhati sedingin es, kejam, gila kontrol, dan selalu mendapatkan apa yang ia inginkan, termasuk Carly Lewis. "Mulai sekarang, kau adalah milikku," bisik Elias tepat di telinga Carly. Dan sejak...