Carly menggulir telunjuknya di atas layar ponsel, menggeser ke kanan untuk melihat beberapa foto yang Travis kirimkan padanya tadi malam, foto hasil pemotretan bikini yang dilakukannya beberapa hari yang lalu.
Kerja samanya dengan brand bikini tersebut sudah berlangsung sejak lama. Fotografer yang mengambil gambarnya pun masih orang yang sama. Jadi, Carly tak perlu meragukan hasilnya. Ia selalu puas.
“Ini sarapanmu, Nona.”
Carly mendongak, mengalihkan pandangannya dari layar ponselnya. Didapatinya Beth yang baru saja mengantarkan sepiring salad dan jus jeruk untuk sarapannya.
“Thanks, Beth.” Senyum simpul dilemparkan untuk Beth sebelum gadis itu pergi, meninggalkan Carly seorang diri di mini bar mansion Elias.
Jam masih menunjukkan pukul tujuh kurang sepuluh menit. Carly bangun terlalu pagi. Padahal, ia berniat untuk menikmati akhir pekannya dengan bergelung di atas ranjang dan bangun saat matahari sudah berada di puncak tertinggi.
Masih banyaknya pikiran yang mendiami kepalanya membuat Carly tak bisa mendapatkan tidur yang nyenyak. Ia kerap terbangun dalam beberapa jam sekali. Pagi tadi ia kembali terbangun saat matahari masih malu-malu menampakkan wujudnya dan ia tak bisa tidur kembali.
Alhasil, di sinilah Carly sekarang. Mencari-cari aktivitas yang setidaknya bisa mengalihkan pikirannya dari hal-hal yang runyam.
Carly mengambil garpu, menggeser sepiring saladnya agar lebih dekat dengannya. Ponsel tetap setia dalam genggaman tangan kirinya, sementara garpu di tangan kanannya mulai menyendok saladnya sebelum membawanya ke dalam mulutnya.
Carly tetap melihat-lihat foto di ponselnya sambil menikmati santap paginya.
Jarinya terus bergulir, menampilkan foto-foto yang tersimpan dalam ponselnya hingga pada akhirnya gerakannya berhenti ketika layar ponselnya menampilkan sebuah foto lama yang didapatnya setelah memulihkan akun email-nya di ponsel barunya.
Foto tersebut diambil sekitar empat tahun yang lalu, saat Carly baru saja melakukan runway di acara fashion week untuk yang pertama kalinya. Ayahnya ikut menyaksikan acara tersebut waktu itu dan mereka pun berfoto bersama.
Kunyahan Carly berubah pelan. Garpunya pun sudah diletakkan di atas piring dan sorotnya begitu fokus pada foto tersebut.
Rasanya sudah lama sekali ia tidak berhubungan dalam bentuk apa pun dengan ayahnya. Entah bagaimana kabarnya sekarang. Meski sempat kecewa dengan perbuatan keji ayahnya di masa lalu, Carly tetap tak bisa menampik rasa rindunya pada sang ayah.
Seburuk apa pun perbuatan ayahnya di masa lalu, Carly tetap tidak bisa membenci ayahnya. Mungkin hanya kekecewaan yang begitu besar saja yang bisa dirasakannya saat ini. Oleh sebab itu, Carly membuat perjanjian dengan Elias, melemparkan dirinya dalam belenggu pria itu agar ayahnya tetap bisa hidup.
“Kau sudah bangun sejak tadi?”
Suara berat yang terdengar mencolok menghentikan lamunan Carly. Ponselnya segera dikunci sebelum kepalanya berputar ke sumber suara.
Sosok Elias White langsung muncul dalam pandangannya. Pria itu tampak segar dan santai dalam balutan kaus polos abu-abu yang mencetak tubuh berototnya. Juga celana panjang yang senada dengan kausnya. Dan aroma aftershave pria itu ikut menggelitik hidung Carly.
“Uhm ... ya,” jawab Carly, sambil mengikuti gerak-gerik Elias yang berjalan semakin jauh dari posisinya saat ini.
Pria itu rupanya hendak mengambil kotak P3K yang diletakkan di area dapur. Lantas, berbalik dan kini benar-benar berhenti di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Owned by the Billionaire
Romance[TAMAT - CERITA MASIH LENGKAP] Elias White--billionaire berhati sedingin es, kejam, gila kontrol, dan selalu mendapatkan apa yang ia inginkan, termasuk Carly Lewis. "Mulai sekarang, kau adalah milikku," bisik Elias tepat di telinga Carly. Dan sejak...