Bab 32

12.7K 1K 29
                                    

Hujan mengguyur Manhattan untuk pertama kalinya dalam seminggu ini. Kilat menyambar di langit. Matahari tersingkirkan oleh gelapnya awan di pagi ini. Udara pun terasa semakin dingin.

Gemuruh yang kuat berhasil membangunkan tidur Carly yang malam ini terasa lebih nyenyak tanpa adanya rasa waswas sejak ia tinggal di mansion Elias White. Kedua matanya dibuka perlahan dan pandangannya masih terlihat samar.

Carly berkedip beberapa kali sampai netranya bisa melihat dengan jelas. Keadaan di sekitarnya masih remang-remang. Penerangan hanya berasal dari lampu tidur. Sementara di luar sana pun masih tampak sedikit gelap.

Meregangkan tangannya ke depan, Carly merasakan tubuhnya yang sedang dalam keadaan miring terasa berat seperti ditindih oleh sesuatu. Serta-merta posisinya langsung diubah menjadi telentang dan ia menemukan lengan kekar Elias yang rupanya tengah memeluk perutnya.

Memori yang tertinggal di alam bawah sadarnya naik ke permukaan, mengingatkan Carly tentang kejadian tadi malam dan ia tak kaget kenapa sekarang bisa berada di kamar Elias dan tidur bersama pria itu.

Seketika wajahnya dipenuhi rona kemerahan. Ciuman mereka tadi malam cukup membekas. Apalagi Elias juga bersikap gentleman padanya, tidak memaksanya untuk memenuhi keinginannya. Padahal, tadi malam Carly menyadari jika pusat tubuh Elias mengalami ereksi. Ia bisa merasakannya.

Carly balik badan, menghadap ke arah Elias yang masih terlelap. Sebelah lengan pria itu tetap dibiarkan memeluknya.

Maniknya bertaut pada wajah Elias yang terlihat begitu tenang dalam tidurnya. Carly tak dapat mengelak jika Elias begitu tampan walaupun garis wajahnya sudah menunjukkan jika pria itu adalah tipe pria yang angkuh dan kasar. Namun, Elias terlihat lebih manusiawi dalam keadaan tidur seperti ini.

Tanpa sadar jemari Carly sudah meluncur ke wajah Elias, menyentuh garis rahangnya yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Diusapnya dengan pelan hingga ujung ibu jarinya menyentuh bibir Elias yang cukup tebal.

Tak berhenti sampai di situ, Carly menaikkan sentuhannya hingga tiba di sudut mata Elias yang masih tampak kebiruan akibat pukulan Dante kemarin pagi. Ia menyentuh bagian itu dengan sangat hati-hati sampai sesekali jemarinya mengambang di sana.

Sampai detik ini, Carly masih tak menyangka jika takdirnya bisa serumit ini. Elias yang punya dendam pada ayahnya, malah berakhir jatuh cinta padanya. Mungkin itulah cara Tuhan memberi jalan untuk mengampuni dosa-dosa ayahnya di masa lalu walaupun Carly yakin jika Elias tetap tidak akan bisa memaafkan ayahnya.

Kini, Carly pun tidak lagi meragukan perasaan Elias padanya. Pria itu benar-benar tulus sampai rela berselisih dengan adiknya sendiri. Ia bisa merasakan penderitaan Elias. Jadi, Carly juga akan berusaha sekuat mungkin untuk membahagiakan pria itu, mewujudkan keinginan-keinginan Elias yang belum terpenuhi di masa lalu.

“Maaf untuk segalanya,” lirih Carly, dengan senyum lemah dan kecupan panjang di sudut bibir Elias.

Pergerakan yang Carly lakukan mengundang erangan Elias. Carly cepat-cepat kembali ke posisinya dan terus menatap pria itu yang pada akhirnya membuka matanya.

“Hey? Maaf.” Carly meringis, merasa bersalah karena telah membangunkan Elias.

“Hai.” Elias menjawab, masih tampak linglung dengan matanya yang melirik ke sana kemari. “Jam berapa sekarang?”

I Owned by the BillionaireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang