Barangkali menemui Cassandra akan menjadi hal yang paling Carly sesali saat ini, tetapi entah kenapa ia yakin sekali jika Cassandra tidak akan menyakitinya seperti yang pernah dilakukannya di kantor Elias beberapa waktu silam.
Aku rasa kita harus bertemu untuk membicarakan banyak hal. Walaupun aku masih sangat membencimu, aku berjanji tidak akan menyakitimu sedikit pun saat kita bertemu nanti.
P.s: Jangan beri tahu Elias atau kau tidak akan pernah bertemu denganku lagi.
Cassandra.
Kira-kira seperti itulah pesan yang Cassandra kirimkan padanya siang tadi. Disusul oleh jam temu mereka dan lokasi yang akan menjadi tempat pertemuan mereka nanti.
Awalnya Carly dilanda rasa panik. Sosok Cassandra yang selama ini terpatri dalam pikirannya adalah sosok yang ingin terus menyakitinya. Atau lebih tepatnya ingin menyingkirkannya, dengan cara apa pun.
Sempat terbersit dalam benak Carly untuk memberitahukan hal itu pada Elias, tetapi entah bagaimana bisa otaknya membatalkan niatnya tersebut dan malah berakhir pergi untuk menemui Cassandra seorang diri.
Hanya berpegang teguh pada janji Cassandra dalam pesan yang dikirimkannya, Carly berani menemui wanita itu tanpa pengawasan dari siapa pun. Jean dan Jenny bahkan termakan oleh kebohongannya dan terpaksa tertahan di depan restoran oleh pengawal Cassandra yang jumlahnya lebih banyak.
Entah apa yang ada dipikiran Carly saat ini. Namun, yang menjadi tujuannya saat ini adalah memohon maaf pada Cassandra. Ia hanya ingin meminta ampunan dari wanita itu atas apa yang telah ayahnya lakukan di masa lalu. Ia tidak tahu kapan kesempatan ini akan datang lagi, seperti yang Cassandra katakan. Jadi, Carly harus memanfaatkannya sebaik mungkin.
Mau tidak mau, ia harus berbicara empat mata dengan Cassandra.
“Bisa kau lihat sendiri kalau aku tidak membawa apa pun.” Cassandra mengangkat kedua tangannya ke udara, menunjukkan pada Carly jika tak ada satu pun barang yang berada di dekatnya, yang berarti jika Cassandra benar-benar akan menepati janjinya untuk tak menyakitinya.
Carly melayangkan pandangannya pada Cassandra dengan gugup. Tas bahunya berada dalam genggamannya yang semakin mengerat.
“Duduklah,” tutur Cassandra, mengedikkan dagunya pada kursi di hadapannya. Tak ada senyum dalam wajahnya sedikit pun. Rautnya begitu dingin dan tak ingin berpura-pura ramah pada Carly.
Sembari melangkah menuju kursi yang ditunjuk Cassandra, Carly berusaha menjaga matanya pada Cassandra dan tetap berkonsentrasi pada gerak-gerik wanita itu.
Mulutnya terbuka ketika bokongnya sudah menyatu dengan kursi yang empuk. Carly pun berucap, “Ja-jadi, apa yang ingin kau bicarakan denganku?”
Sial!
Carly tidak bisa tenang.
Kegugupan begitu kentara dalam suaranya. Adrenalinnya berpacu dengan cepat tiap kali isi kepalanya memutar adegan di mana Cassandra hampir menembaknya dan menjambak rambutnya waktu itu. Pikiran-pikiran tersebut membuatnya bertambah takut dan waswas. Apalagi ekspresi Cassandra saat ini sangat dingin dan penuh intimidasi, mengingatkannya pada sosok Elias White yang bersikap bengis di awal pertemuan mereka.
Cassandra menyilangkan satu kakinya di atas kakinya yang lain. Kedua lengannya dilipat di depan dadanya yang membusung, dan dagunya sedikit terangkat, menunjukkan dominasinya pada Carly.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Owned by the Billionaire
Storie d'amore[TAMAT - CERITA MASIH LENGKAP] Elias White--billionaire berhati sedingin es, kejam, gila kontrol, dan selalu mendapatkan apa yang ia inginkan, termasuk Carly Lewis. "Mulai sekarang, kau adalah milikku," bisik Elias tepat di telinga Carly. Dan sejak...