Bab 4

26.3K 2.2K 60
                                    

Kejutan bagi Carly. Tidak menyangka sama sekali jika ia berada di meja makan yang sama dengan Elias White untuk menyantap makan malam yang telah disediakan pelayan untuk mereka berdua.

Carly duduk dengan gelisah. Kedua tangannya berada di bawah meja, sibuk memilin ujung kaus lengan pendek yang ia kenakan malam ini, yang tentu saja masih didapatnya dari walk in closet di kamar yang ia tempati.

Sepertinya Elias tak menyadari pakaian yang dikenakannya. Tak ada protes dari pria itu. Tak ada pula tatapan menuduh yang dilayangkan pria itu padanya. Elias tetap memasang wajah datarnya.

Entahlah.

Entah Elias tidak sadar atau pria itu memang tidak peduli sama sekali.

“Makanlah,” ucap Elias setelah semua makanan tersaji di atas meja makan yang sejujurnya muat untuk dua puluh orang.

Carly tak bisa bersikap santai sedikit pun. Berdekatan dengan Elias berhasil membuat seluruh keberaniannya bersembunyi ke dasar lembah yang paling dalam.

Ini memang hanya sekadar makan malam biasa, tetapi terasa begitu berbeda karena seorang pria yang baru saja menjadikannya sebagai tawanan sedang duduk di hadapannya. Pisau yang berada di tangan Elias mungkin saja bisa melayang ke arahnya.

Ya, Tuhan! Itu mengerikan.

Dengan tangan yang sedikit gemetar, Carly meraih peralatan makan. Saking gugupnya, ia sampai salah memosisikan pisau dan garpu di kedua tangannya. Saat hendak menukarnya, tanpa sengaja Carly menjatuhkan garpunya hingga menimbulkan dentingan nyaring di antara sunyinya ruangan ini.

Kacau.

Semuanya terlihat semakin buruk sekarang.

Buru-buru Carly menunduk, mengambil garpu tersebut dan secepat mungkin kembali ke posisinya semula sembari menarik napas panjang. Menoleh ke depan, ia mendapati Elias sudah meletakkan pisau dan garpunya di atas piring dan malah menatap tajam ke arahnya.

“Apa kau tidak bisa untuk tidak bersikap ceroboh seperti itu?”

Apa yang sudah diprediksi oleh benaknya sejak ia menjatuhkan garpu pun menjadi kenyataan.

Elias terganggu dengan sikapnya.

Hal itu semakin menambah rasa gelisah Carly. Ia sudah terlihat seperti seorang anak kecil yang sedang dimarahi karena terlalu banyak memakan permen.

Menyedihkan.

“Maaf.”

Dan sekali lagi, hanya kata itulah yang bisa Carly suarakan. Ditambah dengan kepalanya yang menunduk merasa bersalah.

Terdengar dengkusan tajam dari Elias. Dengan keberanian yang hanya tersisa secuil saja, Carly mencoba menatap Elias walau ia tetap tak sepenuhnya mengangkat kepalanya.

Pria itu rupanya sudah kembali melanjutkan makannya. Berfokus pada piring di depannya dan tak lagi memusatkan pandangannya pada Carly. Ia pun bisa sedikit bernapas dengan lega.

Kali ini Carly lebih hati-hati. Mungkin ada sekitar satu menit ia habiskan hanya untuk menarik dan mengembuskan napas secara perlahan supaya ia bisa sedikit mengontrol ketakutan yang bersarang dalam dirinya.

I Owned by the BillionaireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang